05

2.7K 131 8
                                    







Ashlyn terlihat ragu. Tapi pada akhirnya ia memberanikan dirinya mendekat. Gadis itu berlutut perlahan untuk mensejajarkan tinggi tubuhnya. Mata biru itu masih menyorotnya tajam, seakan ingin mengulitinya.

Ashlyn tersenyum kecil. "Aku akan memeriksamu sebenar." Tangan Ashlyn terulur menyentuh dada pria itu. Sebuah lingkaran sihir muncul. Tapi belum sempat Ashlyn memeriksanya, pria itu menggeram dan tiba-tiba bergerak. Sontak Ashlyn langsung menjauhkan tangannya dan menutup dirinya dengan tangan, ia takut pria itu menyerangnya.

"Aarrkkkk..hhhh.." pria itu berteriak dengan nafas yang mulai terengah. Ia memajukan kepalanya, mengendus tangan Ashlyn. Pria itu ingin lebih mendekat, tapi rantai di lehernya menahannya untuk mendekat.

Ashlyn yang mendapat kesadarannya langsung mundur beberapa langkah. Ia takut. Ada apa dengan pria itu?

"Apakah kau mendapatkan sesuatu?" Sham yang sedari tadi mengamati pun bersuara.

"A-aku belum memeriksanya."

"Beberapa jam lalu aku sudah memberinya penenang, dia tak akan menyakitimu. Jika itu terjadi aku akan langsung bertindak."

Ashlyn menelan salivanya. Ia masih takut, tapi ia kembali memberanikan diri mendekat. Entah kenapa tangannya malah menyentuh kepala pria itu dan mengelusnya pelan, berusaha menenangkannya. Ini adalah hal yang selalu Ashlyn lalukan pada hewan-hewan yang mengamuk di laboratlrium.

"Aku tidak akan menyakitimu." Ashlyn tersenyum lembut, melihat nafas pria itu menjadi lebih tenang.

Pria itu memejamkan matanya dan tangan Ashlyn turun membelai pipi pria itu. Dia terlihat nyaman dengan tangan Ashlyn, dan itu membuat Sham terkejut. Sudah setahun ia menanganinya, tapi dia tak pernah melihat sosok itu menjadi setenang ini.

Tangan kiri Ashlyn yang menyentuh dada pria itu sembari tangan kananya masih terus membelai wajahnya. Ashlyn memejamkan matanya, mencoba masuk dan memeriksa ke dalam diri pria itu.

"Bunuh!" "Balaskan dendam!" "Mati!" "Kalian harus mati!" "Ayo bunuh!"

Nafas Ashlyn terengah. Ia membuka matanya dan menjauhan kedua tangannya dengan cepat. Apa itu? Ia seakan melihat banyak bayangan hitam yang berteriak.

Mata pria itu kembali terbuka karena Ashlyn menjauhkan tangannya. Ia meraih tangan kanan Ashlyn dan membawanya kembali untuk menyentuh pipinya. Pria itu memejamkan matanya. Ia mengendus tangan Ashlyn dan tiba-tiba menciuminya.

"Akkkk.." Ashlyn terkejut dan kembali menarik tangannya.

Ashlyn memperhatikan pria yang hanya menggunakan celana pendek itu dalam diam. Tubuh pucat dan rambut silvernya seakan ia pernah melihatnya. Tiba-tiba ia teringat pada sosok di dalam tabung yang ada di dengah ruang penelitian ayahnya.

Jantung Ashlyn berdegup dengan cepat. Memorinya terputar ketika mengingat ayahnya pernah berdiri di depan tabung eksperimennya. Itu adalah tabung terakhir yang ayahnya pecahkan.

Kedua tangan gemetar Ashlyn dengan ragu mengulur dan menangkup wajah pria itu. Mata pria itu kembali terpejam dan ia kembali mengendus tangan Ashlyn. Mata Ashlyn tiba-tiba berkaca-kaca dan air matanya menetes. Ia sedikit terisak.

"Kau tidak apa-apa?" Sham terlihat bingung kenapa Ashlyn tiba-tiba menangis. "Hei awas—" pria itu sudah akan merapal ya mantranya ketika tubuh pucat itu mendekatkan wajahnya pada Ashlyn dan menjilat air mata Ashlyn.

Mata berair Ashlyn bertemu dengan mata biru sedingin es itu. Pria itu terus menjilati bibir dan sudut mata Ashlyn, menghapus jejak air mata pada gadis itu.

"Apakah kau kesakitan?" Tanya Ashlyn dengan suara bergetar. Pria itu menyentuhkan hidungnya dengan lembut.

Ayah, kenapa kau menyitakan makhluk yang penuh kesakitan seperti ini? Kenapa selama ini para peneliti menutupinya? Apa motif mereka dan untuk apa? Rahasia apa yang sebenarnya ayahnya miliki?

"Aku akan meneruskan pemeriksaan." Kedua tangan Ashlyn turun menyentuh dada putih itu. Ia memejamkan matanya dan merasakan beberapa bayangan mengelilinginya.

