14. Tempat Penitipan Anak

1.1K 24 4
                                    

"Seli! Ngapain aku dibawa ke sini?" Tanyaku dengan nada bingung bercampur malu. Tanganku terus ditarik Seli, terus menuju tempat penitipan anak di depanku.

Tempat penitipan anak di sini itu dari luar seperti taman bermain di dalam mall, namun di dalamnya terdapat tempat yang lebih luas lagi. Aku bisa melihat banyak anak-anak seumuran Aurel yang berada di sana, atau ibu-ibu mereka dan juga para perawat.

"Aku mau ada sesi foto lagi. Karena aku gak bisa jagain kamu, jadinya aku nyari tempat penitipan anak deh. Untungnya ada yang deket." Jawab Seli.

"Ta-tapi, Sel. Itukan tempat untuk anak kecil." Aku terus mengelak, tapi Seli selalu bisa menyangkalnya lagi.

"Emangnya kita bukan anak-anak?" Seli bertanya balik.

"Yaa, maksudku anak kecil kayak Aurel gitu."

"Selama namanya tempat penitipan anak, berarti gak masalah kan. Bukan tempat penitipan bayi."

Sudahlah. Aku gak bisa menang kalau melawan kalimat Seli terus.

"Tenang aja, Jimmy. Yang punya tempat penitipan anak itu temennya mamah aku kok. Jadinya dia pasti kenal sama aku." Kata Seli.

Setelah kami masuk ke taman tempat anak bermain, kami masuk lagi ke dalam ke sebuah ruangan yang seperti kelas. Ada banyak ruangan di dalamnya. Ada juga kakak resepsionis dengan pakaian rapih yang menjaga di dekat pintu masuk.

"Eh, ada Nona Seli. Ada yang bisa di bantu Nona Seli?" Tanya resepsionis itu.

"Halo kak! Aku mau nitip Jimmy dulu ya kak. Aku mau ada sesi foto sekali lagi." Seli menarik tanganku ke depan, menunjukkan diriku kepada resepsionis itu.

"Wah, Jimmy cantik banget." Kata kakak resepsionis. "Jimmy?" 

Sepertinya kakak itu mulai nyadar.

Setelah melepas tangan dan menyerahkanku ke kakak itu, Seli kembali pergi menuju tempat mamahnya.

"Aku titip dulu ya kak. Oh iya, Jimmy-nya masih ngompol!" Seli lalu pergi dan semakin jauh.

Kenapa dia ngasih taunya di akhir-akhir sih!? Sambil teriak lagih! Kan jadinya anak-anak yang lagi bermain di depan pada ngeliatin.

Aku melihat ke kakak resepsionis yang juga melihatku dengan bingung. Lalu setelah dia membaca pesan yang baru masuk di hp-nya, dia terkejut dan langsung memasang mode siap melayani.

"Jimmy ya? Ayo sini, kaka temani ke dalem." Kakak resepsionis itu menarik tanganku lalu membawaku menuju suatu ruangan lagi di dalam.

"Kak!" Panggilku. "A-aku pengen balik ke tempat Seli aja, kak. Kakak mau anterin aku gak?"

Kakak resepsionis itu berhenti dan melihatku. "Maaf ya, Dede Jimmy. Tapi Nona Seli-nya lagi sibuk. Jadi untuk sementara Dede Jimmy di sini dulu aja ya. Main sama yang lain. Oke?"

"Jangan panggil aku pake 'Dede' dong kak. Jiimmy kan udah gede."

"Udah gede masa masih ngompol."

Setelah itu, aku jadi tidak berani lagi untuk memohon ke kakak resepsionisnya. Aku merasa malu saat dibilang 'udah gede masa masih ngompol' itu.

Kami memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat banyak anak kecil, namun lebih kecil lagi dari Aurel. Mereka seperti masih balita.

Mereka semua sedang bermain-main di lantai. Main puzzle, gambar, dan lain-lain.

"Kok aku dibawa ke sini sih, kak?" Tanyaku.

"Karena kamu masih ngompol, jadinya dipakein popok dulu ya." Jawab kakak resepsionis.

Aku dan PopokМесто, где живут истории. Откройте их для себя