16 (END)

156 17 1
                                    





































“Bisakah aku tau alasannya?” Vegas menatap serius lelaki paruh baya yang duduk di depannya.

Bukan jawaban, lelaki paruh baya tersebut malah balik mengajukan pertanyaan, “Untuk yang kedua kali Ayah bertanya. Bagaimana perasaanmu padanya. Sebagai sepupu kupikir perlakuanmu pada Kimhan cukup berlebihan, itu sedikit tidak umum.”

“Apa mau Ayah sebenarnya?”

“Hanya ingin tau.”

Beberapa hal yang ditemukannya akhir-akhir ini membuat rasa curiga Vegas pada Ayahnya semakin besar. Lelaki paruh baya itu terkadang bertelfon begitu senang dengan seseorang dan berklai-kali menyebut kata Anak itu—atau perihal lelaki itu yang terkadang menyebut keluarga Utama—atau membicarakan sesuatu seperti kehancuran. Dan satu hal lagi yang membuatnya terkejut, ternyata orang-orang yang melakukan kerusuhan di bar adalah suruhan Ayahnya. Itu Vegas dapatkan karena bantuan Pete.

“Perasaanku pada Kim bukan sesuatu yang penting, Ayah.” Jawab Vegas sambil menghisap rokok dan menghembuskannya perlahan, “Aku hanya ingin tau apa alasan Ayah melakukan ini semua? Bukankah selama ini hubungan antar keluarga baik-baik saja.”

Ayahnya tersenyum sinis, terlihat jelas bahwa lelaki itu tidak suka dengan pemilihan kata yang Vegas gunakan.

“Baik-baik saja apanya. Sejak dulu keluarga utama dan keluarga cabang tidak pernah akur, Vegas.”

“Lantas?” Bukan tanpa alasan Vegas berkata demikian. Sikap Kinn yang seakan sangat membencinya sudah menjadi jawaban tanpa perlu bertanya lebih lanjut.

"Ayah hanya ingin menghancurkan mereka, membuat keluarga utama goyah dan akhirnya hancur."










































Dering ponsel membuat seorang lelaki berambut hitam dengan pakaian warna senada menghembuskan nafas lelah. Ini sudah panggilan yang kesekian dari rekan-rekan kerjanya perihal Kinn yang tak pernah hadir dalam setiap pertemuan dan hanya mengirim Pete atau Porsche. Atau jika ada dari mereka yang hanya mengundang Kinn untuk sekedar mabuk dan menghabiskan uang dalam satu malam Kinn langsung menolak tanpa pikir panjang.

Keluarganya sedang kacau karena Kim sampai hari ini belum ditemukan. Mereka sudah mencari hingga ke sudut ibu kota, bahkan sampai tempat terkecil, tapi tak juga menemukan petunjuk.

Pernah terlintas dalam pikiran Kinn bahwa mungkin saja Kim sudah tewas dalam kecelakaan yang dialaminya, tapi hatinya menolak karena Kim bukanlah manusia yang bisa mati dengan mudah hanya karena kecelakaan.

"Angkat saja, siapa tau penting." Tankhun yang sejak tadi ada di ruangan yang sama mulai mengeluarkan suara.

Hembusan nafas kasar kembali terdengar, Kinn melihat pada layar ponsel, tak ada nama kontak, hanya sebaris nomor tak dikenal.

"Hallo." Tak ada balasan dari sana, hanya terdengar tarikan nafas yang dihembuskan dengan perlahan. Membuat Kinn mengernyitkan dahi bingung dan hendak menutup panggilan tepat setelah suara yang sangat dikenalnya memasuki indera pendengaran.

"Kakak, tolong jemput aku."

"Kim?" Panggilnya guna memastikan, tapi sayang sambungan sudah terputus.

Kinn berlari ke ruangan Arm yang ada dibagian sayap kanan rumah. Ia tak peduli sudah berapa orang yang ditabraknya termasuk Taknhun, abai pada teriakan marah lelaki itu sebab pikirannya kini adalah bagaimana lokasi Kim bisa ditemukan dengan cepat.

Who am i? (END)Where stories live. Discover now