FINEST MOMENT II

1.6K 210 3
                                    

Keseluruhan test berjalan dengan sangat melelahkan. Freen tak tahu apakah dia bisa lulus atau tidak. Pada saat tes kesehatan tadi, Freen melihat dokter mengernyitkan dahinya saat mengecek paru-paru Freen melalui stetoskop, dan mungkin akan lebih tercengang dengan hasil rontgen nanti. Mengenai luka-luka diwajah Freen seperti menjelaskan bahwa Freen adalah preman terminal, jelas dokter itu tidak begitu terkesan. Freen sampai lelah karna tes yg berlangsung sangat lama itu. Sekarang, Freen hanya tinggal menunggu hasil tes kesehatan itu, sambil menyesali hobi merokoknya, karna bisa saja hal itu menjadi penghambat cita-citanya.


Sepanjang perjalan kerumah, Freen tak bisa menurunkan otot bibirnya. Dia sangat bahagia sekarang, mengetahui cita-citanya tinggal selangkah lagi. Freen membayangkan akan membawa Becca terbang ke tempat-tempat romantis di seluruh dunia.


Freen terdiam sesaat, tiba-tiba dia teringat sesuatu. Sesuatu yg sangat penting. Becca sudah terlalu lama berada di thailand. Dia pasti akan pulang beberapa hari lagi, dan Freen tidak menyadarinya. Atau mungkin saja Becca pulang hari ini, Freen tidak tahu lagi. Freen mumukul kepalanya, menyesali kebodohannya karna selama ini tidak pernah bertanya kepada Becca. Disisa perjalanan, Freen berharap-harap cemas Becca masih dirumah.


Ketika sampai, Freen melihat rumahnya sepi dan gelap. Tak seorang pun ada disana. Kalap, Freen menggedor-gedor pintu rumahnya, tapi tak ada yg menyahut. Freen menjambak rambutnya. Tidak mungkin Becca pergi tanpa memberitahunya. Mungkinkah, mungkinkah Becca sengaja tidak memberitahunya untuk membiarkan Freen pergi test tanpa beban?.


Freen kembali menggedor-gedor pintu rumahnya keras-keras, darahnya sudah mencapai kepalanya.


"Kalau begitu caranya mengetuk pintu, sepertinya pintu itu akan rusak." kata Rose dari belakang Freen.


Freen berbalik, lalu mendapati Rose yg sedang berjalan kearahnya. Rose melewatinya untuk membuka pintu sementara dibelakangnya, tampak Ibu yg sedang mengangkut turun belanjaan, Ayah yg sedang mengunci mobil, dan Becca yg sedang tertawa-tawa sambil membawa sebuah bungkusan. Entah harus lega atau kesal, Freen hanya bergeming ditempatnya semula. Ibu melewatinya bingung, Ayah juga, tapi Becca berhenti didepan Freen melambai-lambaikan tangan nya yg lentik didepan wajah Freen.


"Freen? Kenap-"


"Sini," kata Freen dingin, lalu menarik tangan Becca keluar rumah dan membawanya ke taman. Becca sendiri menatap punggung Freen bingung.


"Ada apa?"


"Kamu mau bilang, atau kamu sengaja menunggu aku lupa, lalu tiba-tiba mati shock saat tahu kamu harus pulang ke Inggris mendadak?" sahut Freen keras.


Becca terdiam sesaat, tatapannya berubah sedih. Becca menggigit bibirnya keras-keras, tak langsung menjawab pertanyaan Freen.


Freen menyipitkan matanya curiga, dan menghela nafas.


"Kamu sudah mau pulang. Iya kan?" sahut Freen lagi.


Becca membiarkan Freen berteriak-teriak. Becca sebenarnya tidak ingin membuat Freen sedih, tapi bagaimana pun, cepat atau lambat, rencanya untuk pulang pasti akan diketahui Freen.


"Freen, aku...aku sebenarnya...tidak mau pulang, kamu tahu, kan?"


"Lalu kenapa kamu pulang?" sambar Freen cepat.


"Aku harus mengurus surat-suratku untuk masuk universitas,"


Freen berhenti berteriak untuk berfikir, Becca memang sudah lulus SMA, dan harus mencari universitas. Tiba-tiba terlintas ide gila di otak Freen.


THAT SUMMER BREEZE (END)Where stories live. Discover now