(53) KEBERANIAN #3

1K 113 0
                                    

'PULAU kecil' itu bergerak cepat menuju ke tepian. Kedatangan makhluk asing itu membuat mereka menegang. Selain dari beberapa orang—Lan Wangji, Jin ZiXuan, Jiang Cheng dan Wen ZhuLiu—yang lainnya mulai mundur sempoyongan. Baru saja mereka mengira makhluk bawah air itu akan mengamuk, nyatanya malah berhenti mendadak. Binatang buas yang tadinya tertidur itu bangun karena Wei WuXian meloncat ke punggungnya. Sekarang ini, lelaki itu tidak berani bergerak sembarangan. Dia tetap diam di tempat dan menunggu. Ada beberapa dedaunan maple di permukaan air yang mengelilingi 'pulau kecil' itu, warnanya merah terang, perlahan mengambang dan hanyut. Di bawah dedaunan itu, di kedalaman air telaga, ada sesuatu mirip sepasang cermin perunggu yang berkilauan. Cermin perunggu itu kian membesar dan mendekat. Wei WuXian mengumpat dalam hati. Sambil menyeret Wen Chao, dia melangkah mundur begitu permukaan di bawah kakinya bergetar dan mendadak menyembul naik. 'Pulau kecil' itu terangkat ke udara. Sebuah kepala

binatang buas yang besar dan sehitam arang dengan dedaunan maple di atasnya mencuat dari dalam air! Banyak teriakan menggelegar di bawah sana, tapi makhluk itu malah perlahan memutar kepala. Sepasang mata raksasa memelototi dua manusia di punggungnya. Kepala bundar dari makhluk itu terlihat agak aneh, mirip seperti kepala penyu atau ular. Kalau cuma kepalanya yang dilihat, maka akan lebih mirip ular raksasa. Tapi kalau dilihat dari badannya yang sudah mentas dari telaga, itu terlihat seperti seekor... Wei WuXian, "... Sungguh... kura-kura... yang besar..." Itu bukan kura-kura biasa. Apabila kura-kura itu nyasar ke lapangan latihan Lianhua Wu, cangkangnya saja bisa menyesaki seluruh lapangan bela diri. Bahkan lengan tiga pria dewasa besar sekalipun tidak akan bisa menyentuh mahkota gelapnya. Terlebih lagi, kura-kura biasa tidak akan bisa menjulurkan kepala dari cangkangnya sepanjang badan ular, memutar kepala, memiliki mulut penuh gigi taring kuning yang saling-silang, apalagi mempunyai empat cakar tajam yang terlihat cukup gesit. Wei WuXian bertemu pandang dengan sepasang mata emas yang besar itu. Pupilnya kecil dan tipis, seperti pupil ular, tapi ketebalannya berubah, seolah mata itu sedang memfokuskan pandangan dan masih tidak tahu apa yang berada di belakang punggungnya.

Sepertinya pandangan makhluk itu juga seperti ular—tidak begitu bagus. Selama mereka tidak bergerak, makhluk itu pasti tidak akan sadar. Mendadak dua semburan uap air keluar dari lubang hidungnya. Dedaunan maple yang tadinya mengapung di atas air kebetulan berada di dekat hidungnya. Makhluk itu menyembur bersin karena merasa gatal. Wei WuXian masih tak bergerak, berdiri diam seperti patung. Namun pergerakan kecil itu membuat Wen Chao takut setengah mati. Wen Chao tahu bahwa binatang buas ini begitu haus darah lebih dari apa pun. Melihat hidung itu menyemburkan udara, dia mengira kalau makhluk itu akan mengamuk. Wen Chao pun mengabaikan pedang di lehernya dan berteriak ke arah Wen ZhuLiu yang berada di tepian kolam, "Kenapa belum menyelamatkanku?! Selamatkan aku sekarang! Tunggu apa lagi?!" Jiang Cheng mengumpat dari balik giginya yang mengertak, "Dasar tolol!" Dari dua benda asing di depan matanya, salah satunya menggeliat seperti cacing dan mengeluarkan suara bising yang menusuk telinga. Makhluk itu pun mendadak terpancing. Kepala menyerupai ularnya ditarik cepat sebelum tiba-tiba menjulur. Taring hitam dan kuningnya terbuka lebar saat menyerang ke arah punggung!

