2-RENCANA SEBUAH PERJALANAN

5 1 0
                                    

Hai, selamat siang<3

How's your day?

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗

---

Di sebuah ruangan keluarga, Rey bersama dengan papi, mami beserta kakaknya tengah berkumpul sambil menikmati kue buatan mami. Adinda Nadira—kakak perempuan Rey, yang baru saja pulang dari luar pulau. Setelah lulus kuliah, perempuan itu langsung bekerja di salah satu perusahaan tambang yang berada di pulau Kalimantan. Hanya dua bulan sekali ia bisa kembali ke rumahnya ini.

Mami sering sekali mengajukan permintaan kepada putrinya itu untuk resign, dan bekerja di perusahaan papi. Tapi Dinda menolak dan memilih jalannya sendiri. Membangun, merintis, dan memperjuangkan masa depannya dengan kedua tangannya sendiri.

"Ada hal yang papi mau beritahukan, terutama buat kamu, Rey." Suara papi memecah keheningan.

Laki-laki itu menyimpan piring kuenya di atas meja. Rey berhenti mengunyah dan menatap papi dengan serius. "Ada apa, pi?"

"Akhir-akhir ini, kondisi Oma semakin hari kian menurun. Dan papi juga dapat kabar dari tetangga Oma, kalau Oma baru aja jatuh dari kamar mandi," jelas papi.

"Oma gak pa-pa, kan?" Tanya Rey terkejut.

"Oma cedera. Dan harus, mendapatkan perhatian lebih dari dokter," jawab papi.

Rey masih setia menunggu kalimat selanjutnya dari papi. Walaupun dirinya masih diselimuti oleh rasa kaget dan cemas. Papi juga terlihat sedang banyak pikiran. Laki-laki paruh baya itu menghela nafas panjang berkali-kali.

"Dan papi mau, kita semua pindah ke rumah Oma. Kita bakalan urus beliau di sana," putus papi menoleh ke arah Rey.

Hening

Ia melihat putranya itu masih berusaha mencerna setiap satu persatu kalimatnya. Belum ada respon juga yang Rey keluarkan. Tatapan putranya itu seakan meminta untuk penjelasan lebih.

"Kita akan menetap di sana, dan dengan waktu yang tidak bisa papi tentukan," tambah papi.

"Kenapa bukan Oma aja yang kesini, pi? Kenapa mesti kita? Kita bisa rawat Oma disini sama-sama, Jakarta punya fasilitas, rumah sakit yang memadai, kendaraan yang nyaman untuk bawa Oma ke rumah kita," ucap Rey.

Mami dan Dinda yang melihat perdebatan kedua laki-laki tersebut, tidak berani ikut campur. Keduanya sudah lebih dulu tau, bahwa papi berencana untuk tinggal bersama Oma di kampung halamannya. Respon mami dan Dinda pada awalnya sama seperti Rey.

Tapi kedua perempuan tersebut bisa dengan lapang dada dan memaklumi kondisi yang dirasakan oleh papi. Mereka juga paham dengan Rey, yang pada dasarnya lahir dan besar di kota Jakarta, dengan serba ada, tiba-tiba harus ke kampung dan beradaptasi di sana.

"Papi maunya begitu, tapi Oma menolak. Kamu tau, kan, disana ada makam Opa yang hampir setiap minggu Oma kunjungi. Dia enggak mau ninggalin itu," balas papi dengan tetap mengontrol nada bicaranya.

"Kalau kamu tidak mau, tidak apa-apa, Rey. Kamu tetap bisa tinggal di rumah ini sendiri, dan uang jajan kamu bakal tetap papi transfer," tambah papi memberikan pilihan.

Papi kemudian bangkit dari duduknya. Sebelum pergi ia berkata. "Kamu pikir-pikir aja dulu, Rey. Papi tunggu jawaban kamu sebelum minggu depan nanti."

Laki-laki paruh baya itu melangkahkan kakinya menaiki satu persatu anak tangga rumah. Di ikuti oleh mami dan juga kak Dinda. Tinggal Rey saja, yang masih merenung di depan televisi yang masih menyala.

