MPL 12

256 8 5
                                    

Previous Chapter :

Tolong vote dulu sebelum membaca, vote tidak akan membuat kalian miskin, tapi akan membuat kalian dapat pahala karena buat author tersenyum.
Follow juga kalau suka!

Beberapa bulan sudah berlalu, Julia sebenarnya sangat merindukan Mili, setiap harinya disaat ia syuting film dewasa, ia selalu membayangkan kalau lawan bermainnya adalah Mili. Sungguh ia sangat ingin memiliki Mili seutuhnya. Bahkan ia akan bertekad, jika nanti ia pacaran dengan Mili, ia akan berhenti dari dunia maksiat itu.

Tidak ada satu hari pun yang terlewat bagi Julia untuk selalu menelepon dan chat Mili namun hasilnya selalu saja Mili mengabaikannya dan sibuk dengan dunianya, dunia penelitiannya. Sempat Julia ingin menyerah, namun hatinya tidak bisa lepas dari Mili.

"Mili sayang, aku rindu..." ujar Julia berbisik sambil meminum winenya, ia mabuk.

"Mili, datanglah sayang..." racaunya lagi.

Namun sampai kapan pun Mili tidak akan hadir malam itu, dan lagi-lagi Julia menangis akibat cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

Chapter 12

Vote yak!

"Hello Mili, kamu mau kemana?" ujar suatu suara dari belakang sambil menepuk pelan bahu Mili.

"Saya ingin pulang, miss." kata Mili sambil memelankan langkahnya, dan menyeimbangi langkah Irene, asisten profesornya.

"Ohh, mau saya antar?"

"Tidak perlu, miss. Saya bisa naik bus." tolak Mili, namun Irene memaksa dan tidak dapat ditolak.

"Dimana apartemen mu?" tanya Irene menembus perlahan padatnya kota.

"Di Boylston Apartmen, miss." jawab Mili sekenanya.

"I see..." kini Irene memunculkan GPS nya demi mengantarkan Mili hingga ke apartemennya.

"Bagaimana hari mu di Amerika? Apakah kau tidak kangen sama keluarga mu?" basa-basi Irene.

"Ya sedikit kangen, namun mau bagaimana lagi, aku disini hanya untuk kuliah."

"Huh Mili, aku tau kau mahasiswa yang berprestasi, namun setidaknya nikmati lah hidup. Yang kau pikirkan hanya belajar dan penelitian saja, tidak ada bedanya dengan Prof. Michael." protes Irene.

"Sudah aku katakan miss, kalau saya disini untuk belajar, bukan untuk melakukan hal seperti itu." hela nafas Mili, telinganya sudah sangat tebal mendengar ocehan sejenisnya baik dari asdosnya serta teman-temannya.

Mili hanya diam, malas menanggapi Irene yang terus saja mengoceh. Saat ini ia ingin istirahat.

"Sudah sampai." ucap Irene berhenti di drop-off penumpang.

"Baik, terima kasih miss."

"Nope, kapan-kapan aku main ke apartemenmu ya." ujar Irene sambil melambaikan tangan yang hanya dibalas senyuman oleh Mili.

"Hahh.." Mili merebahkan dirinya di ranjang, ia menyalakan iPhonenya dan melihat banyak sekali notifikasi panggil tak terjawab serta chat dari Julia. Lagi-lagi ia hanya menghela nafas, mau bagaimana pun dibilang, ia tidak tertarik dengan wanita itu. Mungkin untuk saat ini, pikirnya.

Tidak terasa sudah 1 tahun Mili tidak menemui Julia, bahkan saat ini ia sedikit melupakan fakta kalau ia pernah dekat dengan wanita itu, dan sekarang ia fokus kepada skripsinya.

Namun disaat ia menghindar dari Julia, disaat itu pula ada Irene, asisten profesornya yang mencoba mendekatinya, bahkan tak jarang Irene memberi sinyal kalau ia menyukai Mili. Namun entah karena tidak peka atau memang cuek, Mili sama sekali tidak menanggapi sinyal Irene. Hingga suatu saat, ia diajak Irene untuk bersama mengerjakan skripsi Mili disebuah cafe.

"Bagaimana perkembangan skripsi mu?" tanya Irene sambil memainkan ice coffe latte nya.

"Baik, hanya ada sedikit problem di datanya." jawab Mili fokus pada MacBooknya.

"Bagus... Aku percaya kamu akan menyelesaikannya dengan sempurna."

Lama diam, hanya terdengar beberapa suara pengunjung, ketikan MacBook Mili dan music lofi yang dipasang. Terdengar Irene menghela nafas pelan.

"Mili, sebenarnya dari awal bertemu aku sudah menyukai mu." ujar Irene tiba-tiba yang mengagetkan Mili, ia berhenti sejenak dari pekerjaannya dan menatap Irene yang juga menatapnya.

"Well, miss tau sendiri saya bagaimana."

Irene kembali menghela nafas, ia tau kalau jawabannya akan begini.

"Tidak bisakah kita mencobanya?" tanya Irene hati-hati.

"Hah..." kini Mili ikut-ikutan menghela nafas sambil mengurut kecil keningnya. Berpikir sejenak.

"Baiklah... Tapi miss harus membantu ku hingga skripsi ku selesai." kata Mili entah keputusan dari mana, setidaknya ia ingin keluar dari zona nyamannya, karena dilihatnya Irene tidak terlalu agresif.

"Demi dewa neptunus, aku sangat bahagia Mili... Jadi, kita pacaran?" tanya Irene memastikan, dirinya sudah kelewat girang.

"Ya..." jawab Mili singkat sambil tersenyum melihat ekspresi Irene yang seperti anak kecil diberi lolipop.

"I love you, Mili..." ujar Irene yang hanya dibalas anggukan kecil Mili sambil melanjutkan ketikannya.

"Namun, ada syaratnya." ujar Mili lagi.

"Apa?"

"Pertama, no having sex. Kedua jangan memaksa ku untuk kissing, dan terakhir tidak ada kencan yang mengganggu skripsi ku. Bagaimana?"

Mendengar itu Irene sedikit lemas, bagaimana mungkin pacaran tidak ada sex serta pembatasan kissing dan kencan? Bahkan ia saja pernah sex dengan temannya.

"Tapi-" Irene berniat membantah.

"Tidak ada bantahan, miss. Atau tidak sama sekali." ancam Mili tegas.

"Baiklah, yang penting aku pacarmu..."

"Oh ya, jangan panggil aku miss lagi, panggil namaku saja atau mungkin darling?" goda Irene.

"Miss Irene, anda lebih tua 4 tahun dari ku, dan lagi anda asisten profesor saya." kini Mili menatap Irene sambil menyeruput ice coffee dalgonanya.

"Panggilan miss hanya berlaku di fakultas saja, diluar itu panggil nama atau darling!" Irene balik mengancam.

"Hmm.. Ya sudah, sepakat." kata Mili sambil menautkan jari kelingking mereka. Irene tersenyum sambil memandangi wajah tampan Mili yang sedang serius mengerjakan skripsinya.

"Kalau mau pulang bilang ya, biar aku antar."

"Baiklah darling." ujar Mili yang membuat Irene tambah sumringah.

*Next

Wajah Irene udah di update di Chapter Tokoh




Lebih setuju Mili sama Julia atau Mili sama Irene?

Mother's of Prostitute LoversDonde viven las historias. Descúbrelo ahora