Part 20

175K 15.2K 1.2K
                                    

Happy reading ❤️‍🔥

^^^

"Mas ini kopinya" Indria meletakan segelas kopi pada meja bulat di depan Doni. 

Doni hanya diam seraya menatap sebuah foto yang ada di ponselnya. Luna, perempuan itu yang ada di layar ponsel Doni. Di foto tersebut Luna sedang tersenyum manis sambil memegang gula-gula, wanita itu terlihat begitu cantik mengenakan pakaian dres putih dengan motif bunga berwarna peach. 

Sudah terhitung seminggu Doni belum menemukan keberadaan Luna. Saat itu Doni berniat menemui Luna untuk meminta maaf, namun saat dia membuka pintu kamar Luna, Doni tidak menemukan siapapun dan keadaan kamar tersebut terlihat rapi. Doni akhirnya menanyakan keberadaan Luna kepada suster yang ditemui di persimpangan lorong. Suster tersebut mengatakan Luna sudah pulang dari 2 hari yang lalu karena dokter mengatakan bahwa keadaan Luna sudah membaik.  

Doni senang mengetahui bahwa Luna akhirnya sudah diperbolehkan pulang dan keadaanya membaik. Ia lalu pergi pulang kerumah dengan perasaan rindu kepada Luna dan putrinya. Namun saat tiba di rumah, Doni tidak menemukan siapapun, bahkan ia tidak menemukan keberadaan para maid yang bekerja. 

Perasaan Doni mulai berubah khawatir, dia takut Luna dan Nabella kenapa-kenapa. Akhirnya Doni mencari kemanapun keberadaan Luna dan Nabella termasuk rumah yang ada dia beli di perumahan elit atas nama putrinya. 

Dia berharap menemukan Luna dan Nabella di rumah tersebut, tetapi yang Doni temukan hanya kekosongan dengan hawa rumah yang dingin. 

Dan selama 6 hari Doni mencari Luna dan Nabella, hingga membuat Doni frustasi karena sampai detik ini Doni tidak menemukan keberadaan keduanya di Solo. 

Pria itu mulai berubah menjadi pendiam dan banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Relung hatinya benar-benar kosong dan tidak sepenuh saat bersama Luna. Hidup Doni benar-benar hampa saat Luna dan Nabella menghilang. 

Disisi lain Indria hanya bisa tersenyum miris, tanpa sadar air matanya menetes. Semenjak Luna mengtahui Doni menghamilinya dan Luna jatuh sakit. Sikap Doni berubah, Doni tidak perhatian seperti sebelumnya, Doni bahkan sangat jarang datang dan lebih menyibukan diri. 

Suatu hari, dimana Doni mengajaknya makan malam dan memberikan dia sebuah dress cantik berwarna peach, indira tidak bisa menutupi perasaan senangnya. Mereka makan di sebuah restoran tak jauh dari rumah, Indria tidak masalah makan dimanapun asal bersama Doni. 

Saat pelayan mengantarkan makanan, senyum indira menghilang. Makanan seafood tersaji di atas meja dan segelas jus jeruk. 

Indria menatap Doni dengan bingung, sedangkan Doni tersenyum sambil membuka kerang dan meletakkannya di piring Indria. 

"Mas" 

"Iya" Jawab Doni sambil memisahkan kulit udang lalu meletakkannya di atas piring Indria. 

"Kamu lupa?" Tanya Indria seraya menatap lekat wajah Doni dengan kegiatannya. 

"Lupa apa" Jawab Doni

"Kamu lupa kalau aku alergi seafood" Ucapan Indira sukses membuat Doni berhenti mengupas kulit udang.

Doni langsung menatap Indira. Dia membuang nafas pelan dan tangannya melemas. Doni lupa, dia lupa jika yang menyukai makanan seafood adalah Luna. Dan indria alergi seafood dan tidak menyukai jus jeruk. Serta restoran ini, adalah restoran favorit Luna dan Doni untuk makan malam romantis berdua. 

Tatapan jatuh pada dres yang ia belikan untuk Indria. Dres cantik dengan warna kesukaan Luna yang dia berikan untuk Indiria. 

"Maaf…maaf, maaf saya lupa kalau kamu alergi seafood dan tidak suka jus jeruk. Maaf, saya teringat Luna istri saya" Doni menatap Indria dengan rasa bersalah karena lupa bahwa Indria bukanlah Lunanya. 

"Saya ke toilet dulu sebentar, setelah ini kita pulang" Doni berdiri dan pergi ke toilet 

Sepeninggalan Doni, air mata Indria jatuh tanpa bisa ditahan lagi. Hatinya benar-benar sakit, ketika pria yang dia cintai menatapnya sebagai perempuan lain. Terlebih Doni mengatakan 'saya teringat Luna istri saya', seakan Doni memperjelas bahwa dia hanya orang asing. 

Sepulang mereka dari restoran, Indria masuk ke kamar dan mengunci pintu dari dalam. Wanita itu langsung merobek dress cantik berwarna peach dengan air mata yang terus keluar, perasaan kacau. Indria menarik selimut dan melempar benda-benda disekitarnya. Keadaannya benar-benar berantakan seperti hatinya.

^^^

Nabella menepis kasar tangan Atlas yang sedang memegang segulung kertas layaknya rokok yang siap dibakar. 

Tatapan keduanya bertemu, tatapan Atlas kali ini benar-benar sayu. Atlas memutuskan lebih dulu dan memungut kembali gulungan yang terbuka hingga isi didalamnya berceceran. 

Dengan gerakan cepat Nabella kembali menepis dan menginjak-injak gulungan dan serbuk putih yang berceceran. 

"Lo gila!!" Bentak Atlas sambil menatap Nabella.

"Kamu yang gila!" Balas Nabella sambil menatap Atlas yang berdiri. 

"Kamu yang gila Atlas! Kamu yang gila karena terus-terusan merusak diri kamu sendiri!" Cerca Nabella penuh amarah.

Atlas tersenyum remeh lalu melewati Nabella untuk membuka lemari yang ada di belakang perempuan itu. Atlas menarik seluruh pakaiannya dan mencari serbuk putih itu kembali. 

Nabella menarik lengan Atlas hingga membuat pria itu berbalik ke arahnya. "Stop Atlas!" 

"Bella tolong lepas" Mata Atlas memerah, tatapan begitu sayu dan sedikit redup. 

Pria itu mencoba mendorong Nabella dan berusaha membalik badan, matanya menyorot kecanduan pada sebungkus serbuk putih yang ada di lantai. 

"Nggak Atlas" Nabella berusaha menahan Atlas "Stop untuk ngerusak diri kamu sendiri" Ujar Nabella dengan suara parau. 

Tindakan Atlas yang terus meronta-ronta, membuat Nabella akhirnya menarik Atlas ke pelukannya. 

"Stop aku mohon" 

Atlas menggeleng lemah "Bella lepasin" Atlas mulai gelisah, tubuhnya juga beraksi untuk cepat-cepat menghisap benda tersebut. 

"Nggak! Aku nggak akan biarin kamu terus bergantung pada obat itu terus menerus" Nabella semakin mengeratkan pelukannya. 

"Aku nggak bisa berhenti Bella" 

"Kamu bisa Atlas, kamu bisa" Ujar Nabella penuh keyakinan 

Atlas kembali menggeleng "Aku nggak bisa, tubuh aku beraksi aneh kalau nggak mengkonsumsi itu Bella" 

"Kamu bisa! Aku yakin kamu bisa. Setidaknya lakukan ini demi diri kamu sendiri Atlas. Jangan terus merusak diri kamu sendiri" 

Atlas tertawa sumbang dengan air mata yang menetes "Bahkan aku benci diri aku sendiri Bella, untuk apa bertahan kalau kenyataannya aku nggak ada tujuan untuk bertahan. Lebih baik mati perlahan kan?" 

Nabella menggeleng kuat "Mati bukan cara terbaik Atlas. Kalau kamu pergi, kamu cuman akan menimbulkan kesedihan untuk orang-orang yang sayang sama kamu, termasuk aku" 

"Kalau begitu kamu punya tujuan untuk tetap bertahan demi aku Atlas" 

Atlas tertegun sesat hingga air matanya kembali luruh, pria itu mengeratkan pelukannya. Dia menghirup aroma Lavender dari ceruk leher Nabella, Atlas menghirupnya dengan rakus menggantikan serbuk putih yang ingin dia hirup. Walaupun pada dasarnya narkoba tidak memiliki bau. 

"Tolong jangan tinggalin aku kaya bunda, tolong tetap di samping aku" Nabella mengangguk cepat 

"Aku akan tetap disamping kamu Atlas"

^^^

Jangan lupa vote dan komen

Sampai bertemu di part selanjutnya

Bye

Next

ATLAS (End)Where stories live. Discover now