00.16

836 104 5
                                    

bukan awan mendung yang buatku resah. salahkan dia yang mungkin tercipta begitu indah. Pada hari yang hampir gelap, hanya senyuman mu yang terlintas dalam benak. Mungkin senja yang menanti lebih indah di bandingkan sayap kupu-kupu, tapi percayalah. Sapaan 'hai apa kabar' darimu, berhasil memporak-porandakan jagat rayaku.

-

Sebuah ketukan sepatu kets putih kusam yang di pakainya berhasil membuat ketiga orang yang tengah duduk di sana menoleh ke arah Alegori yang kini berdiri di ambang pintu sembari membawa tumpukan buku paket sosiologi di tangan nya. Miris ketika dia harus terus-menerus di jadikan babu oleh guru penjaga perpustakaan, salahnya sih yang hobi numpang WiFi gratisan di sana, jadi sebagai imbalan mau tak mau Alegori harus siap menjadi babu.

Alegori yakin, kalau suatu hari nanti dia akan menjadi bos di perusahaan tambang minyak, supaya uang nya segudang, banyak, sampai atap rumah, atau mungkin sampai bank pun tak bisa menampung uang nya. Alegori sang pemimpi, alias mode halu.

"Eh Lo pada! Bantuin gue napa?" Ia berseru dengan ekspresi tajam namun memelas.

Aris yang tengah asik main game bersama Hendra, hanya mengangkat bahu nya cuek. "Bocah kematian emang pantes di jadiin babu."

"Beuh beuh." Alegori masuk kedalam kelas, meletakkan tumpukan buku yang di bawanya ke atas meja guru. "Tega sekali engkau wahai ibu tiri ku!" Alegori menodongkan telunjuknya di depan Aris.

Dengan malas Aris menepis lengan Alegori. "Siapa suruh lu lelang gue kemarin di deket lapangan! Mana anak olimpiade juga pada liatin gue, nista banget gue punya temen kayak Lo." Aris berdesis pelan.

"Masih pagi nggak usah pada ngedrama Lo berdua, mending pindah ke kelas seni aja sono." Celetuk Adi.

"Ssttt, bapak-bapak enggak boleh berkomentar." Kata Alegori.

"Sianyink, sabar." Adi mengelus dada ratanya sambil membuang napas panjang.

Hendra terkekeh melihatnya. "Kenapa bisa pagi-pagi gini di jadiin babu Le?" Tanyanya.

Alegori duduk di kursinya, tepat di samping Aris yang notabene nya sebagai teman sebangkunya. "Tadi gue cuman lewat di perpus, eh malah di teriakin pak Firman, katanya gue suka numpang WiFi jadi mesti siap di jadiin babu gitu. Padahal mah apa hubungannya anjir?"

Ketiga teman nya tertawa bersamaan, membuat Alegori merotasikan bola mata nya malas. Teman itu orang pertama yang menertawakan kita ketika menderita. Ingat itu!

"Tau geh, mungkin pak Firman demen sama lu, Mayan ntar lu dapet WiFi gratisan tiap hari di perpus." Adi menyahut.

"Emoh, pak Firman kumisan, om om spek manhwa gue enggak berkumis!"

"Gayaan spek manhwa, yang nyata aja kagak mau." Nyinyir Aris. "Stop halu, karena halu itu bikin kita stress di dunia nyata."

"Stop, nyinyir. Kalo Lo aja punya nasib sama kayak gue." Balas Alegori.

Aris mengerucutkan bibirnya sebal membuat Alegori memasang senyum penuh kemenangan di wajahnya.

Tak berlangsung lama, kelas sudah penuh karena bel masuk hampir berbunyi. Sebelum wali kelas datang, ada segerombolan Anak OSIS yang datang ke kelas mereka untuk memberitahu pengumuman baru mengenai rapat penting guru-guru sekolah mengenai siswa olimpiade yang sudah lebih dulu pergi kemarin.

Alegori ; Haechan, Mark, Jeno.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang