A Dream in Dust

453 34 2
                                    

Buat yang bingung kok ada update bab baru tapi beda terus bingungin, ini revisian ya. Kalau mau baca ulang tapi males banget kalo dari awal bisa dimulai dari Stolen stars and shattered trust. Soalnya bab lamanya udah habis, jadi gak bisa ditimpa dan kudu ke bab baru aka lembaran baru *tsah

*

Hari yang mengerikan sudah berubah menjadi malam yang panjang dan tanpa tidur. Becca sudah pulang, Chansel masih di luar kota, saat ini hanya July berguling-guling di tempat tidur. Dia mencoba menemukan jawaban yang tidak dapat dia temukan. Sampai dua jam lalu, dia masih menyisir setiap detail dari gaun tersebut, menebak-nebak pilihannya dan kekurangan yang ada. Beban kekecewaan menghimpitnya, mengancam untuk menghancurkan semangatnya.

Dia memang sok kuat untuk memutuskan berhenti jadi desainer dan mencari pekerjaan lain. Namun, dirinya yang seumur hidup hanya tahu desain dan gaun pengantin benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Dia tahu juga kalau kemampuannya tidak akan membantunya mendapatkan pekerjaan. July menghela napas berat, mencari pekerjaan dan memulai dari awal itu benar-benar menakutkan.

Dia mungkin bisa menceritakan masalahnya dan meminta tolong pada Elliot untuk dicarikan pekerjaan di hotelnya. Namun, dari tabiatnya, Elliot pasti malah membeli semua sisa gaunnya dengan alasan akan memberikan modal dengan dalih investasi atau apa ketimbang memberikannya pekerjaan. Pria itu adalah salah satu orang yang mendukungnya untuk tetap meraih mimpi.

Lalu, untuk Chansel, pria itu sempat menelepon dan menjelaskan situasinya. Chansel masih mengurus masalah proyek yang tersendat jadi pria itu masih belum bisa pulang. July sendiri tidak sampai hati untuk menceritakan masalahnya karena kekasihnya itu terdengar lelah. Selain itu, dia juga tidak ingin disebut beban dengan terus-menerus merepotkan Chansel dan tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Kalaupun Chansel membantunya sekarang, dia takut kalau pria itu juga menganggapnya tidak becus mengurus masalahnya sendiri, manja, dan mengganggu. Selain itu, dia juga malu kalau harus menceritakan kondisinya sekarang. Meski sejak awal dirinya dan Chansel tidak sepadan, tetapi sekarang jaraknya terlalu jauh. Dia yang awalnya bukan apa-apa, sekarang jadi makin tidak berguna.

July menarik napas berat, mencoba melepaskan beban yang menghimpit di dada. Dia hanya memandangi langit-langit. Dia tidak menangis, tetapi pikirannya penuh. Pada akhirnya July memilih untuk memejamkan mata karena rasanya lebih baik tidur saja ketimbang memikirkan banyak hal yang tidak dapat diselesaikan.

July terbangun pagi harinya ketika Becca kembali datang ke apartemennya. Sahabatnya itu datang sambil membawa sarapan karena khawatir dengan kondisinya. Becca langsung membuatkan teh hangat dan membuka roti yang masih panas itu di meja.

"Kamu enggak tidur semalaman?"

"Tidur kok," katanya sambil menyesap teh.

"Tapi, kamu kelihatan lelah banget!"

July menarik napas. "Ya, kurasa."

"Kamu sudah telepon Chansel?"

"Sudah."

"Sudah bilang semuanya?" cecar Becca lagi.

Kali ini July menggeleng. "Kami hanya mengobrol biasa semalam."

"Kenapa kamu tidak menjelaskan situasimu sekarang pada Chansel?"

"Dia sendiri ada masalah, proyek pembangunan gedungnya tersendat. Mana tega aku kalau aku harus menambah bebannya, Be."

"Iya juga sih. Ya, enggak apa-apa. Tapi, kenapa kamu juga melarangku untuk bicara pada Elliot."

"Kita tahu sendiri tabiatnya. Aku tidak mau merepotkan Elliot terus. Dia sudah membeli gedung butik yang hangus itu tempo hari, jadi masa aku masih minta lebih ke dia. Namanya aku tidak tahu diri," kata July lagi.

Wedding DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang