00.03

2.3K 226 0
                                    

jangan terburu-buru, karena sesuatu yang terlalu di paksakan tidak akan pernah berjalan lancar seperti apa yang kau harapkan.

-

Plak.

"GA GUNA BANGET SIH LO HIDUP! NYESEL GUE NGEBESARIN SELAMA INI! HARUSNYA GUE BUNUH LO AJA DARI LAMA!"

Wajahnya tertoleh kesamping akibat satu tamparan yang mendarat tepat di pipi kirinya, ia rasa rahangnya bisa bergeser begitu saja dari tempatnya akibat tamparan tak main-main yang di layangkan oleh Papah nya itu.

"Najis!" Maki pria itu kemudian pergi dari hadapan Alegori yang tertunduk lemas sembari memegangi pipinya yang memanas.

"Sakit..."

Napasnya tersengal, menahan sesak yang selama ini terus-menerus di rasanya. Alegori tau bahwa Papah nya itu butuh uang demi melunasi utang-utangnya, tapi enggak seharusnya dia nuntut Alegori untuk bekerja terus menerus tanpa jeda waktu buat sekedar istirahat, sementara dia sendiri malah sibuk dengan minuman alkohol yang setiap saat menganggu Indra penciuman Alegori.

Dia malas untuk mengadukan nasibnya kepada Tuhan, toh Tuhan juga enggak pernah mengabulkan permintaannya barang sedikitpun.

Jadi percuma.

Semuanya percuma.

Alegori meraih ponselnya, melepaskan kabel data yang menancap di ponselnya. Sebuah notifikasi baru yang berasal dari postingan tweet itu membuat Alegori meremas kuat benda pipih dalam genggamannya.

Di sana terlihat foto Marka yang tengah tersenyum ke arah kamera dengan dua jari ciri khas nya ketika bergaya di depan kamera.

Bukan, ini bukan berasal dari postingan milik Marka, melainkan Darrel yang memposting nya. Dengan menggunakan caption.

'halo, ini namanya Kaka. Dia baik banget mau nemenin Rel main, terus waktu perut Rel laper Kaka langsung peka dan ngajakin Rel makan gratis! Hihi! Kaka ganteng banget ya? Iya dongg. Mine.'

Alegori tergelak begitu melihat kata terakhir yang ia baca di caption yang di tulis langsung oleh Darrel itu. Tawa sumbang yang memecah keheningan malam itu.

Alegori membuka roomchat nya bersama Marka, pesan terakhir masih sama. Pertanyaan 'dimana?' menjadi penutup pembicaraan mereka. Marka enggak seperti biasanya yang bisa berpuluh-puluh kali lebih bawel ketika Alegori sedang ngambek.

Tapi sekarang apa?

Hubungan nya dan Marka semakin abu-abu.

Tanpa sadar sudut matanya berair, membuat Alegori dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Enggak, enggak boleh. Enggak boleh nangis Al."

Namun sayang, dia malah semakin menangis mendengar kalimat penyemangat yang keluar langsung dari bilah bibirnya itu.

-

Alegori pergi keluar saat malam hari tiba, karena Joan — Papah nya, menyuruh Alegori untuk membelikan makanan sesegera mungkin tanpa menerima penolakan.

Hoodie berwarna hitam miliknya melindungi tubuh lesunya dari hawa dingin malam ini. Ia menutupi kepalanya dengan tudung Hoodie ketika bulir air hujan yang turun tanpa permisi membasahi dirinya.

Alegori ; Haechan, Mark, Jeno.Where stories live. Discover now