Chapter 12

139 31 6
                                    

"Sepertinya, putra mahkota tidak akan kembali, Bin-gung Mama."

"Tapi dia sudah berjanji."

Pria itu sudah mengatakan akan menghampiriku dan Duri sebelum kembali ke istana bersama. Jadi, apapun yang dikatakan Duri, tak akan ku turuti. Kalau aku meninggalkannya sekarang, ia bisa kebingungan mencariku dan buruknya, tak kunjung kembali ke istana. Aku tidak boleh egois.

"Kita sudah menunggu berjam-jam, Bin-gung Mama," ujar Duri memperingatkan.

Aku paham niat baik Duri, tapi sekali lagi, aku sudah berkomitmen.

"Kalau kau—Duri— ingin kembali ke istana, silakan. Aku mau menunggunya di sini."

Pengawal kami tampak terkejut dengan penuturanku. Situasi ini membuatku tak tenang. Aku tahu, aku tak boleh berdiam diri. Hanya saja, aku bingung bagaimana harus melangkah. Hufth.

"Pengawal, aku khawatir terjadi sesuatu dengan putra mahkota, bisakah kalian mencarinya?"

Seorang pengawal maju dan menuruti perintahku. Ia berjanji akan kembali ke istana untuk membawa pasukan yang akan mencari putra mahkota.

Semoga ini keputusan tepat. Kalau sampai terjadi sesuatu pada putra mahkota, aku akan dihantui rasa bersalah seumur hidupku. Aku tak bisa membiarkan insiden yang dialami putra mahkota terulang lagi. Lagi pula, sudah jelas sejak awal kalau putra mahkota selalu menjadi incaran para lawan politiknya.

Melihat langit yang semakin gelap dan pintu-pintu rumah sudah tertutup, tapi batang hidung putra mahkota tak kunjung tampak benar-benar membuatku semakin risau. "Duri, bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan putra mahkota? Pikiranku benar-benar tidak tenang."

"Bin-gung Mama, pengawal akan mencarinya. Saya yakin putra mahkota mampu menjaga dirinya. Mohon berhentilah mondar-mandir dan duduklah dengan tenang."

Aku mendengar peringatan Duri, tapi sulit untuk menggubrisnya.

"Bodoh! Seharusnya, aku tak mengizinkannya pergi seorang diri. Ketika kembali dari Jeju yang dijaga oleh belasan pengawal saja ia bisa terluka, bagaimana dengan sekarang? Ia benar-benar sendirian," gumamku.

"Saya rasa hal ini sudah diperhitungkan."

"Dia tidak sepintar itu."

Jantungku berdegup semakin cepat dan nafasku menjadi lebih pendek. Astaga! Pria itu membuatku gila karena memikirkan nasibnya.

Tak berselang lama, kawanan pengawal istana datang menghampiri kami.

"Bin-gung Mama, perintah dari permaisuri untuk Anda kembali," ujar seorang pengawal yang berdiri paling depan.

"Apa? Tapi putra mahkota belum kembali. Aku tidak akan kembali tanpanya. Sampaikan itu pada permaisuri," jawabku ketus pada pengawal tersebut. Ia tidak tahu bagaimana kalutnya pikiranku. Seenaknya saja menyuruhku pulang dengan tangan kosong.

"Kami sudah mengerahkan puluhan pengawal untuk mencarinya atas instruksi permaisuri, Bin-gung Mama."

"Bagus, aku akan menunggu."

Duri melihatku dengan mata berkaca-kaca. Ia seperti tak percaya melihat sikapku yang keras kepala. Lantas, seorang pengawal berbisik padanya dan membuat bola matanya melebar seketika.

"Bin-gung ...."

Kali ini aku meliriknya kesal. "Apalagi, Duri?"

"Informasi dari para pengawal berarti Anda boleh pulang dan beristirahat."

"Lalu, lepas tangan akan apa yang terjadi padanya?"

"Tentu tidak, Bin-gung. Berita ini cepat atau lambat akan menyebar di istana. Kalau Anda tak segera kembali, hal ini bisa dijadikan senjata untuk mengancam putra mahkota."

The Summer EscapeWhere stories live. Discover now