"Dendam." "Bunuh!" "Merka tak bisa dimaafkan.." "Aku akan membunuhnya."

Ashlyn menguatkan dirinya dan masih terus memeriksanya. Ia harus fokus dan mengesampingkan suara-suatu tersebut. Ia sadar bahwa tubuh itu merupakan hasil eksperimen dan memiliki sel yang rumit. Struktur tulangnya pun juga berubah. Dan Ashlyn tau bahwa eksperimen seperti ini tidak hanya butuh satu atau dua tahun.

Fokus Ashlyn tiba-tiba terpecah ketia merasakan sesuatu yang basah mengenai bibirnya. Gadis itu membuka matanya dan melihat bagaimana pria di hadapannya itu menjilat bibirnya.

"Aaaaa.." Ashlyn menjauhkan tubuhnya dan Sham langsung merapalnya mantranya yang membuat borgol di leher pria itu menjadi berat hingga menekannya ke lantai.

"Ughh.." mata birunya menatap Sham dengan sangat tajam. Ia menggeram karena tubuhnya tak bisa digerakkan.

"Ayo kita keluar." Sham mengulurkan tangannya pada Ashlyn. Tapi mata gadis itu masih melihat tubuh yang sedang memberontak di lantai tersebut.

"Hentikan. Kau menyiksanya." Ashlyn meminta Sham untuk berhenti.

Pria itu membatalkan sihir dan Ashlyn kembali mendekat. Ia mengeluarkan sesuatu dari jas laboratoriumnya. Ini adalah satu-satunya hal berharga yang ia miliki.

Gadis itu memberikan botol kecil berisikan cairan biru yang terlihat bersinar. "Kau harus menghabiskannya dan kau akan merasa lebih baik." Ashlyn tersenyum sebelum keluar dari ruangan diikuti Sham yang kembali mengunci ruangan tersebut dengan segala segel.

Apakah dia tidak berlebihan? Pikir Ashlyn.

"Jadi apa yang kau dapatkan?" Tanya Sham, meminta hasil dari pemeriksaan.

"Sebelum itu, dari mana kau mendapatkannya?" Fakta lain bahwa salah satu eksperimen ayahnya ada di sini adalah sebuah misteri sendiri yang Ashlyn ingin ketahui.

"Aku tidak bisa mengatakannya."

"Tubuhnya seperti manusia normal, tapi selnya berbeda. Beberapa tulangnya juga tersusun ulang."

Sham menghela nafasnya. "Aku juga tau tentang itu. Tapi kenapa dia tak bisa berbicara?"

"Ah, mungkin sulut untuknya karena harus menerima kondisi tubuhnya saat ini. Apakah dia sering lepas kedali?"

"Ya, dua hari lalu dia lepas kendali." Sham tersenyum tipis. "Jika kau melihatnya, kau akan memaklumi kenapa aku mengurungnya seperti itu."

"Tapi sepertinya dia bisa diajak komunikasi.." gumam Ashlyn.

Sham membuka pintu menuju ruang utama, seperti sebelumnya di sana masih banyak orang yang berkumpul sembarti tertawa menikmati bir dan juga permainan kartu mereka. Beberapa terlihat tertawa lepas karena mendengar sesuatu yang lucu.

"Selamat datang di Guild Vapautta. Tempat bagi orang yang sedang mencari kebebasan."

Guild? Jadi ini meruapak sebuah serikat kerja. Apakah mereka bekerja dengan menjadi pembunuh bayaran dan menjual informasi.

"Sebelum itu, Jane bisakah kau membantunya bersih-bersih?" Sham berbicara pada wanita yang sedang mengelap gelas tersebut dengan sangat santai.

"Tentu saja." Wanita bernama Jane tersenyum dan membawa Ashlyn ke suatu tempat. "Kau pasti penyihir yang Diego bawa."

Ashlyn mengikuti Jane dengan tenang. Ia merasa tak ada niat jahat dari wanita tersebut. "Apakah aneh jika ada penyihir di sini?" Tanya Ashlyn yang sedari awal merasa sedikit tak nyaman karena membahas dirinya yang penyihir.

"Tentu saja. Kebanyakan penyihir adalah kalangan atas. Dan di sini kau bisa melihatnya sendiri, kebanyakan dari kami adalah rakyat biasa. Hanya ada tiga orang penyihir di sini, dan salah satunya adalah Sham yang bersamamu tadi." Jane menjelaskan panjang lebar. Ia membuka sebuah pintu kayu. "Kau bisa beristirahat dengan tenang di sini. Ada banyak kamar kosong, tapi tak banyak yang memiliki kamar mandi dalam."

"Terima kasih.."

Jane tersenyum. "Mandilah, aku akan mencarikan baju untukmu." Jane sudah akan pergi tapi dia kembali menoleh. "Dan jangan lupa kunci pintu saat malam. Karena ada banyak serigala buas di sini."

Serigala? Apakah guild juga memiliki kandang hewan seperti ruang penelitinya dulu?





:::





Bersambung...

DARKENEDWhere stories live. Discover now