Wei WuXian mengibaskan lengan. Pedang Wen Chao melayang dengan kecepatan kilat ke arah jantung makhluk itu seharusnya berada. Namun kepala entitas itu tertutupi sisik hitam dan keras bak perisai, sedangkan bilah pedangnya seperti menghantam sekeping besi dan menimbulkan serangkaian percikan dengan bunyi klang sebelum akhirnya tenggelam ke dasar air. Makhluk buas itu terlihat ragu. Bola mata raksasanya merunduk untuk melihat benda pipih yang bersinar sampai ke dalam air. Memanfaatkan kesempatan itu, Wei WuXian mendorong kakinya dan melompat ke udara beserta Wen Chao, beralih dari pulau ke pulau sembari membatin, Tolong jangan bilang yang ini

kura-kura raksasa juga! Tiba-tiba dia mendengar Jiang Cheng berteriak, "Awas belakangmu! Tangan Pelebur Inti datang!" Wei WuXian memutar pandangan dan melihat sepasang tangan besar menyergap tanpa suara. Terpaksa dia menangkis untuk bertahan dari serangan Wen ZhuLiu. Dia bisa merasakan kekuatan lelaki itu, terkesan gelap dan penuh paksa, seolah ada yang terisap keluar dari tangannya. Secara insting, Wei WuXian menarik tangannya, sementara Wen ZhuLiu memanfaatkan kesempatan untuk menyambar Wen Chao dan kembali mendarat di tepian telaga. Wei WuXian mengumpat pelan dan mengikuti mereka ke tepi kolam. Semua murid Sekte Wen sudah menarik busur dari belakang punggung mereka dan bergeser mundur untuk membidik makhluk itu. Ribuan anak panah melesat menembus udara seperti hujan, berdenting saat mengenai sisik dan cangkangnya. Percikan api muncul di mana-mana. Kendati pertarungan terlihat cukup

intens, sebenarnya tidak ada gunanya. Tidak ada satu pun anak panah yang berhasil membuat luka fatal, tidak lebih dari sekadar menggaruk kulit gatal makhluk buas itu. Kepala raksasanya bergoyang ke kanan kiri. Kulit luar cangkangnya terlihat seperti bongkahan batu hitam berisi gumpalan. Meskipun berhasil kena, panahnya tidak akan bisa menembus lebih dalam lagi. Wei WuXian memandangi salah satu murid Sekte Wen terengahengah selagi memasang anak panah di busurnya. Bersusah payah menarik tali busurnya, tapi dia tetap tidak bisa menariknya lebih jauh lagi. Akhirnya Wei WuXian tidak tahan lagi. Dia menyambar busur itu dan menendang si murid supaya menyingkir. Hanya tersisa tiga anak panah. Dia memasang semuanya sekaligus dan menarik talinya sampai penuh, lalu membidik. Tali busur itu berdecit di sebelah telinganya. Baru saja dia ingin melepaskan bidikan, sebuah jeritan datang dari belakang. Jeritan itu dipenuhi rasa takut. Wei WuXian berbalik dan melihat Wang LingJiao sedang memerintah tiga pelayannya. Dua di antaranya dengan kasar memegangi MianMian yang berusaha menyembunyikan wajah, sementara pelayan yang satunya lagi menggenggam batang besi cap dan akan menempelkannya ke wajah MianMian! Ujung besi itu sudah dipanaskan sampai tampak mendesis dan berkilat cahaya merah. Wei WuXian berada cukup jauh dari mereka. Melihat apa yang terjadi, dia pun segera menggeser arah anak panah dan melepaskan tali busurnya.

