3-SELAMAT ULANG TAHUN KAI

7 1 0
                                    

Hai, selamat malam<3

How's your day?

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗

---

Hari-hari Rey yang biasanya aman-aman saja, di isi dengan kumpul bersama sahabatnya, ke sekolah dengan tenang, makan enak dan nyaman, itu semua telah sirna. Langkah selalu dibayangi oleh perkataan papi nya. Fokusnya hilang. Sekarang di meja belajar pun, ia terus memandangi buku pelajarannya.

Beberapa kali membolak-balikan lembarnya tapi tidak ada satupun yang ia pahami. Rey menyerah. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, menatap langit-langit kamar. Hingga seorang perempuan mengetuk pintu kamarnya dan masuk. Dinda. Kakaknya itu membawa beberapa cemilan, lalu memberikannya kepada Rey.

"Semesta memang gak pernah adil, Rey." Suara Dinda mengisi ruangan kamar Rey. "Tapi bukan kamu aja yang merasakan, orang lain juga."

"Kakak tau, kamu enggak bakal setuju dengan keputusan papi. Kamu masih mau stay di Jakarta, dengan sahabat-sahabat kamu, sekolah kamu, dan semua yang ada di kota ini," lanjut Dinda. Gadis itu berdiri dan menyandarkan tubuhnya di depan pintu lemari menghadap Rey.

"Tapi, coba pikir, misalkan kamu ikut sama papi dan mami. Yang berbeda cuman lingkup pertemanan kamu, suasana, dan one day kakak yakin. Kamu bisa beradaptasi dengan hal itu," tutur Dinda dengan tenang.

Rey memperbaiki kacamata nya dan berusaha tetap mendengarkan setiap kalimat Dinda.

"Papi lebih banyak berkorban nya, Rey. Papi harus ninggalin pekerjaannya, client-nya, usaha nya, dan harus bekerja dengan jarak jauh. Begitupun dengan mami. Mami juga jauh dari teman-temannya, usaha butik harus dia pantau dari jauh. Mereka berdua lebih banyak berkorban di bandingkan kamu, Rey."

"Kalau tidak ada yang mau di antara kita berkorban, yasudah, Oma bawa ke rumah kita. Kita semua rawat di sini dengan fasilitas terbaik, dokter yang paling bagus," sela Rey.

"Oma udah gak sekuat itu, Rey. Oma udah gak diperbolehkan untuk melakukan perjalanan jauh," balas Dinda.

"Dengan sikap kamu kayak begini, itu sama saja kamu melarang papi buat berbakti sama Oma. Oma akan terbengkalai di kampung, hidup sendirian, dan kita juga gak pernah tau Rey, berapa lama manusia berpijak dibumi. Dan jangan sampai, karena penolakan kamu, itu bisa buat papi menyesal seumur hidup," lanjut Dinda.

"Selama ini, papi enggak pernah melarang apapun keinginan kita. Kamu juga gak perlu khawatir, di sana rumah Oma nyaman, dan gak se berisik Jakarta."

Rey tidak bisa lagi membalas perkataan Dinda. Semua yang dikatakan kakaknya tidak ada salahnya. Dibandingkan Rey, papi dan mami lah yang paling banyak pengorbananannya.
Apalagi ini tentang pengabdian seorang anak terhadap seorang ibu.

Malam itu entah kenapa setelah mendengarkan penjelasan Dinda, kedua pundak Rey seakan begitu lega. Tapi tetap saja, belum ada keputusan yang ia ambil. Semuanya masih belum diterima sepenuhnya.

****
Di gazebo rumah Andra setelah pulang sekolah, benar-benar sunyi. Padahal tempat itu sudah di isi oleh lima remaja yang biasanya tidak pernah diam seperti ini. Raja dan Kai yang biasanya adu bacot, Andra yang petakilannya tidak ada ampun, Rey yang sering nimbrung, dan Thomas yang biasanya terus tertawa sekarang membisu.

"Lo, kapan berangkat nya?" Suara Kai memecah hening.

"Besok lusa," ucap Dikta pelan.

Andra, Raja dan Kai menghela nafas panjang. Raut kecewa, sedih dam bingung tercetak jelas di wajah mereka. Ke empat remaja laki-laki itu memilik pemikiran yang sama. Mereka ingat besok adalah hari ulang tahun Kai. Dan sekarang, gadis itu sedang murung. Tidak tega rasanya jika setiap hari mereka berusaha untuk membuat Kai selalu senang, dan harus gagal sekarang.

SUDUT PANDANGWhere stories live. Discover now