Chapter 15

169 23 1
                                    

Layaknya kisah sejarah kerajaan dengan pemimpin yang dicintai rakyatnya, kehamilan putri mahkota menjadi berita bahagia tak hanya untuk anggota kerajaan, melainkan juga penduduk kerajaan ini. Kudengar dari Kasim Cho, Keluarga Yoon sampai tak henti menerima hadiah dari rakyat dan keluarga bangsawan lain. Kalau yang kedua, entah sebuah ucapan selamat yang tulus atau hanya sekedar cari muka. Hal itu juga terjadi di kediaman putri mahkota, berita selir istana mengirimkan beberapa lukisan dan kudapan manis juga sampai ke telingaku.

Padahal sebagai suami, selama 2 hari ini, aku absen untuk melihat kondisinya. Baru sekarang, aku punya waktu berkunjung.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Apa yang kau katakan, Bin-gung?" sindirku dengan nada rendah.

Sontak Yeju meminta maaf dan membungkukkan tubuhnya 45 derajat.

Kurasa bocah itu mengira putra mahkota sudah kembali. Perutku geli hingga aku jadi tak tahan untuk tertawa. Tawaku baru terhenti ketika sebuah bantal tebal mendarat tepat di wajahku.

"Kau pikir bisa membodohiku terus menerus?"

Aku kembali tertawa melihat ekspresi kesal bocah itu. Kalau kupikir, ia bisa menjadi salah satu alternatif hiburanku di sini.

"Aku hanya bercanda. Kenapa ketus? Masih kesal karena kejadian di Hanyang?" godaku.

Bocah itu kembali melemparkan bantal yang tergeletak di lantai. Wah, dia punya bibit KDRT sepertinya.

Ia menatapku tajam dan itu cukup mengerikan. "Kau tanya kenapa?"

"Aku minta maaf. Ada hal yang harus diselesaikan hari itu. Ini terkait misi pentingku di Joseon."

"Kau pikir, maaf cukup untuk semua kesalahanmu?"

Hmm. Sepertinya ia punya alasan lain untuk kesal. Baiklah, ini akan panjang. Semangat, Moon Sangmin!

"Lalu, kau mau apa?"

"Jujur!" ucapnya tegas, "kau harus jujur dan terbuka padaku."

Aku terdiam beberapa saat dan mencoba mencerna perkataan gadis itu. Kami tidak benar-benar menikah, jadi untuk apa kami terbuka pada satu sama lain? Ada-ada saja.

"Apa yang kau lakukan setiap malam?" tanya bocah itu masih dengan nada mengintrogasi.

"Aku tidur."

"Bohong! Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kau mengendap-endap keluar kamarmu dengan pakaian dan cadar hitam," jelasnya telak.

Oh, kapan ia melihatnya? Aku memang berbohong, tapi kecurigaannya juga bukan sesuatu yang besar—untuknya. Kepergianku tengah malam karena keharusanku untuk memata-matai rumah Tabib Kwon. Untuk sekarang, tidak mungkin juga aku menceritakan itu padanya.

"Ini terkait misiku."

"Misi, misi, semua alasanmu selalu misi! Tidak punya ide lain? Aku sebenarnya curiga dengan yang kau sebut misi. Apakah itu mulia atau kriminal?"

"Ya! Bocah cilik, bisa tidak kau sedikit saja menghilangkan pikiran-pikiran negatifmu. Tidak hanya padaku, tapi pada Joseon. Cobalah lebih optimis memandang petualangan ini."

"Petualangan, your ass? Sok tahu."

Memang, aku tahu. Dia saja yang tidak sadar aku sudah membaca catatan keluh kesahnya. Meskipun, untuk beberapa kesulitan hidup di Joseon, aku sependapat juga.

"Atau, kau mengendap-endap ke kediaman putri mahkota dan melakukan hal terlarang?"

"Maksudmu?"

"AKU HAMIL, BODOH!"

The Summer EscapeWhere stories live. Discover now