8. Bayi Popok

8.9K 476 7
                                    

Sagara mencomot ikan balado yang terletak di pinggir piringnya. Seperti biasa, ada Darius, Monica dan Acia di meja makan. Perkara hilangnya cincin pernikahan belum ia beri tahu pada kedua orang tuanya. Sagara mencoba berpikir keras, di mana pertama kali ia menaruh cincin itu. Yang ia ingat meletakkan cincin itu di dalam ransel saat mengendarai mobil menuju sekolah, tapi di ransel tidak ia temukan. Mungkin saja cincin itu saat ini berada di suatu tempat. Sagara hanya lupa. Nanti pasti akan ia temukan kembali.

"Acia, kenapa nasinya belum di makan?" tanya Monica.

"Bunda, ikan balado Kak Sagara pedes enggak?" tanya Acia. Matanya melirik Sagara yang tengah menikmati menu ikan balado. Kelihatannya enak.

"Pedes, awas minta!" sinis Sagara lebih dulu seraya menggeser piring yang berisi ikan balado ke samping piringnya yang berisi nasi.

"Gara, jangan begitu sama Acia." Darius menegur.

"Acia mau ikan balado? Sini Bunda ambilin."Monica memberi isyarat kepada Sagara agar mendekatkan piring ikan balado ke tengah-tengah meja.

"Acia mau cicip dikit aja, Bunda. Mending Kak Sagara aja yang suapin Acia," kata Acia dengan mata penuh binar.

"Enak aja. Nggak mau. Punya tangan sendiri, berarti makan sendiri!" Sagara menunjukkan rasa tidak sukanya pada Acia secara terang-terangan di depan kedua orang tuanya. Gadis itu selalu mencari kesempatan agar dirinya selalu salah di mata kedua orang tuanya. Suka cari muka, batin Sagara.

Acia mengerucutkan bibir kemudian menunduk. Menyentuh ayam kecap dengan ujung telunjuk. Sagara sangat pelit, padahal ia cuma minta sedikit. Dengan helaan napas pelan, Acia mulai menikmati makan malam.

Monica dan Darius lebih dulu menghabiskan makan malam. Monica mengeringkan tangan dengan serbet, begitu juga dengan suaminya. Ponsel milik Darius yang ada di saku celana berdering, buru-buru pria itu mengeluarkan ponsel dan menerima panggilan. Sebelum beranjak, Darius menyentuh lengan Monica, matanya melirik Sagara dan Acia bergantian. Setelah diangguki oleh Monica, barulah ia beranjak menuju ruang tengah.

Ikan balado telah digeser Sagara ke tengah-tengah meja dengan wajah datar. Acia selalu menginginkan apa yang ia punya. Padahal waktu itu katanya tidak bisa makan ikan balado, takut sakit perut. Tapi sekarang? Dasar gadis menyebalkan. Tingkah Acia sangat memuakkan. Apalagi suka ngambek dan suka mengamuk tidak jelas. Sagara semakin tidak suka. Ingin Acia segera pergi dari sini dan tidak kembali lagi.

"Acia mau disuapin Kak Sagara?" tanya Monica.

Acia mengangguk polos. "Iya,Bunda."

"Gara duduk sini bentar. Jangan suka marah-marah sama Acia, apalagi ngomong kayak tadi. Enggak baik. Suapin Acia, ya. Mama mau ke depan bentar. Siapa tau Papa mau minta bikinin teh," kata Monica sambil menatap putranya.

"Iya, Ma." Sagara dengan terpaksa menjawab. Sambil menggeser piring ke tengah, ia berpindah duduk ke samping Acia. Lagi-lagi keinginan Acia selalu dikabulkan oleh mamanya, tanpa memikirkan perasaannya. Tidak adil.

"Bunda ke depan, ya. Makan yang banyak. Gara jangan isengin Acia. Harus suapin Acia sampe kenyang. Jangan suapin sambalnya ke Acia, tapi ikannya. Jangan ribut kalian berdua, bisa kedengeran sampe depan. Mama pantau ya, Gara." Monica mendorong kursi tempat duduknya semula ke kolong meja, kemudian beranjak meninggalkan meja makan.

Sagara mengangguk mengiyakan. Setelah kepergian Monica, ia menatap Acia dengan sinis. Ia duduk menyamping mengamati wajah gadis itu yang menggembung. Sagara jadi gemas. Ia ulurkan tangan, mencubit lengan Acia.

"Sakit," ringis Acia. Kepalanya semakin tertunduk. Acia menangis.

"Nangis aja. Nangis sepuas lo. Katanya nggak mau ikan balado. Pas udah dibikinin sama Mama, malah mau." Sagara membuang duri ikan ke piring kosong yang ada di depannya. Kemudian lanjut makan dengan tenang.

TOUCH YOUR HEART (TERBIT) Where stories live. Discover now