Part 44

8 2 0
                                    

Happy Reading💙
.
.
.
.
.

Di depan gerbang SMA Cakrawala, tiga gadis cantik sedang menunggu jemputan untuk pulang. Ketika mereka sedang asyik bercengkrama, tiba-tiba ada pengendara bermotor yang baru keluar dari gerbang.

Orang itu membuka helm fullface-nya."Hi, Hujan!"

"Mana hujan, Kak? Orang cuaca panas gini," ujar Tasya sambil menatap ke langit dan mengulurkan tangan untuk mengecek ada tetesan air atau tidak.

"Ini, yang lagi sama kalian." Orang yang tak lain adalah Satya kini menunjuk Raina.

Hal itu membuat Tasya dan Syila menoleh ke arah Raina.

Setelah beberapa minggu dekat, Satya jadi memanggil Raina dengan sebutan 'Hujan'.

"Kalau kelamaan sama dia 'kan gak bakal sakit, paling juga jatuh cinta," kekeh Satya.

"Slebew!"

"Pepet terus, jangan sampe lolos!"

"Kalian, apaan sih?" Raina tersipu malu.

"Udahlah, Na! Sama yang ini aja, daripada yang itu ... hobinya nyakitin mulu!" seru Syila.

Seketika tatap Raina berubah menjadi sendu, dia tahu sosok yang dimaksud Syila itu siapa. Gibran. Orang yang beberapa minggu ini, bahkan tadi berhasil mengobrak-abrik hatinya. Tasya yang menyadari ekspresi Raina, langsung mencubit lengan Syila.

"Aww ... lo kenapa, Sya? Pengen kue cubit? Beli, bukan malah nyub ...."

Syila tidak melanjutkan ucapannya ketika diberi pelototan oleh Tasya. Kemudian, Tasya memberikan kode lewat matanya yang melirik Raina sekilas untuk alasan dirinya mencubit Syila.

"Btw, Kak Satya pulang sendirian? Kak Rafael sama Kak Arya ke mana?" Syila yang merasa tidak enak, akhirnya mengalihkan pembicaraan.

"Mereka udah pulang duluan, gue ke sini mau jemput Hujan," sahutnya.

"Emang kalian mau ke mana?" tanya Tasya penasaran.

"KUA."

Jawaban dari Satya berhasil membuat ketiga gadis itu melotot.

"Yang bener, Na? Lo kok gak bilang-bilang? Kita masih kelas sebelas loh. Sayang ... satu tahun lagi kita dapet ijazah," cerocos Tasya.

"Apaan sih, Sya? Kak Satya cuma bercanda. Gue juga tahu, masa depan gue masih panjang. Belum kepikiran buat nikah muda," ungkap Raina.

"Beneran kok, Sya. Gue sama Hujan entar mau nikah," timpal Satya.

"Eh, enggak. Kak Satya, jangan asal ngomong, ya!"

Raina terlihat kesal dan itu membuat Satya senang. Raina yang terlihat jarang marah, ketika marah malah terlihat lebih imut. Itulah yang membuat Satya memancing amarah Raina.

"Iya, Hujan. Kan kata gue 'entar', bisa udah lulus SMA, kuliah, atau besok gitu," kekeh Satya.

Satya langsung mendapat pelototan dari Raina.

"Iya-iya, bercanda. Jangan ngambek gitu dong, nanti yang lain pada insecure karena Hujan kelewatan cantiknya!" goda Satya.

"Yang lagi kasmaran mah gini, serasa dunia milik berdua. Yang lain mah ngontrak," sindir Tasya sambil mengibas-ngibas rambut dan menatap ke arah lain.

"Iri? Bilang sama Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, biar dicariin jodoh! Kek lirik lagu band Wali," ujar Satya.

"Udah ah, Kak. Jadi, gak ke Gramedia nya?" tanya Raina.

Looking For True Love(Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang