Chapter 11

169 34 10
                                    

Shizui tak pernah membayangkan apa yang akan terjadi malam ini ketika dia terus berjalan di bawah gerimis pertama yang turun pada musim gugur tahun ini. Dia terus menyusuri jalanan ramai kota. Dari bawah payung terkembang, matanya mengintip berbinar pada aneka makanan yang dijual di kios kios pinggir jalan. Bakpao yang mengepul, aneka kue tradisional, permen, manisan dan banyak camilan.

Saat ini musim gugur, tetapi rasanya Shizui masih bisa mencium aroma bunga dari satu arah seolah-olah masih musim semi.

Langit semakin menghitam seiring gumpalan awan menebal dan mencurahkan tetes-tetes air. Shizui melangkah dengan kecepatan sedang, menikmati pendar lampion-lampion di tiap toko yang digantung memanjang dengan warna jingga dan merah.

Anak muda itu baru saja menyelesaikan tugas membeli beberapa makanan dan buah-buahan untuknya dan juga tuan mudanya.

Di bawah siraman gerimis rapat, aroma bunga semakin pekat. Bercampur aroma tanah basah. Dia menoleh mencari sumber aroma bunga dan melihat beberapa meter di kanan depan sebuah halaman disesaki bunga-bunga dalam pot yang digantung. Beberapa jenis bunga ditanam juga di antara semak-semak, dan sebuah kolam kecil dipenuhi bunga teratai merah muda yang merunduk.

Sebuah lampion merah berbentuk memanjang tergantung di awning bangunan, di lampion itu ada tulisan berwarna keemasan.

Penginapan Teratai.

Pintu utamanya terbuka lebar menyambut setiap tamu yang ingin datang menginap. Seperti semua bangunan gaya lama, ada pilar beranda di kedua sisi pintu masuk dan sebuah plakat kayu tergantung tepat di tengah atas pintu.

Shizui merasakan tempat itu begitu ramah dan menyenangkan. Dia bisa memastikan bahwa ini adalah penginapan terbaik di kota.

Tiba-tiba satu cahaya memancar Beberapa meter di atas sana. Shizui yang tengah bengong mengagumi halaman penginapan spontan mendongak. Rupanya jendela kamar di lantai atas penginapan baru saja dibuka oleh seseorang dan cahaya terang kekuningan dari lentera besar merembes keluar.

Di balik tirai perak yang tercipta dari gerimis rapat, ada sosok samar muncul di jendela. Berdiri membelakangi cahaya dari arah belakangnya, wajah seseorang itu tidak terlalu jelas. Shizui menatapnya, meski terpaut beberapa meter, dia memicingkan mata dan menyadari sesuatu.

Sosok itu sepertinya tidak asing. Tetapi dia nyaris tidak ingat di mana dan kapan pernah melihatnya. Sebelum ia bisa memikirkan lebih jauh, sosok itu menoleh padanya, seakan menyadari tengah diperhatikan.

Shizui mengerjap-ngerjapkan mata, menajamkan penglihatannya. Sesaat berikutnya dia sangat terkejut sehingga tangan yang memegang keranjang makanan sedikit gemetar dan payungnya juga setengah oleng.

Mulut anak muda itu terbuka, dia bahkan nyaris kesulitan berkedip. Sosok itu adalah pemuda dalam lukisan Lan Wangji.

Bagaimana dia bisa lupa barusan, wajah itu ada di setiap ruangan di galeri dan juga rumah sang seniman.

Pemuda yang namanya seketika ia lupa itu mengenakan pakaian berwarna hitam. Luar biasa tampan, dengan rambut panjang melayang di belakangnya. Dia tampak seperti seorang dewa yang berjalan keluar dari dalam lukisan.

Shizui mengendalikan reaksinya yang berlebihan. Dia menunduk sekejap, menggosok mata dengan susah payah karena tangannya dipenuhi barang. Ketika dia mendongak sekali lagi, sosok itu mundur ke dalam ruangan.

Pemuda itu tadi sempat melihat padanya, tetapi ekspresinya sangat datar. Matanya berkilau laksana kristal, bahkan sangat indah di balik tirai gerimis.

Shizui mundur beberapa langkah, kemudian masih sedikit linglung, dia kembali berjalan ke arah yang benar, kali ini jajaran pedagang makanan tidak menarik perhatiannya lagi. Dia ingin lekas tiba di rumah dan menyampaikan berita luar biasa ini pada Lan Wangji, sangat penasaran dengan bagaimana reaksinya nanti.

𝐃𝐫𝐞𝐚𝐦 𝐖𝐞𝐚𝐯𝐞𝐫 (𝐖𝐚𝐧𝐠𝐱𝐢𝐚𝐧) Where stories live. Discover now