12

217 22 12
                                    




















"Ibu, berhentilah menangis." Lelaki dengan rambut gondrong tengah menenangkan seorang wanita paruh baya yang menangis sesenggukan sembari mendekap sebuah selimut bayi.

"Jesse, percayalah pada Ibu. Itu Jeff." Lelaki yang dipanggil Jesse itu mengusap wajahnya kasar.

Sejak pertemuan mereka dengan lelaki yang mirip Jesse, sang Ibu terus saja bersikeras bahwa lelaki itu adalah saudara kembarnya yang dulu hilang—Jeff.

"Ibu, apakah Ibu tau siapa yang kita temui waktu itu?" Pertanyaan Jesse tak mendapat jawaban, Ibunya hanya terus mengeluarkan air mata sembari mengeratkan pelukannya pada selimut yang sejak tadi didekap, "Itu Kim. Kimhan Theerapanyakul. Putra bungsu konglomerat di negeri ini. Dia bukan Jeff—"

"JESSE. PERCAYA PADA IBU. DIA JEFF. LELAKI YANG KITA TEMUI TEMPO HARI ADALAH SAUDARA KEMBARMU. JEFF."

Jesse menghembuskan nafas kasar. Tak ada gunanya berdebat dengan sang Ibu yang hingga hari ini masih belum bisa menerima fakta bahwa salah satu anaknya hilang.

"Istirahatlah jika kau lelah, nak. Ibumu biar Ayah yang urus." Lelaki paruh baya yang sejak tadi diam itu kini akhirnya angkat bicara melihat Jesse yang terlihat frustasi.

Membiarkan sang Ayah menenangkan Ibunya. Jesse beranjak pergi memasuki kamar.

Menghempaskan tubuh lelahnya dan menatap langit-langit kamar.

Dari cerita sang Ayah, Jesse baru tau bahwa dirinya punya saudara kembar yang hilang tiga bulan setelah dilahirkan. Itu menjadi pukulan besar untuk sang Ibu. Wanita itu bahkan jatuh sakit karena salah satu anak kembarnya hilang begitu saja.

Pihak keluarga sudah mencoba meminta bantuan polisi, membuat berita kehilangan hingga disiarkan di Televisi nasional, bahkan membuat sayembara bagi siapapun yang bisa menemukan salah satu anak dari keluarga Satur yang hilang ketika usianya bahkan belum menginjak satu tahun. Dengan imbalan yang besar.

Namun nihil. Hingga kini semua usaha yang dilakukan tak membuahkan hasil. Polisi bahkan sudah menutup kasus setelah ditemukan mayat bayi yang terapung di sungai Chao Praya, padahal tak pernah dipastikan apakah itu benar Jeff atau bukan. Sayembara yang dilakukan juga sama tak membuahkan hasil. Malah ada beberapa oknum nakal yang memanfaatkan hal tersebut untuk meraup keuntungan.

Jesse menggeram rendah. Lelaki itu bangkit lalu membuka lemari dan mengeluarkan kota berukuran sedang dari sana.

Dibukanya kotak tersebut. Terdapat beberapa album foto. Jesse membuka salah satunya, sudah usang termakan usia namun foto didalamnya masih terlihat jelas. Ada dua bayi lelaki berbaring pada tempat tidur yang sama.  Lalu selanjutnya adalah foto keluarga dengan formasi lengkap. Ayah dan Ibunya masing-masing memangku bayi. Dua orang itu terlihat sangat bahagia karena setelah sekian lama menikah akhirnya dikarunia anak.

"Apakah benar kau masih hidup, Jeff?" Tanya Jesse lirih.




....










Seperti biasa. Bungsu Theerapanyakul tersebut selalu membuat ulah setiap ada kesempatan.

Kali ini, dia menyelinap keluar rumah pada tengah malam melalui pintu belakang. Inginnya lewat jendela, tapi Kim tidak sebodoh itu untuk meloncat karena kamarnya ada di lantai 2. Bukannya sukses, misinya mungkin akan gagal dan dia bisa saja masuk rumah sakit karena nekat melompat.

Sebenarnya sang Ayah bukanlah orangtua penuh aturan yang akan melarang Kim melakukan apa pun yang dia mau. Lelaki paruh baya itu malah cenderung membebaskan asal bukan hal yang membahayakan. Kim hanya menghindari Kinn. Kakak keduanya itu begitu ketat dalam beberapa hal.

Seperti contohnya Kim tak boleh pergi seorang diri. Minimal harus ada satu pengawal yang menemaninya. Karena itu Kinn menugaskan Big, tapi Kim kadang merasa risih jika diikuti kemanapun dia pergi. Jadi, solusi yang diambilnya adalah pergi diam-diam walau kadang berujung cekcok dengan Kakak keduanya.

