28. Sempurna

158 6 0
                                    

Saat pintu kamar Dara terbuka, masuklah Mbak Dian dengan membawa dua pengikut di belakangnya. Yang membuat kaget, salah satunya adalah cowok yang sangat ia kenal.

Dara melompat ke belakang beberapa langkah. Matanya melebar dan mulutnya ikut menganga.

"Doni?" seru Dara sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah cowok tersebut.

"Lho, kalian udah pada kenal?" tanya Mbak Dian sembari mengeluarkan peralatannya dibantu oleh seorang cewek bernama Tari.

"Eee, kami pernah kenal, Mbak," jawab Dara, masih bingung atas kedatangan Doni.

"Jadi rambut lo masih mirip singa kayak dulu?" celetuk Doni dengan pandangan mencemooh.

Dara tertawa garing. Emang rambutnya akan gampang mengembang jika terkena air, apalagi setelah Dara tadi habis keramas. Rambutnya bakal mencuat ke mana-mana.

Ia ingin percaya diri seperti biasa, tetapi tiba-tiba kepercayaan dirinya makin mengempis. Ada rasa malu dan juga sakit hati ketika cowok di depannya mengatakan itu.

"Oh, jadi Dara yang lo maksud dulu itu ... anaknya Bu Nita? Dara yang ini? Cewek lo, kan?" Pertanyaan beruntun Mbak Dian menjadikan Dara makin menciut.

"Udah nggak lagi," sahut Dino, dingin dan tajam. "Cantikan cewek gue sekarang, rambutnya juga bagus." Ejekannya makin nggak terkontrol.

Dara melotot. "Hellooo, kalo mau nyanjung pacar lo sekarang, gue nggak peduli. Kasihan banget cewek lo, dapat wabah kayak lo," ucap Dara, emosinya mulai meluap.

Ini cowok emang mantan terkampret. Meski wajahnya lumayan ganteng dan cukup dewasa, tapi dari dulu yang jadi permasalahan selalu soal rambut Dara. Nih cowok emang suka banget sama cewek berambut lurus. Awal kenalan dulu—tepatnya setahun yang lalu—Dara jalan-jalan dengan rambut habis dicatok dan nyantol sama Doni yang saat ini udah kuliah di tahun kedua.

Tapi naas, beberapa bulan setelah pacaran saat mereka jalan berdua, hujan mengguyur dan mengenai rambut Dara. Nggak ada beberapa menit dengan ajaibnya rambut Dara berubah seperti kribo di saat yang tidak tepat sama sekali. Otomatis si Doni melongo dan syok.

"Nggak nyadar juga, siapa yang wabah di sini?" ujar Doni sambil menaikkan satu alisnya. "Lo tuh cuma gue jadikan bahan taruhan sama temen bule gue waktu itu."

"Maka dari itu yang harusnya disebut wabah siapa, hah?" Dara makin maju, emosi dan kesedihan bercampur jadi satu. "Yang nggak punya perasaan tuh siapa? Gue atau lo?!"

Fakta yang nggak pernah Dara lupakan!

Selain karena ketidaksukaannya pada rambut Dara, tuh cowok juga membongkar kelakuan jahatnya sendiri hanya karena ingin putus dengannya. Mengatakan bahwa temannya yang dari Amerika sangat menyukai Dara. Terpesona akan kulitnya yang eksotis dan wajah manisnya. Cuma untuk membuktikan dirinya lebih hebat dari temannya, dia bertaruh bahwa ia bisa membuat Dara menjadi pacarnya saat itu juga.

Menyaksikan pertikaian mereka berdua, Tari mengkeret di sudut meja dan segera merapat ke Mbak Dian. "Gimana nih, Mbak? Kalo dibiarin entar tambah parah," bisiknya.

"Kenapa diam? Dan lo ngapain di rumah gue?" Rasanya Dara ingin mencabik-cabik tuh cowok.

"Kalo bukan karena dipaksa, gue juga nggak mau ke sini," balasnya sesudah terdiam akan ucapan Dara sebelumnya.

"Siapa yang maksa lo? Bilang! Gue nggak butuh lo di sini." Amarah Dara masih mendidih.

Dia selalu benci saat ada cowok yang berpura-pura suka padanya dan nggak mau menerima kekurangannya.

Mbak Dian yang melihat keadaan makin memanas, buru-buru maju mencoba melerai. "Dara tenang dulu, ya."

Tatapan Dara masih belum berubah, masih menatap tajam ke arah Doni. "Lo cowok, keluar dari kamar gue!"

Cewek Agresif VS Cowok PolosWhere stories live. Discover now