Tiga anak panah melesat, mengenai masing-masing pelayan. Mereka ambruk ke tanah tanpa suara. Namun sebelum senar busur berhenti bergetar, Wang LingJiao tiba-tiba menyambar besi yang turut jatuh. Dia menjambak rambut MianMian dan menyurukkan besi itu ke wajahnya! Kendati level kultivasi Wang LingJiao teramat rendah, pergerakannya begitu gesit dan kejam. Bila dia berhasil menyurukkan besi panas itu, bahkan sekalipun mata MianMian bisa selamat, wajahnya akan tetap rusak. Di situasi berbahaya ini, wanita itu masih sempatsempatnya bersikeras ingin melukai orang lain! Semua murid sedang mempersiapkan anak panahnya, menghadapi makhluk buas itu dengan segenap konsentrasi yang ada. Tidak ada yang berada di antara mereka berdua. Tidak ada anak panah Wei WuXian yang tersisa dan tidak ada cukup waktu untuk menyambar anak panah orang lain. Di tengah kegentingan itu, dia bergegas maju, satu tangan menepis lengan Wang LingJiao yang menjambak rambut MianMian, dan satu tangan lainnya mendorong dada wanita itu dengan paksa. Wang LingJiao menerima serangan itu. Dia pun terbatuk darah dan ambruk ke tanah. Namun ujung besi panas itu sudah menekan ke dada Wei WuXian. Wei WuXian mengendus aroma kain dan kulit yang hangus beserta bau mengerikan dari daging yang terpanggang. Di bawah tulang

selangka, di dekat jantungnya, muncul rasa sakit yang teramat sangat dan menenggelamkan segala hal lainnya. Wei WuXian mengertakkan gigi, tapi masih tak bisa menahan raungan penuh kesakitan yang akhirnya lolos dari tenggorokannya. Serangannya sama sekali tidak halus. Wang LingJiao terlempar hingga melayang, darah muncrat ke segala arah, dan teriakannya terdengar begitu mendarat di tanah. Telapak tangan Jiang Cheng bergerak ke arah mahkota di kepala wanita itu. Wen Chao menjerit, "JiaoJiao! JiaoJiao! Cepat, bawa JiaoJiao ke sini!" Wen ZhuLiu mengernyit sedikit. Dia tidak mengatakan apa pun saat bergegas maju, menangkis serangan Jiang Cheng dan membawa Wang LingJiao kembali untuk dilemparkan ke kaki Wen Chao. Wang LingJiao menghambur di pelukan Wen Chao, masih berlumuran darah sambil menangis parah. Jiang Cheng menyerbu Wen ZhuLiu. Wen Chao melihat matanya berkilat merah dengan ekspresi yang begitu mengerikan. Semua murid masih terlihat begitu bersemangat, dan masih ada seekor makhluk buas dengan cakar depan yang sudah menginjak pinggiran kolam. Wen Chao akhirnya mulai ketakutan, "Mundur, mundur! Mundur sekarang juga!" Para pelayannya sudah menahan diri sekuat tenaga, menunggu Wen Chao untuk memberi perintah mundur sejak lama. Mendengar kata-kata itu, mereka pun segera meloncat ke pedang masing-masing dan langsung terbang. Pedang Wen Chao sudah diceburkan Wei WuXian ke dalam air, jadi dia merampas pedang orang lain dan

meloncat naik bersama Wang LingJiao di rangkulannya. Dan whoosh, mereka menghilang dalam sekejap mata. Semua murid dan pelayan mengikutinya. Jin ZiXuan berteriak, "Berhenti bertarung! Ayo pergi!" Mereka memang tidak pernah berniat ingin melanjutkan pertarungan, apalagi melawan makhluk buas yang seperti gunungan batu itu. Mereka lekas naik, tapi saat sampai di tempat lubang itu seharusnya berada, mereka menyadari bahwa sulur-sulur yang dipakai untuk memanjat turun tadi sudah menumpuk di tanah seperti onggokan ular mati. Jin ZiXuan memberang, "Dasar anjing-anjing pencuri itu! Mereka memotong sulurnya!" Tanpa sulur, mereka tidak punya cara untuk memanjat dinding lumpur yang curam itu. Lubangnya lebih dari sembilan meter di atas kepala mereka, cahaya putihnya menusuk mata. Tak lama berselang, separuh cahayanya meredup, seperti tiangou yang menggigit bulan.

