BAB 10: Benci Sunset di Tanjung Tinggi

1 0 0
                                    

"Kak Bella turun duluan saja." Teriakanku pasti menembus pintu kamar mandi hotel.

"Oke. Jangan lama ya," balas Bella dari balik pintu.

Berkali-kali mataku membulat untuk memastikan kalau warna hitam eyeliner ini tidak melebar. Jangan sampai mataku serupa wajah horor. Lanjut ke bagian alis. Tercetus niat untuk mempertebal alis lurus tipisku. Sempat terpikir melakukan sulam alis saja, agar serupa dengan alis melengkung Mama. Ah, aku orangnya takut jarum, huh! Buang jauh-jauh rencana itu. Tidak biasanya aku sangat peduli dengan penampilan seperti saat ini. Seolah hendak... berkencan. Ah, tidak! Aku bergegas turun ke lobi.

"Hai," sapaku seraya melambaikan tangan. Aku tercengang karena semua tim sudah lengkap di lobi, termasuk Sandy. Tumben. "Mau kemana kita?" tanyaku pada Pemandu sembari melangkah ke mobil.

"Pantai Tanjung Tinggi."

"Kok enggak besok saja. Ini sudah sore banget?" tanyaku heran.

"Kita mau menikmati sunset di pinggir pantai, Delvy," jelas Bella. Bola matanya berputar.

Deg! Langkahku seketika terhenti. Aku harus cepat memutuskan akan mengikuti langkah mereka atau tidak. Kalau tidak, aku harus pakai alasan apa? Ayo dong otak, kasih jawaban nih.

"Delvy," panggil Bella.

Nanti kalau aku enggak ikut, mereka marah nggak ya? Sudah menungguku lama, eh, aku malah batal ikut. Apa nanti aku di mobil saja? pura-pura apa gitu kek. Aduh.

Bella kembali berteriak, "Delvy!"

Berat hati kuberlari kecil mendekati mobil. Selama di perjalanan, aku terus menggali alasan tepat untuk tak terjun ke pantai nanti. Terpaksa aku komat-kamit sendirian tanpa jelas. Hingga mendapati lirikan sinis dari Bella dan Sandy. Mungkin batin mereka mengira aku tidak lebih dari seorang dukun tengah mengulurkan mantra-mantra.

This is it! Pantai Tanjung Tinggi. Kami mendapatkan sambutan plakat yang menyatakan kalau tahun 2008 yang lalu, pernah menjadi tempat shooting sebuah film yang identik dengan Pulau Belitung ini.

"Di dalam, granitnya lebih banyak," pekik Yoga yang langkahnya terdepan.

Aku spontan merespon, "Oh ya, Kak Sandy?"

Ups. Semua mata tertuju padaku. Pandangan sembari membuat dahiku jadi berkerut. Aku tidak sadar, ada yang salah dengan kalimatku barusan.

"Barusan kamu itu..." Yoga menatapku lekat-lekat. "Ngobrol sama Sandy atau aku?"

"Sama Kak Yoga," jawabku santai.

"Tapi kamu tadi memanggil Sandy," sahut Bella.

Oh ya? Dua alisku bertaut. "E..." Otakku berputar tapi menemui jalan buntu. "Yuk, jalan-jalan lagi," imbuhku sekaligus melesat paling depan. Itulah tips menghindari posisi terjepit. Alihkan saja perhatian mereka.

Nggak rugi datang karena pemandangannya bagus banget. Aku bahkan bisa melompat dari satu granit ke granit lain, berdiri di atas granit, mungkin bisa tiduran juga, hehe. Terbersit ide untuk membawa pulang satu granit, paling-paling cuma membayar extra charge untuk bagasi plus mendapatkan pentungan petugas bandara.

Bella nggak mau kalah asyik berfoto dengan granit. Kok dia mirip spiderman nemplok di gedung bertingkat? Duh! Dengkinya diriku pada Bella.

Tapi, airnya jauh lebih tenang dari pada pantai-pantai sebelumnya. Cocok buat aku yang gagal setiap belajar berenang. Badan ini tergerak ingin tidur di bibir pantai. Menengadah ke langit. Seolah berendam di jacuzzi pribadi.

Tapi sang surya mulai beranjak pergi. Membuat tubuhku mematung di bibir pantai. Pikiran melayang ke masa lalu.

"Delvy! Yuk duduk sini bareng," panggil Bella sembari menepuk pasir putih di sampingnya. Sebagai tanda kalau posisi itu akan menjadi milikku.

Yoga yang duduk di sebelah Bella, memberi senyuman yang memabukkan. Aih, kapan lagi bisa melewati sunset bersama cowok setampan Yoga. Tapi... Aku celingak-celinguk. Sandy mendadak hilang, seperti bumi menelannya saja. Memang dia suka seketika lenyap begitu saja. Mungkin dia masih memiliki turunan penghuni Hogwart University. Bagi-bagi ilmu menghilang dong Sandy, bakal aku pakai kalau kuliah dosen galak berlangsung.

"Aku... mau beli kopi dulu ya," pamitku.

"Ha?"

Cepat-cepat aku berbalik dan tidak mau memperdulikan panggilan mereka. Sudah cukup aku menikmati pantai ini. Jangan sampai luka lama itu menyeruak.


Catatan: khusus hari ini publish lebih cepat, dan bab 11 publish Selasa, 2 Mei 2023, karena libur lebaran.

SENIOR DINGIN TUKANG GHOSTINGWhere stories live. Discover now