****
Kamar yang berwarna abu-abu bercampur hitam tengah di isi oleh suara dua orang remaja laki-laki yang tengah duduk berdua di balkon.
Thomas menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, sembari menatap lurus ke depan.

"Gua juga gak bisa bertindak apa-apa, Rey. Dan andaikan gua ada di posisi lo, mungkin gua juga sama bingung nya kayak lo. Satu sisi lo mau menetap di sini dan melanjutkan semua yang sudah ada, tapi satu sisi lo harus ikut orang tua lo untuk berbakti sama Oma lo," ujar Thomas.

"Bener, Thom. Gua pengen banget di sini sama kalian semua, lulus sama-sama, dan intinya gua mau di sini aja. Tapi gua juga gak bisa hidup sendiri, seperti Kai. Gua masih butuh orang tua gua juga." Rey menghela nafas panjang.

"Lo, mau kasih tau yang lain tentang ini?" Tanya Thomas.

"Mau gak mau, mereka harus tau, Thom. Dan mungkin, ini bagian yang paling sulit bagi gua. Apalagi lo masih ingat kan, permintaan Kai waktu di gazebo rumah Andra?"

Thomas mengangguk. "Gua paling gak bisa, kalau liat Kai kecewa. Dia udah banyak luka nya, Rey. Keluarganya udah enggak menganggap dia ada, trauma nya dia dengan kisah percintaannya yang belum selesai, kehidupan dia yang keras. Jangan sampai persahabatan kita yang dia anggap sebagai rumah, malah menyakitkan buat dia."

"Lo ingat, kan? Dua hari lagi, dia bakalan ulang tahun," ucap Thomas memperingatkan.

Rey tentu saja ingat semua tentang Kai. Sial, kenapa waktu tidak bisa diajak berkompromi saat ini. Thomas, Rey, Andra dan Raja akan maju paling depan ketika gadis itu terluka. Bahkan mereka melakukan apa saja, agar Kai tidak merasa kesepian. Andaikan tidak ada mereka berempat, mungkin Kai sudah menjadi seonggok sampah yang tempatnya jauh dari kata layak.

"Tapi, lo tenang aja, gua pasti bantu buat lo ngomong sama yang lain." Thomas menepuk dua kali pundak Rey.

Keduanya lalu tertawa kecil. Tawa yang menyatakan bahwa perpisahan akan sebentar lagi mereka rasakan. Tawa yang menjadi topeng padahal mereka menginginkan episode tentang mereka berlima ini lama.

Hari ini mereka akan berkumpul di rumah Thomas untuk mengerjakan tugas Bahasa Indonesia bersama-sama. Tetatpi Rey memang sengaja datang lebih awal untuk berbincang sebentar dengan Thomas.

"Ternyata waktu kita untuk sama-sama, sebentar lagi berakhir. Padahal masih banyak hal-hal yang belum kita lakukan. Terutama wujudin mimpinya Kai. Yang mau foto bareng di depan sekolah setelah ujian kelulusan."

"Lo bener, Thom. Gua merasa bersalah sama kalian semua. Gua yang mau kita semua lama, tapi akhirnya gua juga yang pergi," balas Rey.

"Yah, begitulah. Kita enggak bisa tentukan, perjalanan kita ke depannya seperti apa. Konon katanya, setiap orang itu ada masanya. Dan setiap masa ada orangnya. Kita tidak bisa memaksakan untuk masa dan orang itu tetap berada di pihak kita," kata Thomas.

"Gua yakin, mereka bakal bisa menerima ini. Pokoknya kalau ada waktu luang, lo balik lah ke Jakarta. Main lagi sama kita. Gak boleh juga ada kata asing," lanjut Thomas.

Rey mengangguk. "Pasti, Thom."

****
Bagaimana dengan part ini?

Jika kalian berkenan, tolong tinggalkan komen dan vote untuk cerita ini. Semoga kalian selalu di kelilingi dengan hal-hal yang menyenangkan.

Terima kasih sudah baca💓

Tertanda

5 Juli 2023

SUDUT PANDANGWhere stories live. Discover now