Bapak, Ibu jangan marah - marah

1.4K 232 21
                                    

Terasa aneh saat ia membuka mata dan hanya ada bayi kecil disampingnya. Matanya sangat lelah. Bukan karena kurang tidur. Sembab. Semalam tidak hentinya ia menangis.

"Hah...," Ayu menghela nafas kasar sebelum ia beranjak dari kasur dan menuju ke kamar mandi. 

Selesai membasuh mukanya, ia kembali menangis. Air mata menyatu dengan tetesan air sehabis cuci muka. Pagi itu Ayu larut dalam kesedihan, lagi. Apa yang membuatnya sedih hari ini disebabkan oleh perdebatan antara dirinya dan Pram pada malam sebelumnya.

flashback on

Sudah larut malam, tapi Pram belum juga pulang. Khawatir, gelisah, sekaligus kesal bersatu dalam pikiran dan hati Ayu. Seharian ini pun ponsel Pram tidak aktif, sudah berkali-kali Ayu hubungi juga tidak terbalas.

Namun, tidak lama suara mobil memasuki garasi. Pram sudah pulang. Raut wajahnya terlihat sangat lelah, tidak ada tenaga lagi untuk basa-basi. Disisi lain, Ayu tidak tinggal diam. Sesampainya Pram dirumah bukan sambutan hangat yang ia terima, melainkan ocehan Ayu yang membuat kepalanya semakin terasa berat.

"Kenapa seharian ini gak bales chat sama telfon aku? Darimana aja kamu jam segini baru pulang?" berbagai pertanyaan terus keluar dari mulut Ayu. 

Dan pertanyaan tersebut dihiraukan oleh Pram, ia mendudukkan dirinya di sofa ruang tv. Memijat pelipisnya yang terasa berdenyut, sementara Ayu terus membombardir dirinya dengan berbagai pertanyaan. Sampai satu kalimat tanya yang Ayu ucapkan mengikis kesabarannya.

"Kamu gak main cewek kan?" ucap Ayu.

Pram langsung berdiri. Memandangi Ayu dengan tatapan dingin dan mengintimidasi. Yang tidak pernah Ayu dapatkan tatapan seperti itu sebelumnya. 

"Apa kamu bilang?"

"Berani kamu tanya kayak gitu?" suara beratnya terdengar sangat hampa.

Ayu menelan ludah. Tamat riwayatnya. Bukan Pram yang penyayang dan sabar yang ada di hadapannya kali ini. Sungguh ini bukan Pram yang Ayu kenal. Seharusnya ia tidak bertanya seperti itu.

"Mas aku cuman khawatir. Aku takut sendirian berdua sama Hazel yang dari tadi rewel nanyain kemana bapaknya pergi," ia mencoba memberikan penjelasan dengan suaranya yang bergetar. "Dua hari ini kamu udah jarang main sama anak kamu sendiri."

Pram masih mematung memandang Ayu yang sedang bersuara dengan nada bergetar dan mata yang sudah berkaca-kaca. 

"Aku tau," ucap Pram, "tapi apa maksud kamu sama pertanyaan aku main cewek? Keliatan aku main cewek di belakang kamu? Kenapa kamu jadi sok tahu gini."

"Aku capek mas, mikirin kamu diluar sana sampe jarang hubungi aku barang satu bubble chat aja."

"Aku capek mas!" Ayu menaikkan suaranya, air matanya sudah menetes.

"AKU JUGA CAPEK!" ucap Pram tidak kalah tinggi. Saking tingginya, teriakan itu mengagetkan Ayu. Baru kali ini Pram meneriakinya, tepat di depan muka.

"Mas...," lantas Ayu pergi meninggalkannya dan berlari memasuki kamar, lalu menangis tersedu-sedu.

Pram menarik nafasnya mencoba menetralkan emosinya, lalu menyusul Ayu ke arah kamarnya. Ternyata pintu kamar tidak ditutup oleh Ayu. Anehnya, Pram lihat jika Ayu mengeluarkan kopernya dan mengisi koper tersebut dengan baju-bajunya serta baju milik Hazel.

"Apa maksud kamu?" Pram menahan Ayu yang sedang menutup koper tersebut. 

"Pergi," ucap Ayu singkat.

"Udah jam satu malam, kamu berani pergi kemana?"

"Aku mau ke rumah mami aja. Kamu juga udah lupa sama rumah sendiri kan mas, Hazel harus pergi sama aku."

Sudah kesal dan habis kesabarannya harus berurusan dengan Ayu yang berasumsi tentang dirinya yang sering pulang larut malam. Ia menarik pergelangan tangan Ayu agar ia menghentikan kegiatannya.

My Heart Calls Out For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang