#10 : Dia lagi

43 25 14
                                    


Melihatmu dari kejauhan saja, aku bahagia.
_Lavanya Rettasya._

🌧️

🌧️

🌧️

Malam ini hujan kembali merintik dengan syahdu. Retta mengusap lengannya kala angin membelai lembut. Firasatnya benar, hujan turun malam ini. Retta sudah bersiap dengan mantelnya, tapi ia melupakan payungnya begitu pun ponselnya. Retta membuang napas dengan keras, jika sudah seperti ini tidak ada cara lain selain menunggu hujan reda.

Retta duduk di kursi yang tersedia di teras supermarket, ia meracik minuman yang baru saja ia beli. Cuaca begitu dingin namun tak membuat Retta berhenti untuk tidak meminum segelas kopi dingin. Karena bagi Retta segelas kopi dingin bisa sedikit menenangkan pikirannya yang kacau.

Sebenarnya tujuan Retta pergi ke supermarket tak lain dan tak bukan untuk membeli makanan instan. Sebab sejak ia kembali ke rumah, tidak ada sesuap makanan yang masuk ke perutnya.
Retta menghela napas berat, ada rasa yang turut hadir bergemuruh didadanya. Entah mengapa perihal Marchel semakin sering lintas dikepalanya. Segala hal tentang Marchel yang membuat hatinya memanas. Ternyata hal yang paling menyakitkan saat Retta mencintai seorang Marchel adalah ia bersama Marchel tapi ia merindukannya. Tak dipungkiri melihat Marchel dari jauh pun mampu membuat detak jantung Retta berdebar, Retta menyukai itu. Tapi hatinya selalu berharap agar ada interaksi yang tercipta antara dirinya dan Marchel. Atau bahkan sekadar senyuman yang Marchel beri untuk Retta, mungkin itu cukup.

Retta mengusap lengannya, ia bangun dari duduknya. Telapak tangannya menengadah, merasakan bulir-bulir hujan yang jatuh kemudian mengalir disela-sela jemarinya. Retta tersenyum kecil, rutukannya tadi seakan lenyap tergantikan oleh rasa syukur.

"Permisi?"

Retta menoleh, dahinya mengernyit menatap perempuan disampingnya. "Iya?"

"Maaf boleh minta tolong?"

Retta menarik tangannya yang masih saja menengadah. Kemudian menggeser tubuhnya lebih dekat dengan perempuan itu. Suara hujan membuat Retta harus menajamkan telinganya.

"Iya minta tolong apa ya?"

"Boleh tukar cash nggak? Langsung aku transfer kok," ujar gadis itu.

Retta mengerjapkan matanya, matanya mengoreksi penampilan perempuan yang sedang mengajaknya berbicara. Topi hitam, masker hitam dan Hoodie hitam kebesaran yang dipadukan dengan short pants yang sangat kontras dengan warna kulitnya. Bukannya menaruh curiga, Retta justru terpesona dengan perempuan itu.

"Maaf, boleh nggak ya? Gue tadi mau tarik tunai tapi lupa bawa kartu. Langsung gue transfer kok."

"Eh- em boleh kok! Mau tuker berapa?"

"Seratus ribu aja, ada kan?"

Retta mengangguk, lalu mengeluarkan uang dari dompetnya. "Ada kok!"

"Berapa nomor rekening kamu?" Tanya perempuan itu lalu membiarkan Retta mengetik dilayar handphonenya.

"Udah aku transfer ya, coba cek beneran udah masuk belum?"

Retta meraba-raba saku celananya, ia lupa tadi ia meninggalkan handphonenya di rumah. Sebenarnya tak masalah, toh perempuan disampingnya ini sudah menunjukkan bukti transfernya.

Hujan Kemarin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang