part 2

1.8K 177 12
                                    

"Jadi bisa kamu jelaskan tentang yang semalam?" Dirga mengangkat satu alisnya untuk mengintimidasi sang lawan bicara.

"Apa? Gak terjadi apa-apa semalam." Jawab Kiara cuek. Dia menyedekapkan tangan di depan dada, seolah tatapan yang dilayangkan Dirga padanya sama sekali tidak berpengaruh apa-apa. Padahal kenyataannya, di dalam sana jantung Kiara sudah berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya.

Ini juga kenapa Bibi tidak datang untuk menyiapkan minum gitu, setidaknya Kiara tidak merasa hanya berdua saja dengan Dirga.  Kiara merutuki siapapun yang bisa disalahkan saat ini.

"Benarkah? Lalu ada urusan apa laki-laki dan perempuan malam-malam dihotel?"

"Apa? Gue cuma main aja kan sama temen. Gak ada yang salah."

"Main kuda-kudaan ala orang dewasa maksud kamu?"

"Enak aja, jaga ya tuh mulut. Emang Gue perempuan apaan." Kiara emosi tentu saja dituduh seperti itu oleh Dirga.

Dirga sama sekali bukan orang yang mengenalnya luar dan dalam. Dan dengan seenaknya menilai Kiara seperti itu, tentu saja Kiara tidak terima.

Dirga terkekeh sinis, pandangannya masih tetap ke arah Kiara yang dari tatapan matanya seolah sedang mengobarkan api yang siap membakarnya kapan saja.

"Harus kah saya percaya?"

"Lo itu gak tau apa-apa ya tentang Gue. Jangan sok jadi yang paling tau deh." Kiara menuding ke arah Dirga, jari telunjuknya menunjuk ke arah pria itu berada, seolah sedang memperingati.

"Saya emang gak tau apa-apa tentang kamu, tapi kamu harus ingat kalau sekarang kamu sudah menjadi tunangan saya dan otomatis membawa nama baik keluarga saya juga." Dirga menjawab dengan tenangnya, menghadapi wanita bar-bar seperti Kiara ini tidak bisa dengan emosi juga. Yang ada malah bisa baku hantam mereka nanti.

Dirga sendiri heran dengan orangtuanya, kenapa bisa menjodohkan dia dengan wanita bar-bar seperti Kiara ini. Padahal jika ditelisik dari profesinya, hal itu tidak lah menguntungkan untuk citra orangtuanya.

"Halah mentang-mentang keluarga Lo itu punya kuasa, Lo mau seenaknya sama Gue?"

Kiara menantang. Jiwa-jiwa bar-bar nya tentu saja merasa tercoreng mendapat peringatan seperti itu.

"Saya tidak ada niat seperti itu dengan kamu. Saya hanya memperingati agar kamu lebih hati-hati dalam bertindak."

"Bacot. Mending Lo ngomong sama Papa Lo itu buat batalin pertunangan ini, dari pada Lo repot-repot segala kan ngatur Gue."

"Kenapa harus saya? Kenapa bukan kamu saja yang mengatakan niat kamu pada Papamu saja?"

Kiara terdiam, dia termakan ucapannya sendiri. Tentu saja dia tidak bisa melakukan apa yang disarankan Dirga padanya, dia masih belum rela jika hidup tanpa adanya uang Papa yang selalu mengalir di rekeningnya.

"Tidak bisa bukan? Dari pada kamu sibuk memberontak seperti ini, bagaimana jika kamu mulai menerima saja dan mencoba berdamai dengan saya?"

"Kenapa? Lo jatuh cinta sama Gue?" Meskipun sudah kalah telak, tentu saja Kiara tidak akan terlihat lemah begitu saja. Dia mempunyai segudang cara untuk mempertahankan harga dirinya di depan orang seperti Dirga ini.

Dirga yang mendengar itu terkekeh pelan. Dia bangun dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Kiara.

Kiara ketar-ketir ditempat, satu langkah yang dilakukan Dirga mampu membuatnya harus menahan nafas karena saking gugupnya. Apalagi tatapan bak elang itu yang seolah menusuk tepat di dadanya, membuat Kiara harus mengalihkan pandangan kemana saja asal tidak bertemu dengan tatapan Dirga.

Kiara tetap mempertahankan dirinya agar terlihat cool di depan Dirga. Tidak rela rasanya dia terlihat lemah di mata Dirga.

"Terlalu percaya diri itu tidak baik, Kiara." Ucap Dirga di depan wajah Kiara. Telunjuknya mendarat di kening mulus Kiara dan mendorongnya ke belakang.

"Kurang ajar, berani-beraninya Lo." Kiara menepis dengan kencang jari Dirga yang ada di keningnya, membuat tangan lelaki itu terhempas jauh.

Suara deheman yang berasal dari seseorang, berhasil membuat perdebatan diantara keduanya berhenti.

Keduanya menoleh bersamaan ke arah sumber suara dan melihat Rania berada disana dengan menenteng tas yang memperhatikan makanan cepat saji disana.

"Turuti apa yang saya katakan kalau kamu tidak mau masalah ini sampai ke telinga Papa kamu." Bisik Dirga ditelinga Kiara.

Kiara hanya diam mematung. Lagi-lagi jika sudah diancam perihal Papanya dia tidak akan bisa berkutik lagi. Kenapa Dirga harus tau kelemahannya? Kiara kan jadi tidak bisa melawan pria itu lagi.

"Kasih makanannya, kita balik sekarang." Perintah Dirga pada Rania.

Tidak ingin terkena semprotan amarah dari kakak sekaligus bos-nya ini, akhirnya Rania memilih untuk menuruti perintahnya saja.

Dia berjalan mendekat ke arah Kiara dan meletakkan tas berisi makanan yang dibawanya diatas meja.

"Dimakan ya kak." Ucap Rania. Dia melirik ke arah Dirga sebentar yang saat ini sudah berada di luar rumah.

"Maaf kak, aku juga gak nyangka kalau kak Dirga bakal datang kesini." Rania terlihat merasa bersalah pada Kiara. Kurang lebih dia mengetahui tentang hubungan Kiara dan kakaknya yang berjalan tidak terlalu baik.

Kiara hanya mengangguki saja. Percuma juga menyalahkan Rania, perempuan itu tidak tau apa-apa.

"Iya, kamu gak mau makan dulu? Temenin aku?"

"Jangan deh kak. Moodnya kak Dirga lagi berantakan, aku gak mau kena semprot dia."

Kiara terkekeh. Lihat bukan, adik kandungnya saja takut pada Dirga, apalagi orang lain kan.

Sekarang kalian percaya bukan kalau Dirga itu semenyeramkan itu.

"Ya udah, kamu hati-hati."

"Harusnya kakak ngomong gitu ke kak Dirga, dia kalau lagi emosi bawaannya pengen ngajak mati tau kak."

"Ya bagus dong, aku jadi bisa lepas dari dia."

Rania hanya tertawa kering. Dia pun berpamitan pada Kiara dan menyusul kakaknya yang telah menunggu didalam mobil.

"Pelan-pelan kak nyetirnya, aku masih belum siap mati. Pingin ngerasain jadi istri orang dulu." Ucap Rania saat dia telah berada di mobil yang sama dengan Dirga. Dia memasang seatbelt dan menggenggamnya dengan kuat saat mobil mulai melaju.

"Hmm." Dirga hanya menjawab dengan deheman karena malas menanggapi adiknya.

"Kak, kenapa sih kalau ketemu sama kak Ara kalian bertengkar terus."

"Tanya Kiara, kenapa dia ngelawan kakak terus."

"Aku cuma kasih tau aja nih kak, cewek tuh sebenernya gak suka kalau ditegurnya terang-terangan gitu. Mending kakak kalau mau negur yang baik gitu loh, rayu dikit juga gak masalah."

"Kiara itu gak segampang itu diatur, Papanya sendiri aja sampai bingung apalagi kakak yang baru kenal sama dia."

"Masa sih?" Rania menggaruk keningnya tidak percaya pada apa yang diucapkan kakaknya.

"Tadi malam dia buat ulah lagi. Kamu bayangkan, dia jalan berdua sama cowok masuk hotel kalau sampai Papa tau, kakak yang dimarahin."

"Masa sih kak? Kakak salah lihat kali? Kak Ara baik kok, gak mungkin lah mainnya ke hotel sama cowok pula."

Dirga berdecak, sebanarnya adiknya ini memihak pada siapa? Kenapa dari tadi malah sibuk membela Kiara.

"Percuma ngomong sama kamu."

To be continued

Seneng banget sama antusias kalian, karena para kemarin udah penuhi target jadi aku update lagi deh. Hehe.

Btw, Seru gak sih cerita ini?
Udah cukup buat kalian penasaran belum sama ceritanya?

Tungguin kelanjutannya ya. Masukin perpus biar kalian dapat notif setiap aku update.

See you.

80 vote + 10 komen for next guys.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang