Never Mine

852 15 0
                                    

Bentala dan bumantara tak akan pernah menjadi amorfati.

Mereka aksa dan akan selamanya menjadi enigma.


Waktu berlalu begitu cepatnya. Ternyata hanya tahun yang berganti. Manusianya masih sama dengan kenangan masa lalu yang masih jadi pemenangnya. Dua tahun telah berlalu dengan kebersamaan kita. Satu tahun pertama adalah pendekatan yang begitu menyisakan banyak kenangan suka dan duka. Memberikan banyak cerita dan warna dalam kehidupan suram ku. Kamu begitu banyak memberikan arti kehidupan dalam diriku. Ketahuilah, sebelum sempat bersama mu, hidup ku benar-benar kelabu. Tidak hitam atau bahkan tidak putih. Berada diambang-ambang yang begitu membingungkan. Dan kamu hadir begitu saja memberikan warna.

Hari demi hari kita lalui dengan mengukir banyak kenangan. Tak banyak memang yang dilakukan, hanya jalan-jalan santai, duduk dan bercerita. Tentunya aku yang lebih mendominasi dalam memberikan kisah. Kamu hanya diam memperhatikan dengan sesekali menyanggah memberikan pendapat. Aku menikmati suasana dan keadaan yang tercipta diantara kita hingga tanpa sadar diriku nyaman dengan semua itu. Bagaimana tidak, disaat aku sedang dalam keadaan membutuhkan tempat berkeluh kesah, kamu bersamaku mendengarkan semua. Pada akhirnya ketika di pertemuan kita saat itu, aku mulai menyadari perasaan ku sendiri. Bahkan sebenarnya kamu pun ikut serta dalam menyadarkan hal tersebut.

Bertahun-tahun menjalani kesendirian membuatku sukar peka terhadap rasa. Cinta dan rindu hanya sebuah kata tanpa definisi bagiku. Kemudian kamu hadir memberikan definisi tersirat akan rindu. Kala itu ketika terbiasa bertemu dan berkomunikasi, tiba-tiba saja kamu sibuk dengan duniamu hingga abai terhadapku. Tidak bertemu dan sedikit berkomunikasi membuatku gelisah menimbulkan overthinking tak karuan. Karena tak bisa bercerita, aku sampai membuat surat yang aku tujukan untukmu. Lalu setelahnya di malam itu, kamu mengajakku untuk bertemu. Tentu saja aku senang bukan kepalang. Aku sampai mengatur kata-kata untuk dipertanyakan padamu. Dan ya, semua kata-kata yang sudah mati-matian ku olah, tak mampu terucap begitu saja. Wajahmu selalu mengalihkan semua pikiran. Terlampau menawan untuk di pandang. Mata biru dan hazel itu begitu teduh memancarkan kehangatan. Suara dan tawamu terdengar merdu memenuhi ruangan yang nampaknya sudah menjadi candu untuk didengar rungu kecil ku. Aku rela menjadi komika atau badut lucu hanya untuk mendengar tawamu itu. Jika ibarat kaset, akan ku putar puluhan bahkan ratusan atau jutaan kali. Aroma khas milik mu pun menguar mengisi ruangan dan paru-paru. Wangi yang tanpa sadar pun aku suka.

Memang dasar kamu cenayang atau sudah membaca surat yang aku kirimkan, dirimu sedikit menyiratkan kata-kata yang mampu membuat ku berkata, "Oh ini namanya rindu. Seperti ini rasanya merindukan seseorang." Lalu rindu itu terus menggerogoti diriku sampai ke dalam-dalam membuatku menggila. Tiap kali namamu disebut, jantung ku berdebar cepat. Menantikan notifikasi pesan darimu adalah hal yang selalu ku lakukan. Pun jumpa denganmu merupakan keinginan terbesarku setiap hari. Terasa ada yang kurang jika tidak bertemu.

"Katakan saja jika ingin bertemu. Kenapa susah sekali untuk mengungkapkannya?" Begitu kira-kira yang kamu ucapkan padaku hingga membuatku diam beberapa sekon untuk mengolah kalimat yang keluar dari bibir milikmu yang penuh sisa cerutu. Tidak tahu harus berkata apa. Apa aku boleh meminta hal itu? Terlihat egois ketika ia sedang sibuk atau lelah dan aku ingin bertemu.

Pertemuan selanjutnya, kamu memperlakukan aku begitu baiknya. Sampai aku tertegun berkali-kali tak menyangka. Apa benar ia adalah pria dingin yang aku jumpai? Perlakuannya begitu hangat. Apa boleh aku menyukainya? Rasanya seperti tak pantas. Kira-kira wanita seperti apa ya yang ia sukai? Aku sama sekali bukan tipenya. Jauh. Sangat jauh. Bergulat dengan pikiranku sendiri dengan wajah mu berada di depan mata sedang menjulurkan sesuap kudapan kesukaanku.

Sad EndingWhere stories live. Discover now