#7 : Apa yang terlewatkan?

129 75 13
                                    


Jika ruang dan waktu bisa menghadirkan rindu.Biar ku pinta waktu untuk mencuri rindu mu. Dan membiarkan ruang mengembalikan kenangan. Agar semua tak hanya menjadi angan

°
°
°

Retta masih setia menatap langit-langit kamarnya. Mata sembabnya dipaksa untuk terus terbuka, meski rasanya semakin berat. Sepulang sekolah, ia kembali menangis. Tentu karena alasan dia cemburu, marah dan kecewa. Retta mencoba menggali kesadarannya, Marchel tidak seperti itu. Apapun yang Marchel lakukan saat ini bukan suatu kesalahan, hanya saja lagi-lagi tentang waktu.

Marchel telah kembali, ia dapat melihat kekasihnya lagi. Jelas suatu hal yang patut Retta syukuri. Tapi disisi lain, Retta merasa semakin tersiksa. Rasa rindu yang ingin segera bertemu, kini malah rasa kecewa yang bertamu. Doa-doa yang dulu selalu ia panjatkan pada Tuhan, benar dikabulkan. Ia bisa melihat Marchel kembali, tapi ia tersiksa jika ada dinding yang begitu kokoh membatasi mereka. Sulit bagi Retta untuk bertegur sapa dengan kekasihnya setelah melihat Marchel bersama gadis lain.

Entah menempati posisi sebagai apa gadis itu di kehidupan Marchel. Ia enggan mengakui bahwa, mereka lebih dari sekedar teman. Lantas pantas disebut apa hubungannya dengan Marchel? Bukankah Marchel masih kekasihnya? Lalu gadis itu?

Sebulan sudah berjalan seiring dengan rasa yang kian berkecamuk. Tanya yang selalu hadir berkali-kali menawarkan luka. Sejenak, ia ingin berhenti menerka semua hal buruk tentang Marchel. Namun kenyataan menjawab sudah keraguannya.

Entah untuk kesekian kalinya, selalu saja ia berharap untuk ada disisi Marchel. Karena harusnya memang Retta, kekasih Marchel. Bukan gadis lain yang kehadirannya menjadi tanya.

Berapa lama waktu yang telah terlewatkan? Apa yang selama ini telah terjadi pada Marchel, pada dirinya? Setelah malam itu, apa selanjutnya?

Bukankah mereka tetap sepasang kekasih meski jarak pernah memisahkan mereka? Mungkin banyak hal yang telah ia lewatkan selama Marchel dirawat di Singapura. Lalu siapa yang berbohong?

Saat hari dimana Marchel dipindahkan ke Singapura, benar-benar tidak ada interaksi yang terjalin antara Retta dan Marchel. Namun ia rutin menanyakan kabar Marchel lewat Ester, mama Marchel. Tidak ada yang aneh, Retta merasa bahwa tidak ada yang ia lewatkan. Kecuali... dua bulan setelah Marchel menjalani pengobatan di Singapura. Retta lost contact dengan Ester.

Sore itu, ia berniat menghubungi Ester namun tidak pernah bisa terhubung. Ia berpikir positif, mungkin saat itu Ester sedang sibuk atau barangkali Ester mengganti nomor teleponnya dengan kartu luar negeri. Dan hingga setibanya Marchel kembali menginjakkan kaki di SMA Nusantara satu bulan yang lalu, mereka tidak ada interaksi. Bahkan sampai saat ini.

Retta menghembuskan nafas dalam-dalam, ia menangkup wajahnya. Berusaha mengenyahkan semua hal yang ada dikepalanya.

"Retta?" Terdengar suara pintu diketuk dan suara Radit memanggilnya.

Retta membasahi tenggorokannya yang terasa kering setelah menangis. "Ya?"

"Makan dulu!"

"Nggak lapar," jawab Retta berbohong.

"Gue tungguin, di bawah."

Usai terdengar derap langkah Radit yang menjauh, Retta kembali menghembuskan nafas dalam. Ia harus segera turun jika tak mau Radit mengomel panjang lebar.

Hujan Kemarin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang