Mimik mukanya kontan berubah. Ia menggertakkan gigi, lantas menarik langkah dan bergegas mendatangi Devita.
Sebelumnya ia berkata pada Rian. "Gue mohon lo di sini aja, ya, Yan."
"Emang ada apa, Nez?" tanya Rian dengan raut bingung.
"Pokoknya lo tetep di sini, jangan ikut gue."
Tanpa menunggu jawaban Rian, ia langsung mengambil langkah. Berjalan secepat mungkin dan berhenti tepat di depan mamanya. "Maksud mama apa ngikutin aku sama Rian?"
Devita menarik tangan Reyhan agak mendekat. "Kata siapa mama ngikutin kalian, mama ke sini mau ke mini market kok."
"Udahlah, Ma, jangan berkilah. Aku tau mama sengaja, kan?"
"Nggak, Nez. Mama itu cuma mau beli susu bubuk buat Reyhan. Ya, kan, Sayang?"
Reyhan yang nggak tahu apa-apa hanya mendongak ke arah mamanya, mengerjapkan mata polos sambil memakan cokelat di tangannya.
"Setauku susunya Reyhan baru beli dua hari yang lalu. Nggak mungkin secepat itu habis," sahut Inez sembari melipat kedua tangan di depan dada.
"Oh, baru beli, ya?" Devita kelabakan dan mencari ide lain. "Ya, udah, kalau gitu mama beli yang lain saja. Tadi emang mama mau sekalian beli pelembap. Habis punya mama, Nez." Wajah yang mula tegang kembali menampilkan senyuman khas.
"Mama pikir aku nggak tau apa yang ada di pikiran mama sekarang?"
"Emangnya menurut kamu mama lagi mikirin apa?"
Kedua tangan Inez terangkat ke sisi kepalanya, memejamkan matanya sesaat, seakan ia berusaha mati-matian menahan amarah. "Gini, ya, Ma, aku udah hafal banget tabiat mama, dan kali ini Inez mohon jangan bikin malu aku lagi."
"Mama bikin kamu malu apa sih, Nez? Mama juga nggak ngapa-ngapain kok. Makanya jangan berpikiran buruk terus sama mama." Tatapannya kalem, suaranya terdengar lembut dan sabar.
Berbanding terbalik dengan Inez, ia mengentakkan kakinya kesal. "Terserah mama. Tapi yang pasti kali ini aku nggak akan bikin rencana mama berhasil. Aku nggak bakal biarin mama manfaatin Rian."
Selepasnya Inez berbalik dengan kedua tangan terkepal erat.
Mamanya menganga sekaligus terkejut mendapati respons Inez. Baru kali ini ia melihat putrinya begitu kukuh membela seorang cowok di depannya. Biasanya meskipun Inez tampak keberatan, ia akan tetap diam dan kebanyakan mengalah. Malah terkadang mengambil sikap masa bodoh. Nah, sedangkan ini?
Woww! Ini benar-benar di luar perkiraan.
Apakah putrinya kali ini mempunyai perasaan berbeda dengan cowok yang bernama Rian, yang pastinya lebih istimewa daripada cowok-cowok sebelumnya?
Mata Devita sontak berkelap-kelip, ada berbagai macam makna di sana. Dari rasa bahagia sekaligus dipenuhi siasat begitu melihat pemandangan di hadapannya.
Ya, di depan Inez, wanita paruh baya itu bisa menunjukkan senyuman manis dengan wajah keibuannya. Diam-diam sejak tadi ia juga mengamati penampilan Rian yang masih berdiri di luar, lalu berganti ke arah bodi mobil.
Mobil mewah itu. Ia tahu merk apa dan nggak akan ada sembarang orang yang mampu membelinya. Jelas pria tampan yang dekat dengan anaknya itu dari golongan keluarga kaya raya.
Bayangan hidupnya yang glamor dulu kembali menyerbunya. Ia yakin sebentar lagi keadaannya akan segera berubah.
Mata beliau tiba-tiba berbinar, diselimuti oleh khayalan-khayalan yang membuatnya terhanyut oleh keindahan dan kemewahan yang ia ciptakan sendiri.
Sementara Inez pergi dengan membawa emosi membara. Dadanya bergemuruh. Emosi dan rasa malu bercampur menjadi satu. Ia selama ini terus aja berusaha menahan emosi demi sang papa. Tetapi apakah ia yang harus selalu mengalah dan selalu bersikap seolah itu hal wajar?
Tidak.
Iya tidak ingin kehidupannya dikendalikan mamanya. Ia tidak mau mengikuti keinginan Devita hanya karena beliau beralaskan demi kebahagiaan anak.
Udah cukup! Ia tidak mau dianggap materialistis lagi. Walaupun selama ini ia berhubungan dengan pria lain berdasarkan kepercayaannya bahwa pasti ada rasa tulus dari mereka untuk bersamanya, tetapi tetap aja begitu mereka tahu masa lalunya, mereka langsung akan menjauh dan jijik bahkan keluarga sang pria akan memberikan alasan materialistis meski itu ditujukan pada mamanya.
"Lo nggak apa-apa, Nez?" tanya Rian tampak cemas tatkala melihat cewek itu langsung masuk ke dalam mobil. Tatapannya berpindah ke arah lain. "Itu ... nyokap lo, kan?"
"Iya." Inez yang saat itu masih menekan amarahnya, hanya menjawab datar. "Biarkan aja."
"Lo—"
"Bisa berangkat sekarang, Yan?" sela perempuan itu dari dalam mobil yang kacanya terbuka sebagian.
"Beneran nggak mau ngobrol baik-baik dulu sama beliau?" Rian tahu mereka sedang memperdebatkan sesuatu, ya walaupun ia nggak tahu tentang apa.
Pria itu sedari tadi hanya berdiri di samping mobil sambil bengong dan memperhatikan dari kejauhan tanpa bisa mendengar pembicaraan mereka sedikit pun.
"Jadi antar gue nggak? Kalo nggak jadi nggak apa-apa, gue bisa naik angkot sendiri." Inez seolah akan kehabisan kesabaran, ia bahkan kini mendorong pintu mobil berniat turun.
"Eh, jangan," seru Rian seraya menahan pintu mobil. "Oke, oke, kita berangkat sekarang."
Rian kalang kabut. Meskipun ia dibuat bingung akan tindakan Inez, tetapi ia tidak punya pilihan lain selain menuruti kemauannya. Tapi sebelum itu ia juga sempat mengangguk hormat ke arah Devita hanya sekadar untuk berpamitan, lalu buru-buru jalan memutar, duduk di balik kemudi dan kembali fokus menjalankan mobilnya meskipun beberapa kali ia sempat melihat Devita dan Reyhan melalui kaca spion.
...................***.........................

YOU ARE READING
Cewek Agresif VS Cowok Polos
HumorJangan lupa follow dulu ya. SPIN OFF FREL. Dara itu ... miss alay yang super lebay, ratunya drama, narsis, berisiknya ngalahin mesin diesel, nggak tahu malu, dan PD-nya di atas rata-rata kecuali sama warna kulitnya. Dia anaknya juga nekat, suka bang...