09. Rasa Penasaran Terus Menghantui

18 6 0
                                    

Selamat membaca, semoga suka🤩!


09. Rasa Penasaran Terus Menghantui.

Cowok berambut gondrong, memakai jaket levis bertuliskan Cargon di belakang punggungnya telah memasukkan kendaraan roda dua bermerek scoppy ke bagasi. Tak lupa juga Gio mengambil kunci motor dan hendak berjalan menuju pintu. Ia mulai memasuki rumah bertingkat 1, di ruangan tengah terlihat sepi sudah seperti tidak berpenghuni.

Baginya tidak masalah, lagian setiap hari, setiap menit, setiap detik selalu merasakan kesepian. Beda lagi jika di sekolah selalu nampak ricuh tidak pernah sepi ataupun sunyi. Kedua kaki yang masih terbalut kaos kaki hitam di kanan kirinya ada gambar ganza mulai menaiki anak tangga, jaket levis yang semulanya di pakai sekarang di lepas dan di lemparkan ke sebrangan arah secara asal.

Maya yang sedang membaca majalah seketika berhenti di saat majalah yang di genggamnya jatuh ke lantai akibat jaket levis Gio mengenainya. Ibu paruh baya itu mendengus mengeratkan genggamannya. Ntah anak itu tidak sengaja atau di sengaja yang jelas membuat kemarahannya memuncak. "Kamu tuh gak sopan banget ya!" Gio berhenti melangkah berdiri di anak tangga. "Ada ibu di sini bukannya ucapin salam, malah nyelonong gitu aja." Kesalnya menatap sang anak dari bawah.

Gio tidak buta, tetapi ia sama sekali tidak melihat ada ibunya sedang duduk santai di sofa, karena biasannya di ruangan tengah selalu sepi, bahkan ia pikir ibunya sedang ada di kamar atau di dapur.

Maya bangkit dari duduk, tangannya masih menggengam jaket levis yang nyaris pada saat itu akan mengenai wajahnya. "Makin hari kamu makin gak bisa di atur! Jangan mentang-mentang sekarang kamu punya pacar kamu-"

"Aku gak punya pacar." Hardik Gio penuh penekanan, cowok itu sama sekali tidak menoleh bahkan melirik ibunya yang sedang menatapnya dengan tatapan yang menusuk. "Kalo kamu gak punya pacar, terus kenapa tadi kamu bonceng cewek seuumuran kamu?"

Gio menghela nafasnya. "Yang ngasih tahu ibu siapa? Kak Gisel?" Tanyanya sudah menebak duluan. Dan benar saja ternyata kakak nya lah yang memberitahu ibunya, Gio berdecih bila melihat Maya menganggguk sebagai jawabannnya.

"Kamu sekarang udah berani kelayapan ya!" Tuduh Maya mulai tersulut emosi.

"Kelayapan?" Gio menyeringai mendengarnya, tatapannya beralih menatap ibunya yang masih berdiri di dekat sofa. "Aku gak kaya anak lain tuh, ikut-ikutan geng motor, pergi ke club, nongkrong di pinggir jalan-"

"Sekarang kamu emang gak ngelakuin itu, tapi nanti kamu pasti keluyuran gak jelas." Maya menarik nafanya sebentar. "Kamu itu masih anak SMA Gio, gak seharusnya kamu pacaran. Tugas kamu itu harus belajar, belajar dan belajar."

"Dulu ibu ngatur-ngatur ayah, sekarang ayah udah meninggal ibu ngatur-ngatur aku," Gio melirik sekilas ibunya yang masih terdiam kikuk. "Aku juga tahu pasti ayah merasa tertekan sama hal nya seperti aku sekarang."

Maya memberengut, tak terima dengan perkataan yang di lontarkan oleh Gio barusan. "Jaga omongan kamu ya!"

Gio menggeleng. "Terserah ibu, aku capek."

Maya dadannya terasa sesak, apalagi jika membahas tentang Beno Junianto Sagara suaminya serta ayah dari kedua anaknya yaitu Gisella Anastasya Sagara dan Giovano Sagara. Mendiang suami Maya sudah meninggal pada tahun 2020 lalu, jika di hitung Beno sudah meninggalkan keluarganya kurang lebih 4 tahun.

Anak bungsunya itu sama sekali tak menghiraukan ibunya yang saat ini sedang kesakitan, meremas baju bagian dadanya yang terasa sesak. Yang ada Gio memajukan langkahnya yang sempat tertunda untuk menuju kamar yang berada di lantai 2.

Ketika Gisel membuka pintu dapur, ia mengambil gelas untuk minum karena lelah habis berspeda tadi, rutinitas cewek berumur 20 tahun ini memang selalu bersepeda selain untuk menjaga tubuhnya agar terlihat ramping ia juga selalu keliling-keliling komplek jika tidak ada jadwal kampus.

O B S E S I [On Going✔️]Where stories live. Discover now