🌲 Perjalanan

222 35 5
                                    

Pagi-pagi sekali delapan bungkus nasi krempyeng sudah tersaji, beserta mendoan hangat yang baru dibeli Sora dan Rosie beberapa saat lalu. Kedua wanita itu sudah rapi dan wangi, siap melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya.

Anjani dan Livi sedang mandi. Sementara cowok-cowok-kecuali Tristan masih tidur. Terutama Tara dan Yuskhaf yang ikut kegiatan MI. Mereka berdua masih terlelap dalam mimpi, tak peduli pada kegaduhan di sekitarnya.

Biasanya senin pagi suasana kampus akan sangat ramai, tapi berhubung kegiatan perkuliahan telah selesai jadi suasananya cukup sepi. Parkiran kosong melompong, ruang-ruang UKM masih tertutup rapat. Anak Mapala sudah seperti menguasi gedung tersebut.

"Sarapan gaes!" teriak Rosie yang hanya dibalas sahutan oleh para juniornya yang sedang sibuk siap-siap berangkat Diksar ke Gunung Ungaran.

"Truknya datang jam berapa Dek?" tanya Sora sambil membuka satu bungkus nasi krempyeng. Setelah bertahun-tahun lamanya baru kali ini dia mencicipinya lagi. Dulu waktu masih kuliah nasi krempyeng adalah opsi terbaik mahasiswa untuk sarapan manakala keuangan sedang menipis.

Seporsi krempyeng terdiri atas nasi yang ditambahi dengan urap, kering tempe, mi, dan bumbu kacang serta remukan rempeyek yang menjadi toppingnya. Dulu harganya hanya tiga ribu, tapi sekarang sudah naik jadi lima ribu-walau kata juniornya masih ada yang menjual dengan harga empat ribu.

"Bentar lagi nyampe Mbak." Sora menggumakan oh pelan.

Tak lama kemudian satu persatu senior yang lain berdatangan. Salah satunya ada Mas Lebu yang sudah rapi mengenakan atribut lengkap. Melihat sosok itu, Sora dan Rosie langsung memberi salam dan membangunkan cowok-cowok yang masih tidur.

"Rapopo ra usah ditangike," kata Mas Lebu.
(Gak apa-apa gak usah dibangunin)

"Dia menyalakan sebatang rokok dan duduk di dekat Sora dan Rosie yang masih makan."

"Angkatanmu ra ono sing melu Diksar?"
(Angkatanmu gak ada yang ikut Diksar)

"Gak ada Mas, kita mau jalan-jalan." Rosie nyangir.

"Kemana toh?"

"Ke Jogja Mas sama Ke Bromo."

Mas Lebu ngangguk-ngangguk. Sedikit banyak ia paham kondisi angkatan mereka dan cukup terkejut saat mengetahui angkatan Tara lengkap mau pergi jalan-jalan, semua ikut tanpa terkecuali. Namun Mas Lebu ikut senang karenanya. Bisa dibilang angkatan Tara adalah didikan angkatannya, jadi melihat mereka berkumpul kembali seperti dulu rasanya ia berhasil mengajarkan arti kekeluargaan pada mereka.

"Yowes hati-hati. Ne ono wektu mampir ke rumah Mas Kaleng yo," katanya menyebutkan salah satu senior angkatannya.
(Yaudah hati-hati. Kalau ada waktu mampir ke rumah Mas Kaleng."

"Nggih Mas, nanti aku bilangin ke anak-anak." Rosie dan Sora selesai makan, bertepatan dengan Anjani dan Livi yang sudah selesai mandi. Mereka terkejut melihat keberadaan Mas Lebu.

"Eh, Mas Lebu." Anjani menyapa canggung. Teringat dulu betapa ia tidak menyukai lekaki itu.

Anjani dan Livi bergiliran menyalami senior mereka serta dua junior lain yang sama-sama sudah mengenakan atribut lengkap.

"Ikut diksar Mas?" tanya Livi basa-basi.

Biasanya saat kegiatan Diksar sering ada beberapa senior yang ikut menemani. Tujuannya bukan untuk sekedar meramaikan, atau merecoki kerja panitia. Justru mereka berniat membantu dan membackup apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Para senior biasanya membawa perlengkapan kemah sendiri sehingga panitia tak perlu repot-repot untuk menyiapkan.

"Iyo. Koe neng Semarang sesekali melu diksar lah, kancani adek adekmu," kata Mas Lebu. Livi cuma bisa nyengir.
(Iya. Kamu di Semarang sesekali ikut diksar lah, temenin adek-adekmu."

Segi Delapan [END]Where stories live. Discover now