00.23

942 96 9
                                    

"Kalau sudah besar, Hana mau jadi apa?" begitu kata Ibu Guru yang bertanya kepada teman sekelas ku, saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar.

Hana, gadis cantik dengan gigi kelinci yang membuat kesan manis nya, tersenyum penuh percaya diri. "Hana mau jadi model! Biar foto Hana tersebar di majalah, iklan-iklan itu Bu!" seru Hana tanpa ragu.

Semua orang ikut bertepuk tangan begitupun aku, mengapresiasi tingkat kepercayaan diri Hana.

"Wah hebat Hana." timpal Guru. Ibu guru dengan kecamata oval dan warna merah pekat gincu di bibirnya itu menghampiriku yang sejak tadi menyimak impian maupun cita-cita orang lain.

Sekarang giliran ku...

"Kalau Alegori mau jadi apa saat besar nanti?" tanyanya sambil tersenyum.

"A-aku mau jadi ma—"

"Ibu! Alegori cita-cita nya mau jadi malaikat supaya ketemu sama Ibu nya!" timpal Hana.

"Iya Bu! Padahal kan malaikat itu bukan cita-cita, Alegori kasian enggak punya Ibu. Ibu nya enggak sayang dia, makanya Ibu nya pergi buat selama-lamanya kan Bu?" timpal temen sekelas ku yang lain.

"Eh?" Bu Guru mematung dengan raut wajah yang tak bisa di artikan, entah merasa bersalah, kasihan, atau apa... Aku tidak mengerti, untuk anak usia 7 tahunan, hal seperti itu di anggap candaan.

Aku pun tertawa sambil mengebrak meja. "Ibu enggak sayang aku, tapi bersyukur karena Tuhan lebih sayang ibu, makanya Tuhan dan malaikat bawa Ibu pergi." begitu kataku.

-

Pintu gerbang di tutup, bersamaan dengan bunyi bel masuk yang baru saja di bunyikan. Jam pelajaran olahraga, adalah jam terbaik untuk bersantai-santai setelah pemanasan di lapangan.

Alegori bersimpuh dengan kedua kaki yang ia selonjorkan di pinggir lapangan yang lumayan teduh. Terik matahari sudah terasa membakar tubuh, padahal baru menunjukan pukul sembilan pagi.

"Capek." cetus Aris sambil menyandarkan kepalanya di bahu Alegori.

"Sama sih, gerah banget ya kan? nggak kek biasanya." Alegori menyahut sambil mengipasi wajahnya dengan tangan. "Ni kulit lama-lama makin item dah." tambahnya, yang membuat Aris terkekeh pelan.

"Tetep cakep tapi." seru seseorang yang baru saja datang menghampiri keduanya.

Alegori menoleh, menemukan sosok Semesta yang tengah menatapnya intens. Aris berdehem pelan. "Dah ah gue cabut, males liat orang hts an!" katanya yang membuat Alegori melemparkan kerikil yang berhasil mengenai bokong si empu.

"Galak amat sampe temen sendiri di lempari batu." katanya.

Alegori mendengus pelan. "Panas loh."

"Yah sayang banget, kalo dingin pas buat di peluk, kalo panas nanti gue yang kena timpuk." Semesta membeo sambil menyodorkan sebotol air mineral dingin untuknya.

Lelucon garing itu membuat Alegori terkekeh, meskipun sebenarnya tidak ada yang lucu. "Thanks ya!"

"Nggak gratis."

"Dih air doang??"

"Pulang sekolah, bareng gue ya?"

Alegori melongo sejenak sehabis dia meminum air pemberian Semesta, sebelum akhirnya memutuskan untuk menganggukkan kepalanya. "Iya oke mas Semesta."

"Gaya banget panggil mas, di pacarin kagak mau." Semesta mencibir dengan atensi yang tak pernah luput memandangi manik hazel milik Alegori.

"Apasih, pacaran itu ujung-ujungnya putus. Gue gamau."

Alegori ; Haechan, Mark, Jeno.Where stories live. Discover now