00.27

1.2K 102 5
                                    

Semesta berjalan hilir mudik menunggu taksi atau kendaraan lain yang lewat di depannya. Lagi-lagi taksi kedelapan yang ia tunggu, berpenumpang. Membuat pemuda pemilik mata elang itu mengumpat tertahan. Mungkin Reno bisa saja mengantarnya, namun pria yang tak memiliki hati itu, malah menurunkannya di tengah jalan. Semesta mendecak kesal, dia berada di posisi yang sangat sulit. Antara harus memilih Alegori, atau Ibu nya yang sangat membutuhkan dirinya. Mau tak mau Semesta mengambil keputusan yang menurutnya paling benar. Menyelamatkan nyawa Ibu nya.

Toh, selama ini dia memang bidak catur yang telah di atur menang kalahnya oleh Reno. Mau sekuat apapun Semesta memberontak, pria itu pasti mengalahkan niatnya.

Kendaraan terakhir yang lewat di depannya, adalah bus dengan penumpang yang lumayan padat. Namun masih tersedia beberapa kursi penumpang yang masih kosong, tanpa pikir panjang Semesta menghentikan bus tersebut dan bergabung menjadi salah satu penumpangnya.

Sekitar dua puluh menit dia habiskan di perjalanan, sesampainya di rumah sakit tempat Ibu nya di rawat, Semesta langsung berlari menuju ruang rawat Arum—Ibunya. Beberapa perawat yang melihat kehadiran nya merasa prihatin sekaligus kasihan.

"D-dokter! I-ibu saya??"

"Nak Esta, Bu Arum baik-baik saja setelah di suntik penenang. Sekarang beliau tengah beristirahat di kamarnya." katanya sembari menepuk pundak Semesta. Dokter bernama Doni itu sudah seperti penyelamat bagi Semesta.

"Terimakasih dok."

Doyoung berlalu meninggalkan Semesta yang kini tengah duduk di kursi yang berada tepat di samping bangsal yang sedang di tempati oleh Arum. Pemuda itu mengecup penuh sayang kening Ibunya, genggaman tangan yang tak pernah ia lepas, memberi kehangatan tersendiri bagi Arum.

Sudah berapa lama wanita cantik ini menderita? Semesta pikir, selama dia menginjakkan kaki ke dunia. Reno dengan obsesi nya yang selalu menuntut Semesta untuk sebuah kemenangan, membuat Semesta menjadi pribadi yang tertutup dan harus terus menjaga citra sebagai pewaris group Triangga yang terkenal itu. 'image' yang harus di jaga nya, kehidupan remaja yang sangat di batasi. Semesta ingin bebas, selayaknya remaja pada umumnya. Dia sebenarnya iri kepada Alegori yang bisa mengambil hak atas kebebasan hidupnya, meskipun Semesta tau, kehidupan seperti Alegori tak pantas untuk di sebut sempurna.

Dan sekarang, Semesta harus menjauh dari pemuda yang di anggapnya sudah seperti matahari di hidup Semesta.

"Bu..."

"Esta bingung." pemuda itu bergumam pelan, sesekali menggigit bibir bawahnya, menahan tangisan yang sudah membendung pelupuknya. "Esta butuh peran Ibu sebagai pelindung serta pembela putra laki-laki nya. Kenapa Ibu malah diam saja?" Semesta meringis sakit, sambil terus menggenggam tangan Arum yang terasa begitu dingin.

"Kapan Esta bisa memiliki keluarga Cemara yang selalu di tampilkan di film yang selalu Esta tonton, Bu?"

Pemuda itu menelungkupkan wajahnya di atas tangan Arum, berharap wanita yang kini terkulai lemas itu, suatu hari bisa sembuh dan menyayanginya seperti dulu lagi. Sudut bibirnya terangkat naik, dengan dengusan yang keluar mengikutinya. "Semesta suka Alegori." tambahnya.

"Esta cuman bisa nangis di depan Alegori, Bu." Semesta kembali menolehkan wajahnya untuk menatap wajah cantik Arum yang kini sudah terlelap. "Karena... Kalo di depan Ibu, Esta harus di paksa untuk pura-pura kuat."

-

Mentari yang mulai mengarungi langit cerah pagi ini, sudah melakukan tugasnya di atas cakrawala sana. Kehidupan yang Semesta jalani kembali menjadi kehidupan lama nya yang terlihat sangat suram, tanpa teman, apalagi tambatan hati yang begitu terkenal ketika masa-masa putih abu sepertinya.

Alegori ; Haechan, Mark, Jeno.Where stories live. Discover now