🌲 Selepas Senja

170 34 4
                                    

Meninggalkan keindahan pantai-pantai Gunung Kidul, Tara melajukan mobil menuju kota Yogyakarta. Mampir sebentar ke Bukit Bintang untuk menikmati makan malam dengan pemandangan citylights yang bertaburan layaknya bintang di atas sana.

Warung-warung makan berjejer di sepanjang jalan, dari yang sederhana sampai restoran berkelas dengan pelayan berseragam yang mondar mandir mengantarkan pesanan. Konon Bukit Bintang dulunya dikenal dengan nama Hargodumilah, yakni sebuah tempat milik Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Mereka memilih tempat terbuka di lantai dua. Lalu duduk setelah pelayan mengatur meja mereka agar muat delapan orang.

Livi bercermin lewat kamera ponsel, memastikan tak ada yang salah dengan wajahnya. Sehabis puas main air tadi, ia dan yang lain mandi dan ganti baju sehingga penampilan mereka kini sudah kembali rapi. Sayangnya anak cowok memburu-buru sehingga Livi tak tenang saat sedang memoles wajahnya dengan make up.

“Lagian udah malam gini, masih perlu pakai make up? Habis makan kita juga langsung ke penginapan.”

“Bro, prinsip kita sama cewek itu beda.” Jovan menepuk-nepuk bahu Tristan. Mengerti sekali dia soal perempuan.

“Nah, tuh Jala ngerti.” Livi mengacungkan jempolnya.

Tristan terdiam. Ia perhatikan Livi yang duduk di depannya, masih sibuk bercermin lewat kamera ponsel. Tak banyak berubah dari perempuan itu selain tampak lebih dewasa.

Tak lama makanan datang, mereka segera menyingkirkan barang-barang di atas meja. Perut mereka sudah meronta-ronta sejak tadi, dan makan setelah lelah beraktivitas adalah suatu kenikmatan.

Tempat makan yang mereka datangi cukup ramai. Kebanyakan yang datang adalah pasangan, tapi mereka bukan satu-satunya yang datang bergerombol bersama teman-teman. Di sisi kanan lima orang mengisi meja, tertawa riang sembari memainkan sebuah permainan kartu. Makanan di piring mereka sudah habis, menyisakan cemilan dan minuman.

Melihat meja itu, Tristan lantas menyeletuk, “Ada yang bawa kartu gak? Uno atau remi gitu?”

Teman-temannya saling lirik, kemudian menggeleng kompak.

“Biasanya kan lo yang bawa, kalau gak Liwet,” balas Tara.

“Nggak, aku nggak bawa. Boro-boro inget kartu, aku aja berangkat buru-buru.”

“Entar beli aja di jalan, gampang.”

“Iya, sekalian beli jajan.”

“Jajan terus.”

Mereka lanjut mengobrol sambil menghabiskan makanan masing-masing. Setelah selesai mereka langsung melanjutkan perjalanan menuju penginapan. Mereka tiba di sana pukul sembilan lebih.

“Badanku pegel-pegel.” Livi menyeret langkahnya sambil menenteng tas.

“Akhirnya bisa istirahat.” Sora terlihat sudah mengantuk.

Tara membagikan kunci. Satu kamar diisi oleh dua orang. Anjani dan Rosie, Livi dan Sora, Tara dan Tristan, lalu Jovan dan Yuskhaf. Penginapan yang mereka pilih terletak tak jauh dari Malioboro. Beruntungnya tak ada tamu lain selain mereka. Tadinya mereka mau mampir ke Malioboro, tapi terlanjur malas.

Setelah mendapat kunci, mereka masuk ke kamar masing-masing. Ada yang membenahi barang-barang, ada yang bersih-bersih, ada juga yang langsung melemparkan diri ke atas kasur—terlalu lelah untuk melakukan sesuatu.

[Tristan]
Woy ayo main poker

Tristan mengirim pesan di grup obrolan. Ia berbaring sambil menunggu respon teman-temannya, sedangkan Tara sedang mandi. Iya dia mandi lagi padahal tadi sore sudah mandi.

Segi Delapan [END]Where stories live. Discover now