7-SUATU HARI DI MINGGU PAGI

5 0 0
                                    

Hai, selamat pagi<3

How's your day?

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗

---

D

i kamar yang tidak terlalu luas Rey menggelar satu sajadah untuk menunaikan sholat maghrib. Rey sudah lengkap dengan baju koko putih, sarung berwarna hitam serta peci. Sesekali ia mengecek ponselnya. Tidak ada pesan ataupun telepon di sana. Hari ini jaringan di desa Uleng sedang terputus.

Ketukan pintu di kamarnya sedikit mengejutkan. Rey segera membukanya. "Kenapa, pi?"

"Itu, di depan ada Imam. Mau ngajak sholat berjamaah katanya," ucap papi yang juga terlihat sudah rapi dengan baju koko nya.

Rey mengangguk. Ia menarik langsung sejadah nya yang rapi dan keluar rumah menemui Imam. Ternyata dia tidak sendiri. Abi juga ikut. "Buset, lo mau ke surau atau ke kondangan. Wangi amat," tegur Imam.

"Ketemu doi aja lo harus tampil perfect. Masa mau ketemu sama pencipta, lo malah biasa aja," balas Rey.

Di samping Imam, Abi tertawa dengan kerasnya. "Dengerin tuh, Mam."

Langkah ketiga pemuda tersebut telah sampai di sebuah surau sederhana dengan cat yang sudah usang. Atap dari seng mulai berkarat dan penerangan yang sangat minim. Walaupun demikian, semangat warga sekitar sepertinya tidak luntur. Para ibu-ibu, bapak-bapak, anak muda beserta anak-anak satu persatu mengisi dalam surau.

Dikta melebarkan senyumnya. Pemandangan yang jarang sekali ia lihat. Saat sholat di masjid komplek perumahannya, hanya ada orang-orang tua saja yang mengisinya. Anak muda jarang ikut meramaikan. Mereka sibuk akan dunianya yang sama sekali tidak akan mereka bawa saat pulang nanti.

Saat memasuki area dalam surau, ketiga pemuda tersebut langsung mengambil barisan paling depan. Mata Rey ikut menelusuri setiap sudutnya. Tidak ada Ac, maupun kipas angin. Tapi tetap terasa sejuk. Suara adzan terdengar sampai di seluruh desa.

Abi menyenggol lengan Imam sembari menatap Rey yang terlihat begitu takjub. "Biasa, culture shock anak kota ke desa," ucap Imam.

Setelah sang muadzin mengumandangkan azan. Tibalah shalat salat maghrib berjamaah di gelar. Lantunan irama ayat suci Al-Quran menambah kekhusyukan shalat tersebut. Semuanya serentak sujud di hadapan sang pencipta tanpa memandang harta siapa paling banyak, kedudukan siapa yang tinggi, dan dari latar belakang apa. Seakan bermaksud semua sama di hadapan Tuhan, dan tidak ada yang mampu menandinginya.

****
Hari minggu pagi para warga desa Uleng sudah beraktivitas seperti biasa dan lebih awal. Para lelaki dewasa mulai mengayuh sepeda dan menggendong cangkul menuju ke sawah. Kicauan nyaring burung menjadi alarm alami dari alam untuk membangunkan penduduk desa.

"REY, WOI, REY!!" Entah sejak darimana datangnya Imam tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar Rey dan menubruk tubuhnya yang masih terbungkus selimut.

Laki-laki tersebut akhirnya bangun dengan mata yang sepenuhnya belum terbuka. "Kenapa, sih? Lo ganggu banget, dah!"

Rey tampak kesal ketika Imam mengacaukan mimpi indahnya. Tapi nampaknya Imam tidak peduli. Ia kemudian berdiri di samping Rey dan berucap, "kita ke sungai, yuk! Mandi-mandi, seru tau!" Ucapnya dengan semangat.

"Hah? Mandi-mandi?" Beo Rey. "Lo jangan aneh-aneh deh, Mam. Ini masih jam enam pagi, air dingin banget."

"Cupu lo, Rey. Mandi jam segini tuh, langsung seger. Udah, ayo buruan! Jangan tidur mulu!"

SUDUT PANDANGWhere stories live. Discover now