Bunyi lonceng di sebuah kafe yang mereka singgahi tak membuat obrolan keduanya terpecah. Ransel hitam masih melekat di pundak. Arloji menunjukkan pukul lima sore. Keduanya habis pulang kuliah, lalu singgah di kafe terdekat.
Obrolan keduanya terus berlanjut hingga tanpa sadar mulai menerawang jauh. Menghadirkan seutas senyum di wajah masing-masing.
Dario melirik buku tebal yang ada di sisi tangan sahabatnya yang bernama Darius Venus. Dari sekolah dasar hingga kuliah semester akhir, mereka tetap bersama. Dari lulus sekolah menengah atas / SMA, keduanya memutuskan untuk kuliah di negeri orang. Keinginan untuk menjadi seorang pengusaha terus menggebu di kepala keduanya. Berharap suatu saat nanti mereka bisa membangun rumah tangga, membahagiakan orang tua hingga membahagiakan buah hati bersama perempuan yang dikasihi dan disayangi, kelak cita-cita itu akan mereka kabulkan jika Tuhan memberi umur yang panjang.
"Kita udah bersahabat sedari lama. Bahkan, gue nggak ingat gimana pertemuan kita waktu sekolah dasar dulu," ujar Darius sambil terkekeh.
"Gue masih inget. Lo dianter ke kelas sama nyokap lo. Pas ditinggal, lo nangis kejer. Padahal waktu itu guru udah mau ngajar. Lo malah lari keluar dan meluk kaki nyokap lo biar nggak pergi pulang." Dario menyunggingkan senyum mengejek.
"Sialan lo. Yang lo inget cuma hal memalukan tentang gue." Darius menyesap coklat panas yang ia pesan beberapa menit yang lalu.
Terjadi keheningan. Senyum di wajah Dario terbit jika cita-cita mereka suatu saat nanti bisa tercapai. Selama ini, keduanya terus gigih belajar, pantang menyerah. Terbesit suatu pertanyaan. Apakah nanti setelah lulus kuliah, ia masih bisa melihat sahabatnya ini? Bisa saja Darius pergi ke suatu tempat dan berpisah dengannya, membangun masa depan.
"Kalo lo nanti udah punya istri, lo bakal lupain gue, nggak? Masih ada di kota ini atau pergi ke negeri orang?" pertanyaan itu terlontar dari bibir Darius.
Dario menoleh, mengedikkan bahu tanda tidak tahu. Semuanya masih belum terpikirkan. Ke manakah ia setelah ini? Bahkan, entah siapa yang akan jadi istrinya nanti. Terlalu giat belajar ia jadi lupa menjalin hubungan dengan yang namanya perempuan. Isi kepalanya hanya belajar dan belajar. Semua perempuan yang dekat dengannya hanya sebatas teman. Belum ada yang membuat dirinya tertarik.
"Kadang gue mikir gini. Nanti pasti gue punya istri dan lo juga. Kita pasti juga dikaruniai keturunan, itu pun kalo Tuhan mau ngasih," Darius terkekeh.
"Niatnya, kalo anak gue cowok sedangkan anak lo cewek, gimana kalo kita jodohin? Seru sih, kita bakal makin deket dan jadi keluarga besar." Darius melempar cengiran pada Dario.
"Nggak masalah. Gue setuju. Di mana pun lo nanti berada, jangan lupa saling bertukar kabar. Anggap ini sebagai janji di antara kita."
***
"Selamat atas kelahiran putra pertama Bapak dan Ibu. Kondis bayi sangat sehat."Kabar gembira menyelimuti keluarga Darius Venus dengan Monica Saviola. Air mata membendung di kelopak mata ketika melihat wajah putra mereka untuk pertama kalinya. Darius menciumi kening putranya sambil bergumam, 'Selamat datang putra, Papa. Jadilah anak yang berbakti kepada orang tua.'
Tenaga yang semula terkuras habis demi menghadirkan putranya ke dunia ini kembali pulih setelah Darius mendekatkan bayi mungil itu untuk ia beri kecupan. Putranya sangat imut. Pipi bulatnya membuat Monica tak sabar untuk menggendongnya.
Darius dan monica telah lama merencanakan nama untuk buah hati mereka. Tak lain adalah Sagara Venus. Seperti bahasa Sansekerta, Sagara artinya lautan, samudera. Kehadiran Sagara ke dunia ini menghadirkan kebahagiaan seluas lautan dan sedalam samudera. Sementara Venus adalah nama belakang dari Darius Venus.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUCH YOUR HEART (TERBIT)
Teen FictionBACA SELAGI ON GOING JANGAN NUNGGU SAMPAI ENDING NANTI NYESEL!!ಥ_ಥ "Kalo malu kenapa berani cium pipi gue?" -Sagara Venus. "Kak Sagara itu ibarat es batu dan acia matahari. Kalo Acia sinari terus sama kehangatan, pasti bakal meleleh." -Acia Ashana...