BAB 5: Flashback Sebelum ke Belitung

3 0 0
                                    


"Hati-hati ya, Pa."

Klik.

Suara manja Mama menggelegar di teras belakang.

Aku sejenak terpaku. Papa yang dahulu pernah membuatku ragu, kini berhasil merebut perhatian keluarga rapuh ini. Aku melanjutkan langkah. "Pagi-pagi kok sudah ganggu Papa kerja sih, Ma?" Duduk berdampingan dengan Mama.

Mama balas memandangku lekat-lekat. "Sayang. Orang yang ingin kita telepon sebelum tidur dan baru bangun adalah orang yang sangat kita cintai."

Oh pantes, wajah Mama kelihatan masih muka bantal, ups. Tetapi, kalimat Mama barusan mengalihkan pikiranku. Pantas saja setiap pagi dan mau tidur, aku ingin menelepon Jungkook, eh.

"Hei! Anak Mama kok bengong?" colekan Mama di lengan membuatku terbangun dari dunia halu k-pop. "Mikirin cowok ya?" godanya.

Aku menggeleng. Aku pun bergegas mengawali pembicaraan penting. "Papa kapan pulang, Ma?"

"Besok."

"Oh ya, Papa sudah kasih izin ke Delvy lho. Pasti Mama setuju dengan Papa kan?" Aku mulai menyindir inti pembahasan yang sebenarnya menjadi goal utama pembicaraan pagi ini.

Mama tak mengindahkan tanyaku. Sok sibuk mengotak-atik handphone-nya. Sejak kapan Mama bisa mengoprek ponsel? Mama hanya tahu cara menerima telepon, tinggal tekan tombol warna hijau. Hhhmmm... Aku mencium gelagat Mama yang berakting. Baiklah, genderang perang Mama versus anak sudah menggema.

Tenang, aku memiliki seribu amunisi untuk meluluhkan hati Mama. Pertama, merengek seperti bocah yang minta permen warna-warni, tapi aku adalah cewek 19 tahun bukan anak-anak. Mau ditaruh mana wajahku kalau ketahuan tetangga?!

Ganti rencana kedua, mogok makan sampai Mama setuju, tapi... bisa-bisa tubuh cekingku malah serupa model yang tersisa tulang dan aib saja, gagal nih program menggembungkan badan, hiks.

Ketiga, tampaknya ini yang paling manjur, gali kelemahan Mama dan bakal aku laporkan ke Papa. Aku pun menarik sudut bibir kiriku.

Mama memecah keheningan, "Pulsa dari Mama sudah sampai?"

Keningku berkerut sampai mirip aki-ninik saja. "Pulsa?"

Mama mengangguk.

Aku menggeleng bingung. Aku yakin banget seperti keyakinan-kalau-wajahku-kembar-sama-Jennie-BlackPink #minta ditoyor, yakin deh kemarin enggak minta pulsa. Padahal aku juga tidak pernah mengalami short-term-amnesia lho, eh, amit-amit jangan sampai.

"Gimana sih. Kamu SMS Mama, kata Lasmi isinya minta pulsa, ya Mama suruh beli di depan komplek," cerocos Mama.

Aku sangat percaya Lasmi, asisten rumah tangga yang sudah bekerja dua tahun belakang ini. Masalahnya, sejak kapan aku minta pulsa ke Mama? Lebih baik membeli sendiri. Di kampus berjibun mahasiswa berside job jual pulsa, bisa utang dahulu pula. Lagian, pulsaku masih delapan puluh ribuan, ehem, sok tajir nih. Jariku membuka folder message untuk melihat sejarah pesan singkat antara aku dengan Mama. Lagi-lagi hasilnya nihil. Aha! Aku menjentikkan jari. Memamerkan lengkungan bibir.

"Mama," panggilku lirih. Tak kuasa menahan senyum kemenangan.

Kedua alis Mama naik.

Aku menyondongkan kepala. "Mama pasti kena tipu lagi," tuduhku. Aku tidak kuasa menahan tersenyum. Tak sabar melihat Mama membentangkan bendera putih.

"Enggak." Jawaban yang santai.

"Mama. Delvy itu enggak pernah minta pulsa ke Mama. Lagian, pasti Mbak Lasmi kirim pulsanya bukan ke nomorku. Sekarang saja, pulsaku enggak bertambah," jelasku memancarkan mata berbinar.

Aku nyegir melihat kelakuan Mama. Maklum, ini bukan pertama kalinya Mama kena tipu dari SMS minta pulsa. Kayaknya ketiga kalinya, eh, keempat, oh no, kesembilan deh. Ah, sudahlah. Yang penting, aku sudah memiliki kartu as Mama, yippy.

"Kalau Papa tahu soal ini, bisa marah besar lho, Ma," tukasku dengan jemari membentuk bundaran besar imajiner, seolah mewakili besarnya amarah Papa. "Nanti bakal menggoncangkan seluruh isi rumah, guci-guci kesayangan Mama pecah, lampu kristal KW Mama meledak, hingga sofa-sofa yang jarang ketemu laundry ikutan robek." Mataku sampai membulat, peres sedikit di hadapan Mama bolehlah.

Tangan Mama bersedekap. "Mama bakal menangis kalau begitu," balas Mama santai. Menyandarkan punggung ke kursi.

Idih Mama! Enggak ada jaim-jaimnya ya sama anak. Mana mungkin Mama menggunakan trik milikku yang sudah terbukti berhasil buat meluluhkan hati Papa minggu lalu.

"Mama bakal menangis kencang, rumah jadi banjir, Papa hampir tenggelam, terus Mama bantu, akhirnya baikan deh," jelas Mama super percaya diri.

Hah?! Aku salut dengan imajinasi Mama. Khayalan Mama memang tingkat tinggi. Hhhmmm jadi tahu dari mana aku mendapatkan gen menghaluku itu.

Bahuku melorot. Untuk urusan lebay-melebay, Mama masih number one. "Boleh ya, Ma?" rengekku. Tahu begini, aku belajar make up horor berdarah biar bikin Mama luluh.

"Eh, kamu sudah putus sama Rangga kan?" Mama mengalihkan pembicaraan yang membuat hatiku kian bak berada di atas tungku membara!

"Sudah, seperti harapan Mama. Sekarang saatnya yang menuruti permintaan puteri Mama tercantik ini," desakku. Aku membiarkan mulutku membentuk kerucut lancip. Kalau dalam lima menit tidak berhasil, aku bersiap menangis ala petir fals. Biar tetangga tahu kalau tangisanku mirip suara rocker keselek kulit durian, sakiiit.

***

Rasanya bulu kudukku masih berdiri. Tak mengira aku menjadi salah satu pemenang utama lomba dari produk anak muda. Padahal berawal dari iseng-iseng. Hadiahnya liburan ke Belitung cuy! Aku sempat menilai telepon panitia adalah omong kosong, tapi ketika aku menilik website resminya...

1. Pemenang tulisan blog: Agnesia Bella

2. Pemenang pidato: Delvy Saputra

3. Pemenang desain logo: Sandy Yudha

Yeah! Namaku bertengger di nomor dua.

***

Mama tiba-tiba menyeletuk, "Boleh kok, tapi..."

Mataku membelalak.

Apa pun syaratnya, pasti aku lakukan. Aku menebak persyaratan dari Mama itu... jangan pernah mematikan handphone selama di Belitung, jadi Mama tetap bisa memantau aku dari jauh.

"Ajari Mama memakai eyeliner."

Oalah... Hal itu bagai menjentikkan jari. Mamaku memang unik! Tapi bagaimanapun juga, aku sayang Mama. Bergegas aku mengangguk lalu berlari ke kamar untuk packing, eh, maksudnya mengambil sepaket kosmetik buat menjadi instruktur eyeliner Mama. Uhuy!

SENIOR DINGIN TUKANG GHOSTINGWhere stories live. Discover now