[Tiangou: (天狗)semacam anjing dalam cerita rakyat Cina yang mengubah bentuk bulan (purnama, separuh, sabit, gerhana, dsb.) dengan cara memakan lalu melemparnya.]

Seseorang berteriak, "Mereka menutup jalan masuknya!" Usai bicara begitu, seluruh cahaya putih sudah benar-benar ditutup. Jauh di bawah tanah itu, hanya ada dua lentera yang tersisa, menerangi wajah-wajah muda yang penuh keraguan. Tidak ada yang bisa bersuara. Sesaat kemudian, umpatan Jin ZiXuan memecah keheningan, "Ternyata pasangan terkutuk itu benar-benar mampu melakukan hal semacam ini." Salah satu pemuda berbisik, "Tidak apa-apa... Ayah dan ibuku pasti akan datang menemukanku. Kalau mereka mendengar soal ini, mereka pasti akan mencariku di sini." Beberapa orang sependapat. Namun mendadak, seseorang menjawab dengan suara gemetar, "Mereka pasti mengira kita masih menjalani pendoktrinan di Qishan. Mana mungkin mereka mencari kita... Lagipula, setelah orang-orang Sekte Wen kabur, pasti mereka tidak akan mau jujur. Mereka akan beralasan... Dan kita hanya bisa terjebak di bawah sini..." Ketika Jiang Cheng melangkah perlahan sambil menyangga Wei WuXian, kebetulan mereka mendengar kata 'tanpa makanan' dari

pembicaraan kerumunan itu. Wei WuXian, "Jiang Cheng, ada daging panggang di sini. Kau mau makan?" Jiang Cheng, "Enyahlah! Kau memang tidak pernah kapok! Memangnya kaupikir situasi macam apa ini? Kau tidak tahu betapa ingin aku menjahit mulutmu itu." Mata beriris terang Lan WangJi menatap mereka. Kemudian lekas beralih ke MianMian yang mengikuti dari belakang, tidak tahu mesti berbuat apa. Air mata masih membasahi wajah gadis itu selagi terusterusan terisak. Tangan mencengkeram jubahnya sembari berkata, 'Maafkan aku maafkan aku maafkan aku' lagi dan lagi. Wei WuXian menyumbat telinganya, "Hei, berhenti menangis, ya? Aku yang dibakar, bukan kau. Jangan bilang kau ingin aku menghiburmu? Bagaimana kalau kau saja yang menghiburku? Oke, cukup, Jiang Cheng, berhenti menggendongku. Kakiku kan tidak patah." Gadis-gadis mengelilingi MianMian dan mulai tersedu-sedan bersama. Pandangan Lan WangJi teralih saat dia berbalik ingin pergi. Jiang Cheng, "Lan Gongzi, kau mau ke mana? Makhluk buas itu masih menunggu di dalam telaga." Lan WangJi, "Kembali ke telaga. Ada jalan keluarnya."

Para pemuda terhenti mendengar kata 'ada jalan keluar', bahkan suara tangis pun reda. Wei WuXian, "Bagaimana?" Lan WangJi, "Ada dedaunan di dalam kolam." Meski kalimatnya terdengar aneh, Wei WuXian langsung mengerti. Memang ada sedikit dedaunan di atas permukaan kolam. Namun di dalam gua ini tidak ada satu pun pohon maple maupun jejak-jejak peradaban manusia. Di dekat jalan masuk pun hanya ada pohon beringin. Meski begitu, daun maple ini masih semerah api, masih segar. Saat mendaki gunung tadi, mereka juga menjumpai dedaunan yang hanyut terbawa air sungai. Jiang Cheng juga menyadarinya, "Di bagian dasar kolam sepertinya ada lubang yang terhubung dengan air di luar sana. Pasti itu yang menghanyutkan daun-daun maple di hutan dekat sungai. Seseorang berujar takut, "Tapi... bagaimana kita bisa tahu kalau lubangnya cukup besar untuk dilewati orang? Kalau ternyata terlalu kecil bagaimana?" Jin ZiXuan mengerutkan kening, "Dan makhluk buas itu masih terus mengintai dari dalam kolam." Wei WuXian menyingkap kelepak jubahnya, satu tangan mengipasi luka di balik pakaiannya, "Kalau ada harapan, sebaiknya kita bergerak. Apa pun itu, masih lebih baik daripada menunggu orangtua kita datang

ke sini dan tidak melakukan apa-apa. Memangnya kenapa kalau makhluk itu masih mengawasi dari kolam? Kita hanya perlu memancingnya supaya keluar."

[Kelepak: (lapels) Lipatan pakaian pada bagian dada/kerah.]

Setelah saling diskusi, sekelompok pemuda itu pergi ke tempat mereka datang tadi. Mereka bersembunyi di dalam gua dan diam-diam mengintip entitas itu. Sebagian besar tubuhnya tenggelam di air kolam. Tubuh panjang mirip ular itu terjulur dari cangkangnya dengan rahang terbuka, perlahan mengapit mayat di antara giginya sebelum tertarik masuk kembali dan menyeret mayat itu ke dalam cangkang gelapnya yang mirip kastil. Seolah makhluk itu ingin menikmati buruannya di dalam sana. Wei WuXian melempar lenteranya hingga membentur salah satu sudut gua. Suaranya begitu nyaring di tengah keheningan bawah tanah ini. Kepala makhluk itu langsung muncul dari sela cangkangnya. Pupil

tipisnya memantulkan cahaya dari kobaran lentera. Secara insting tertarik pada benda yang memancarkan panas dan cahaya, dan perlahan menjulurkan lehernya. Di belakangnya, Jiang Cheng menyelam ke dalam air tanpa suara. Sekte YunmengJiang tinggal berdekatan dengan air. Kemampuan berenang semua muridnya pun jelas mengesankan. Begitu Jiang Cheng menyelam masuk, riak airnya langsung menghilang. Permukaan airnya tidak terlalu bergejolak. Semua orang memelototi permukaan air dan sesekali melirik makhluk itu. Melihat kepala hitam dan besar itu bergerak mengitari lentera dengan ragu, entah berdebat ingin mendekat atau tidak, benak setiap orang pun menegang. Tahu-tahu makhluk itu mendekatkan hidungnya ke kobaran api seolah memutuskan untuk mencicipi benda bercahaya itu. Namun nyala api dari lentera malah membakar hidungnya. Leher makhluk buas itu langsung menyusut. Dua aliran uap air menyembur dari lubang hidungnya yang marah, membuat nyala lentera langsung padam. Jiang Cheng kebetulan sudah mentas dari dalam air dan menghirup napas dalam-dalam. Merasakan ada sesuatu yang menyusup ke teritorinya, makhluk itu meliukkan kepala dan menyerbu ke arah Jiang Cheng.

Wei WuXian menyadari situasinya dan segera menggigit jari dan menggambar coretan tak terbaca di telapak tangan. Dia mengeluyur keluar dari lubang persembunyian dan membenturkan telapak tangan ke tanah. Begitu tangannya terangkat, kobaran api setinggi orang dewasa muncul dari tanah! Terkejut, makhluk itu berbalik dan memandangnya. Jiang Cheng memanfaatkan kesempatan itu untuk memanjat ke tepi kolam dan berteriak, "Ada lubang di dasar kolam, tidak terlalu sempit!" Wei WuXian, "Tidak terlalu sempit bagaimana?" Jiang Cheng, "Sekitar enam orang bisa lewat sekaligus!" Wei WuXian berteriak, "Semuanya, dengarkan aku. Ikuti Jiang Cheng dan berenanglah ke lubang di dalam air. Yang tidak terluka, perhatikan yang terluka. Yang bisa berenang, perhatikan yang tidak bisa. Sekitar enam orang bisa lewat sekaligus, jadi tidak ada yang boleh berdesakan. Sekarang pergi!" Begitu selesai bicara, kobaran api mulai meredup. Wei WuXian melangkah mundur ke arah lain sejauh sepuluh langkah, lalu membenturkan telapak tangan ke tanah lagi untuk membuat kobaran api baru. Mata keemasan makhluk itu berkilat merah oleh nyala api. Makhluk itu marah. Tubuhnya bergerak dan memanjat ke arah kobaran api, menyeret gunungan mayat hingga terangkat. Jiang Cheng membersut marah, "Apa yang kaulakukan?!"

Wei WuXian, "Apa yang kau lakukan?! Arahkan mereka sekarang juga!" Dia sudah berhasil memancing makhluk itu keluar dari air menuju ke tepian telaga. Kalau tidak pergi sekarang, apa lagi yang mereka tunggu? Jiang Cheng mengertakkan gigi, "Semuanya, kemarilah. Yang bisa berenang, berdiri di sebelah kiri; yang tidak bisa, berdiri di sisi kanan!" Wei WuXian memeriksa wilayah gua selagi bergerak mundur bersama kobaran apinya. Mendadak rasa sakit menyeruak di lengannya. Dia menunduk dan melihat dirinya terkena tembakan panah. Ternyata murid Sekte Lan yang dipelototi Lan WangJi tadi mengambil busur yang ditinggalkan Sekte Wen dan berniat memanah makhluk buas itu. Namun, barangkali dia menyadari betapa gesitnya makhluk itu sehingga tangannya meleset dan anak panahnya melenceng dari sasaran, malah mengenai Wei WuXian. Wei WuXian tidak punya waktu untuk menarik anak panah itu. Dia membenturkan telapak tangan ke tanah lagi, baru mengumpat setelah nyala apinya berkobar, "Mundur! Jangan merepotkanku!" Murid tadi sebenarnya ingin membidik titik vital makhluk itu dalam sekali panah supaya bisa memperbaiki citra dirinya yang tadi hilang. Namun dia sama sekali tidak menyangka akan jadi seperti ini. Wajahnya kian memucat, lalu dia melempar tubuhnya sendiri ke dalam air dan berenang pergi secepat mungkin. Jiang Cheng mendesak Wei WuXian, "Cepat ke sini!"

Wei WuXian, "Ya!" Jiang Cheng masih harus mengurusi tiga murid yang tidak bisa berenang. Saat ini bisa dibilang gelombang terakhir. Dia tahu mereka tidak bisa terus menunggu dan harus segera menyelam ke dalam air tanpa Wei WuXian. Wei WuXian baru sadar setelah dia menarik anak panah itu dari tangannya, Oh tidak! Bau darah memancing makhluk buas itu. Mendadak lehernya memanjang cepat dan rahangnya terbuka lebar! Sebelum Wei WuXian sempat memikirkan harus berbuat apa, tubuhnya limbung ketika seseorang mendorongnya ke samping. Ternyata Lan WangJi yang mendorongnya. Rahang makhluk buas itu mengatup, menggigit kakinya. Hanya melihatnya saja membuat kaki kiri Wei WuXian terasa sakit. Wajah Lan WangJi masih datar dan keningnya hanya berkerut samar. Setelah itu, tubuhnya langsung diseret pergi! Dilihat dari ukuran dan kekuatannya menggigit, makhluk buas itu bisa saja mengoyak tubuh manusia jadi dua dengan mudah. Untung saja sepertinya makhluk itu tidak suka benda yang rusak. Setelah menggigit orang, tubuhnya akan menyusut kembali ke dalam cangkang sehingga bisa melahapnya secara perlahan, tidak peduli yang dibawanya sudah mati atau masih hidup. Andaikan kekuatan rahangnya lebih kuat, kaki

Lan WangJi pasti sudah patah. Cangkangnya teramat keras dan tak tertembus pedang mana pun. Kalau Lan WangJi terseret masuk, rasanya mustahil bisa keluar lagi! Wei WuXian berlari kencang. Begitu kepala makhluk itu nyaris menyelinap masuk ke dalam cangkang, dia melontar tubuhnya sendiri dan menempel ke salah satu gigi atasnya. Kekuatan Wei WuXian tidak akan pernah menyaingi kekuatan monster itu. Namun di tengah situasi hidup dan mati seperti ini, tibatiba saja kekuatan manusia super serasa meledak dalam dirinya. Kakinya berpijak kuat di cangkang makhluk itu sementara kedua tangannya kukuh berpegangan pada taringnya tanpa mempedulikan hal lain. Seperti semacam tusukan, dia menempatkan tubuhnya untuk menghalangi jalur, mencegah makhluk itu sepenuhnya masuk ke dalam cangkang dan melahap buruannya. Lan WangJi tidak menyangka dirinya bisa berada di keadaan seperti ini. Dia benar-benar syok. Wei WuXian takut makhluk itu akan mengamuk, entah memakan mereka hidup-hidup atau menggigit kaki Lan WangJi sampai putus. Tangan kanannya terus berpegangan pada taring atasnya selagi tangan kiri mencengkeram taring bawah. Kedua tangannya mendorong ke arah berlawanan secara bersamaan, mendesak seluruh tenaga ke lengannya seolah hidupnya hanya bergantung pada hal itu. Urat nadi di dahinya menonjol jelas seolah terancam meledak. Wajahnya semerah darah.

Dua baris taring itu sudah menusuk begitu dalam di darah dan tulang Lan WangJi. Namun rahangnya benar-benar mulai terbuka perlahan! Rahang makhluk itu tidak bisa lagi menggigit buruannya. Lan WangJi jatuh ke telaga. Melihat lelaki itu sudah aman sekarang, kekuatan bak dewa milik Wei WuXian langsung menghilang. Dia tak bisa lagi menahan rahang itu, maka segera dia lepaskan. Taring-taring yang menonjol dari kedua barisnya saling menggigit, menghasilkan suara bergema yang sekeras rekahan batu besar! Wei WuXian juga ikut jatuh ke telaga, tercebur di sebelah Lan WangJi. Dengan sekali putar, dia memposisikan diri membawa Lan WangJi dengan satu tangan sembari berenang dengan tangan yang lain. Dalam sekejap, dia menempuh jarak beberapa meter ke depan, menciptakan gelombang besar dan panjang yang beriak di dalam kolam itu. Bergulung di tepian telaga, dia melontarkan tubuh Lan WangJi ke punggungnya dan segera berlari. Lan WangJi berteriak, "Kau?" Wei WuXian, "Iya, ini aku! Kau terkejut karena senang?" Lan WangJi terguncang-guncang di punggungnya. Entah bagaimana suaranya jadi naik turun dan sarat emosi, "Mana mungkin ini menyenangkan?! Turunkan aku!"

Mulut Wei WuXian menolak diam walau dirinya sekarang tengah berlari menyelamatkan diri, "Kalau kau kuturunkan, bukankah itu akan membuatku kehilangan muka?" Raungan makhluk buas di belakang bergemuruh di telinga dan dada mereka, darah serasa melesak naik ke tenggorokan. Wei WuXian bergegas menutup mulut supaya bisa fokus melarikan diri. Agar tidak bisa tertangkap makhluk itu, dia sengaja memilih menunduk-nunduk di antara lubang kecil yang tidak bisa dilewati cangkang kura-kura itu. Tanpa jeda dan istirahat. Dia sendiri bahkan tidak tahu sudah berapa lama dia berlari. Sampai akhirnya langkahnya melambat setelah raungan itu tidak terdengar lagi. Kewaspadaannya menurun begitu kecepatan kakinya melambat. Wei WuXian bisa mencium aroma darah terasa di belakang punggungnya. Tangan kanannya berlumuran warna merah yang basah. Wei WuXian, Oh tidak, luka Lan Zhan memburuk lagi.

THE GRANDMASTER OF DEMONIC CULTIVATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang