🌠 • 25 • Persaingan

65 55 22
                                    

“Siapa sangka jika mereka memang di takdirkan bersaing bahkan sejak awal?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Siapa sangka jika mereka memang di takdirkan bersaing bahkan sejak awal?”

🌠

"Tinggal kelas, huh?" sindir Rere sinis. Matanya menyisir penampilan Sana dari atas kepala ke bawah kaki. Pantas saja dia tidak punya sopan santun. Tawa kecil meledek Rere kembali terdengar.

Sana mendengus. "Kenapa kalau gue tinggal kelas? Masalah buat lo?"

"Nggak, sih. Tapi wajar aja lo gak bisa sopan ke gue, ternyata karena lo tinggal kelas, ya? Yang itu artinya kita seangkatan? Atau mungkin lo setahun di atas gue? Btw, kapan lo tinggal kelas? Pas SMP, kan? Kelas berapa?" cecar Rere beruntun.

"Nggak usah urusin hidup gue, urus aja hidup lo sendiri!" ketus Sana.

Dari sekian banyak orang yang bersekolah di SMA Wijaya, kenapa dia harus berhadapan dengan Rere—kakak kelas paling menyebalkan yang diam-diam suka mengeksekusi gadis yang menyimpan rasa terhadap Gara?

"Gue cuma nanya, biasa aja kali," balas Rere. Kedua tangannya masih terlipat di depan dada. "Oh iya, gue bingung. Kenapa lo bisa masuk ke sini? Gue yakin itu bukan karena nilai lo yang di bawah rata-rata," cetusnya.

Sana memutar bola mata malas. "Sekali lagi gue tegasin sama lo, mau gue tinggal kelas atau apapun itu bukan hal yang perlu lo ketahui."

"Kalau gitu, lo nggak keberatan dong buat tinggal kelas, lagi?"

Rere tertawa kecil menangkap raut muka tak bersahabat Sana, menatapnya dengan sorot mata tajam. Lengannya terangkat naik, menepuk-nepuk bahu Sana pelan. "Makanya, kalau lo nggak mau sampai itu terjadi jangan coba-coba buat cari masalah ke gue. Atau lo bakal terima akibatnya."

"Lebih baik lo pikirkan aja nasib lo selama sekolah di sini, nggak perlu cari apapun, apalagi Bintang," tekan Rere. "Dan sepertinya gue gak perlu khawatir karena lo cuma anak buangan yang itu artinya cowok yang lo cari juga sama kayak lo, kan? So, nggak mungkin dia Gara karena gue tahu dia dan orang tuanya sedarah, bahkan sejak kecil gue sering main ke rumah dia begitupun sebaliknya," paparnya panjang lebar.

Kepalan tangan Sana terbentuk. Kedua matanya menyiratkan kebencian kepada sosok kakak kelasnya. Kalimat Rere tadi sungguh menusuk ke dalam hatinya, menggoyahkan keyakinan yang ia percayai beberapa hari lalu. Gara adalah seseorang yang dicarinya, Bintang-nya. Namun setelah mendengar penuturan Rere semuanya runtuh tak bersisa.

Benarkah jika Gara bukan Bintang-nya? Lalu kenapa ada letupan aneh di dadanya setiap mereka bertemu pandang? Kenapa baru sekarang dia menyadari kalau perjuangannya amatlah jauh dari kata berhasil? Kenapa banyak yang menentang mereka bersama bahkan untuk saling mengenal satu sama lain?

"Gue bilang gini biar lo sadar kalau nyari apa yang nggak lo ketahui asal usulnya bukan hal yang mungkin, apalagi cuma mengandalkan hal kecil kayak nama. Bisa aja itu bukan nama asli dia, kan?" Lagi. Rere menghujaminya kalimat sederhana namun menusuknya tepat di tempat yang pas.

Escape From You [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang