23

62.3K 5.7K 785
                                    

A Frozen Flower
Sekuntum bunga yang beku
🥀

• 1,3k vote - 700 komen for the next chapter•

Launa nampak tenang menatap hamparan laut di hadapannya dalam diam. Sesekali sabit indah muncul di bibir manisnya membuat Alzion yang berada di sisinya semakin betah memandang lama.

Hening menyelimuti keduanya, tak ada suara selain deburan ombak yang bergerak pasang surut sesekali membentur karang. Semilir angin sore hari membuat aroma pasir pantai itu begitu memanjakan Launa.

Ini adalah mengindam Launa yang kedua, tadi pagi istri cantiknya itu meminta ingin pergi ke pantai sore-sore. Alzion langsung mengizinkan, selama itu adalah permintaan cebong kecilnya. Tapi, tentu saja dengan syarat dan ketentuan berlaku.

Launa seakan tidak melewatkan kesempatan ini untuk melepas tiap-tiap rasa lelah yang bersarang betah dalam dadanya. Sedikit ketenangan menghampiri relung Launa, sesekali perempuan itu tersenyum tipis dengan tangannya yang setia mengusap perut ratanya.

Tangan Alzion terangkat merangkul bahu Launa, lalu menarik punggung kecil itu untuk bersandar di dadanya. Launa menerima tanpa penolakan, ia hanya diam dengan matanya yang tak lepas melihat gambaran alam yang tersaji indah di hadapannya. Launa suka laut, suka makanan dan suka ketenangan.

"Zion," panggil Launa.

"Kenapa, hm?" Tanya Alzion sedikit menunduk menatap ke arah istri kecilnya ini. Aroma rambut Launa begitu terasa menyapa ramah indra penciumannya, memabukan dan menjadi candu yang selalu ia inginkan hadirnya.

"Aku ingin mendengarkan cerita," kata Launa. Perempuan itu mendongak menatap ke arah Alzion dan mengedip pelan, hal itu tidak Alzion lewatkan untuk ikut membalas tatapan Launa dari dekat.

"Mau mendengarkan cerita?" Tanya Alzion mengulang permintaan Launa barusan. Launa mengangguk pelan yang dihadiahi kecupan singkat oleh Alzion di pucuk kepala Launa. "Apapun untukmu, sayang," sahut Alzion tersenyum tampan.

Terhipnotis sejenak Launa dibuatnya, senyum itu tersirat ketulusan dan ketenangan yang tidak pernah nampak dari Alzion. Kelembutan dan segala bentuk perhatian yang pria itu berikan belakangan ini begitu membuat Launa terasa dimanjakan. Namun, sampai saat ini, rasanya sulit sekali untuk benar-benar membuka hati untuk pria itu.

Alzion kembali meluruskan pandangan ke arah lautan dengan tangannya yang setia mengusap lengan Launa, bermaksud memberikan kehangatan di tengah udara dingin yang mengepung mereka. "Dulu, ada seorang pangeran yang sangat dimusuhi oleh seisi Istana." Alzion memulai cerita dengan memungut kepingan luka yang pernah dilewatinya. "Seorang pangeran yang kehadirannya dianggap sebagai bencana."

Samar terlihat senyuman kecut tanda kemuakan Launa lihat dari gurat ekspresi yang tertampil Alzion. Namun, Launa enggan menyela. Ia memilih diam mendengarkan dan mengalihkan perhatian ikut menatap ke arah Laut yang bergerak tenang.

"Setiap hari, sang pangeran dituntut untuk selalu memenuhi apapun yang diinginkan oleh Raja. Jika pangeran melakukan kesalahan, ia akan langsung dihukum dan pukul tanpa ampun." Terhenti sejenak cerita Alzion, mata pria itu kian jauh menerawang dengan ekspresi tenang yang tertampilkan. Seolah emosi itu Alzion kontrol dengan baik.  

"Sang pangeran kesakitan, namun seisi istana seakan tutup mata dan telinga tak berniat mengulurkan tangannya untuk membantu pangeran." Kilatan mengerikan itu menghantam pikiran Alzion, tanpa sadar ia mengeratkan rangkulannya pada Launa. "Babak belur, geger otak, patah tulang, bahkan koma selama satu tahun lamanya, pernah sang pangeran rasakan. Dia begitu menyedihkan, bukan?" Alzion tersenyum kecut di akhir kalimatnya.

A Frozen Flower [ Terbit ]Where stories live. Discover now