Dan lagi, Kinn tak pernah memperbolehkan Kim pergi dengan Vegas. Entah apa alasannya. Lelaki itu selalu melarangnya tanpa alasan yang jelas.

"Ayo, Vegas." Kim memasuki mobil yang terparkir tak jauh dari kediaman keluarga utama, "Sebelum Kak Kinn tau aku pergi keluar rumah diam-diam."

Lelaki yang ada dibalik bangku kemudi terkekeh sinis, "Aku mengambil risiko yang besar karena membawamu pergi tanpa sepengatahuan Kinn. Jadi kau harus memberiku imbalan."

Kim menggeram marah karena Vegas tak kunjung menjalankan mobilnya, "Apa?!"

"Cium aku."

"Kau gila?!" Kim meninggikan suaranya ketika mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Vegas.

"Jika kau tidak mau tak masalah. Aku tidak akan menjalankan mobilnya. Biar saja kau ketahuan." Vegas memajukan wajahnya hingga hanya berjarak beberapa senti dari wajah Kim. Kedua matanya memandang remeh Kim dengan seringai menyebalkan yang sejak tadi tak hilang dari wajahnya.

"Kau brengsek, Vegas—"

Belum sampai kepalan tangan Kim memukul dada Vegas, lelaki itu sudah menahannya dengan satu tangan.

"Eits, bercanda, cantik." Vegas dan segala sikap brengseknya adalah sesuatu yang ingin Kim bumi hanguskan. Lelaki itu sungguh tak terduga. Terkadang sangat menyebalkan, namun pada waktu yang lain sangat bisa diandalkan.

"Jalankan mobilnya." Perkataan Kim hanya dibalas kedipan mata genit oleh Vegas.

Setelahnya kendaraan roda empat itu berjalan membelah jalanan malam yang masih ramai dengan lalu lalang manusia.

Beberapa manusia berjalan sempoyongan dengan botol alkohol ditangan, beberapa lagi bergandeng tangan dengan pasangan sembari bercanda ria. Dari banyaknya manusia yang masih beraktifitas di luar rumah padahal waktu sudah menunjukkan tengah malam. Ada satu hal yang menarik minat Kim. Seorang wanita yang tengah menggendong anak kecil—mungkin berumur 3 atau 4 tahun. Kim tak bisa memperkirakan sebab sepanjang hidupnya dia tak pernah berinteraksi dengan anak kecil.

"Vegas, bagaimana rasanya punya Ibu?" Pertanyaan itu terucap begitu saja tanpa permisi. Si bungsu keluarga utama itu menoleh untuk melihat Vegas yang fokus mengemudi.

Kim....hanya penasaran rasanya.

"Kau bertanya padaku?" Bukannya menjawab Vegas malah balik bertanya, "Entah. Setahuku beliau meninggal setelah melahirkan Macau."

Jawaban Vegas membuat Kim kembali melihat jalanan malam. Dia lupa perihal itu. Vegas juga tumbuh tanpa figur seorang Ibu.

"Itu berarti beliau meninggal 4 tahun setelah melahirkanmu. Kau sama sekali tidak ingat?"

"Bukan tak ingat. Aku hanya tidak ingin mengingat." Jawaban Itu membuat Kim tak bertanya lebih lanjut.


....








Ruang luas dengan banyak lukisan klasik yang tepajang rapi di dinding itu membuktikan bahwa sang pemilik adalah pecinta seni. Sebab jika ditilik kembali, semua lukisan yang ada bernilai tinggi. Namun, dari sekian banyak lukisan. Ada satu lukisan yang terlihat sangat istimewa dengan bingkai emas dan merupakan yang terbesar di ruangan ini.

"Menurutmu, bagaimana cara menghancurkan keluarga utama?" Seorang lelaki paruh baya bertanya setelah menghembuskan asap dari cerutu yang dihisapnya.

Orang lain yang ada di ruangan itu memunduk, melihat sepatunya yang sama sekali tak menarik sebenarnya, "Membuat Kim kembali ke tempat asalnya."

Prok...prok....prok...

Tepuk tangan dan tawa heboh berasal dari lelaki paruh baya yang kini meletakkan cerutunya. Lelaki dengan senyum ramah itu terlihat sangat senang atas apa yang didengarnya barusan, "Aku setuju. Cara paling efektif untuk menghencurkan keluarga utama adalah dengan mengembalikan Kim ke tempat asalnya. Jadi, kapan kita akan melakukannya?"

Lelaki yang sejak tadi hanya menunduk kini mendongak dengan wajah penuh kemarahan, "Secepatnya."








TBC.













Who am i? (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora