00.17

775 103 14
                                    

Kenangan yang indah, tak akan selamanya menjadi patokan hidup seseorang untuk menilai orang itu di masa sekarang.

-

--------------

Semesta :
Mau
Mau Alegori.

--------------

Alegori terbatuk sesaat setelah dirinya membaca pesan yang di kirim oleh Semesta. Jemarinya yang sejak tadi siap meluncurkan balasan demi setiap pesan yang di bacanya, mendadak berhenti dengan netra coklat nya yang membulat.

"Lo tau Esta orang nya kayak gimana Le, jangan kegeeran." Monolog nya.

-------------

Alegori :
Mau gue? Bayar

Semesta :
Hm?
Berapa?
Emang kalo gue mau Lo mesti di bayar pake duit?

Alegori :
Iyalah!

Semesta :
Murahan

-------------

Matanya membola sekali lagi. Teringat akan perkataan Marka waktu itu yang mengatai hal yang sama padanya. Senyum miris nampak di wajahnya.

Alegori :
Haha
Emang

Tidak menunggu balasan lagi dari Semesta, Alegori segera mematikan ponselnya. Hey, dia bercanda karena Semesta juga bercanda padanya. Tapi sekarang apa? Mood nya malah hancur berantakan!

Alegori memandangi langit-langit kamarnya yang sebagian sudah di hiasi oleh pulau pulau akibat genteng yang bocor. Bibirnya mengerucut sebal. "Emang yang bersangkutan dengan duit itu murahan?"

"Kita perlu duit buat beli ini itu, tanpa duit kita enggak ada harganya!"

Dia mengubah posisinya menjadi duduk, masih setia berbicara dengan diri sendiri. Toh pandangan dia terhadap uang itu memang penting, terlebih dia terlahir dari keluarga yang sederhana, dia bisa sekolah SMA dengan uang sendiri pun sangat bersyukur. Meski harus kerja banting tulang yang selalu di pandang sebelah mata oleh teman-teman nya yang lain. Tapi hal itu tidak menjadi alasan bagi Alegori untuk berhenti mencari uang.

"Kadang matre itu perlu! Kalo nawarin diri dengan cuma-cuma baru itu murahan! Ahh anyink kesel!"

Dia menendang-nendang udara dengan kedua kakinya. Pipinya mengembang menahan emosi yang menguak. "Orang kaya mana tau susah nya cari duit!" Ia mengumpat kencang di dalam kamarnya, sebelum memutuskan untuk pergi ke minimarket tempatnya bekerja.

Di perjalanan dia bertemu dengan Sastra, adek kelas jangkung yang tingginya jauh melebihi Alegori. Kadang Alegori suka iri dengan orang-orang yang sistem pertumbuhan nya sangat cepat seperti Sastra.

Dia sudah capek-capek berlari dan melakukan olahraga yang lain, yang ia dapat apa? Encok, menjadi remaja jompo. Bukan tinggi seperti Sastra!

"Tra, rasanya jadi orang jangkung tuh kayak gimana? Pasti udara disana beda, gue cuman kebagian sisa-sisa oksigen yang Lo hidup kali ya." Ucap Alegori di tengah-tengah perjalanan menuju ke minimarket.

Alegori ; Haechan, Mark, Jeno.Where stories live. Discover now