Anak perempuan pertama

1K 164 6
                                    

Hari perkiraan lahiran Ayu sudah ditentukan setelah terakhir pemeriksaan kandungannya beberapa hari yang lalu. Sebagai seorang kakak, Hazel sudah tidak sabar. Akhirnya pertanyaan 'kapan adek lahir?' akan segera terbuktikan. 

Setiap pagi sebelum Pram pergi bekerja, ia akan menyempatkan waktu satu jamnya untuk berjalan di sekitaran rumah bersama Ayu dan Hazel. Kadang Hazel ditinggal sendiri karena susah untuk dibangunkan.  

Karena semakin sibuk dan perutnya pun semakin membesar, Ayu akhirnya meminta bantuan kepada mami untuk mencarikannya asisten rumah tangga untuk sementara waktu sampai ia bisa kembali mengerjakan segalanya sendiri. Pram juga semakin sibuk, hampir setiap pagi ia membuat sarapan, membantu Hazel bersiap-siap untuk sekolah, dan mengantar - jemput Hazel sekolah.

"Bye ibu," pamit Hazel untuk pergi sekolah. 

"Bye kakak, have fun di sekolahnya ya."

Agenda hari ini Ayu bekerja di rumah seperti biasa. Ia tinggal menunggu beberapa karyawannya yang akan menghampirinya untuk membahas pekerjaan atau jika hanya laporan singkat mereka bisa menggunakan zoom meeting. Tapi, ada yang beda hari ini. Ayu memang bekerja dari rumah, tapi untuk kali ini ia bekerja dari rumah orang tuanya. 

"Hah..., engap banget," keluh Ayu, "mas tolong bawain barang aku di belakang ya."

Setelah mengantar Hazel kesekolah, Pram mengantar ayu ke rumah mami untuk bekerja. Sungguh sibuk paginya kali ini. 

"Aku tinggal dulu ya. Kamu lama gak disini?"

Ayu meminum airnya dari botol minum yang biasa ia bawa kemana-mana. Dan lagi-lagi ia menghembuskan nafas, karena perutnya sangat sesak. "Sore kali beres. Hazel nanti dijemput Amara, nanti kamu kesini lagi beres kamu selesai kerja aja."

Pram mengangguk paham. Sebelum benar-benar pergi, ia kecup istrinya di tiap sudut wajahnya, pipi kanan-kiri, bibir, dan keningnya. Tidak lupa juga pada perut besarnya. Lalu ia pergi meninggalkan Ayu untuk bekerja.

"Kamu mau jadi kakak ya?" tanya salah satu teman Hazel, Ayla. Selain Jupi, Hazel juga punya teman lain. Salah satunya yang sering bermain dengannya adalah Ayla.

Hazel mengangguk, fokusnya masih pada puzzle yang sedang ia susun kembali bersama temannya. "Iya," ucap Hazel memperjelas jawabannya.

"Jadi kakak itu gak enak tau," ucap Ayla memprovokasi, "tiap hari harus ngalah terus biar adek gak nangis. Kalau adek nangis yang dimarahin pasti abang." Jadi Ayla adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara. Ia selalu menceritakan tentang abang dan adiknya kepada Hazel, setiap hari.

"Terus abang kamu gimana?"

"Abang bilang adek cengeng. Emang iya sih, aku setuju. Aku juga gak suka adek."

"Ayla nanti adek kamu sedih loh."

"Biarin aja dia kan emang cengeng."

Terlihat tidak peduli dengan ucapan Ayla, Hazel melanjutkan lagi menyusun puzzlenya. Berbeda dengan luarnya, dalam pikiran Hazel ia bertanya-tanya, kenapa Ayla sangat tidak menyukai adiknya. Bukankah anak kecil memang sering menangis? Pikir Hazel.

Pukul 1 siang kelas taman kanak-kanak mengakhiri kegiatannya. Waktunya untuk pulang. Hazel keluar kelas bergandengan tangan bersama Jupi, sahabatnya sejak masih di dalam kandungan ibu. Hazel mencari keberadaan bapak yang biasa menunggunya di dekat pagar, tapi anehnya hari ini tidak ada. 

"Bapak mana?" tanya Jupi. 

Hazel menggelengkan kepalanya, membuat kuncir kudanya terbang ke kanan dan ke kiri. Raut wajahnya khawatir sampai matanya menemukan sosok laki-laki lain yang ia kenal, opa. Ternyata hari ini Hazel dijemput oleh opa dan aunty Ra.

My Heart Calls Out For YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora