Fate's Twisted Games

15.1K 1.4K 47
                                    

Selama satu minggu belakangan, berita di surat kabar dan sosial media dipenuhi dengan Chansel yang melakukan klarifikasi tentang rumor buruk yang menimpanya dan July. Selain itu, Chansel juga mengisi outlet berita online dengan proyek besarnya bersama Josephine Brown. Beberapa media juga mewancarainya soal proyek-proyeknya selama ini.

Atas saran Mr. Johnson dia juga membranding hubungan percintaannya dengan July dan mengemasnya sebagai pasangan impian yang memang ditakdirkan untuk bersama. Image yang dibangun adalah dua orang yang mumpuni di bidang masing-masing dan dipertemukan secara tidak sengaja untuk saling jatuh cinta.

Berita miring tentang dirinya dan Sarah tenggelam dengan cepat. Hampir tidak lagi yang membahas soal rumor buruk dirinya dan Sarah. Bahkan pembahasan soal Lennox dan Lily pun menghilang. Chansel sendiri sudah mendatangi keluarga Hamilton untuk menjelaskan kembali soal Lennox dan agar mereka tidak terpengaruh. Selain itu, tuntutan kepada Sarah masih terus berlanjut dan sidang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

"Apa impian terbesar Anda yang belum tercapai sejauh ini?" tanya seorang pembawa di salah satu televisi lokal.

"Impian terbesar saya adalah membangun rumah impian bersama kekasih saya, July Caerwyn. Saya harap July segera memberikan izin agar saya bisa memulai membangun mimpi saya sesegera mungkin," kata Chansel sambil tersenyum.

Wawancara itu terhenti ketika Chansel menekan tombol pause. Bibirnya mengulum senyuman saat dia menonton ulang wawancara yang dilakukannya kemarin. Namun, senyumannya langsung memudar ketika pintu kantornya menjeblak terbuka. Sarah berdiri di ambang pintu bersama Bella. Sekretarisnya itu terlihat panik karena mungkin tidak mampu menahan Sarah.

"Akan segera menikah untuk membangun rumah tangga," ucap Sarah mengejek sambil bertepuk tangan. "Dreamy sekali! Luar biasa!"

"Ngapain kamu ke sini?" Chansel meletakkan ponselnya di atas meja kemudian beranjak berdiri.

"Lagi nonton orang yang kasmaran dan mau menikah dengan selingkuhan padahal mantan pacar sedang hamil."

"Sudah tes ke dokter kandungan, kan?" ucap Chansel tajam. "Kalau belum ada bukti, kuharap kamu kurang-kurangin bikin fitnahnya!"

Sarah tertawa pelan. "Fitnah dong. Kata-katanya luar biasa ya ke mantan pacar sendiri!"

"Gak suka aku mau nikah atau kamu terbakar, ya? Kamu cemburu atau menyesal?" tanya Chansel sambil menatap Sarah dengan tajam.

"Hanya heran betapa liciknya kamu, Mr. Jadwin."

"Kalau begitu kenapa kamu mendatangi orang licik itu sekarang, Miss Smith?"

"Memangnya aku perlu alasan buat ke sini?" tanya Sarah sambil berjalan masuk.

"Enggak sih. Tapi, kamu berdiri di situ dulu sebentar. Kalau bisa tolong berpose yang cantik!
kata Chansel sambil mengangkat ponsel dan mengarahkan kameranya Sarah. Dia membidik beberapa kali kemudian mengirimkan filenya pada Bella.

"Apa yang kamu lakukan, Chansel?"

"Mengumpulkan bukti kalau kamu masuk ke properti orang tanpa izin."

"Kau—"

"Bel, kamu kirim foto itu beserta laporan pelanggaran properti ini ke Mr. Johnson."

"Baik, Sir. Saya akan kirim segera."

"Dan kamu di sini saja, Bel!" kata Chansel saat Bella mulai berbalik dan hendak meninggalkan kantor Chansel.

"Apa? Kenapa saya harus di sini?" tanya Bella kebingungan.

"Kamu jadi saksi agar wanita ini tidak melakukan tindakan senonoh terus menyebarkan fitnah lagi media," sahut Chansel sambil mengangkat alis.

Mendengar jawaban Chansel, Sarah langsung tertawa keras. "Segitu takutnya kamu sama aku, Chansel Jadwin?"

Chansel melipat tangan di depan dada lalu mengulas senyuman. "Bukan takut, Miss Smith. Tapi, berjaga-jaga itu penting. Biasanya dari jenismu ini cukup beracun."

Jawaban Chansel membuat senyuman di bibir Sarah memudar. "Beracun?"

"Ya, kamu tidak salah dengar." Chansel memiringkan kepala. "Tapi, silakan duduk dulu, aku tidak ingin menganiya wanita yang katanya 'hamil'.

Sarah sekarang menatap Chansel dengan tajam. "Kamu pikir kamu bisa mengejekku seperti itu, Chansel? Biar kuberitahu kamu sesuatu. Aku mungkin tidak bisa menekanmu dengan kehamilan ini, tapi aku punya cara lain."

Chansel tetap tenang, meski dia seidkit ragu karena tahu betapa berbahayanya Sarah. "Oh, benarkah? Dan apa itu?"

Mata Sarah menyipit saat dia berhadapan dengan Chansel. "July Caerwyn, kekasihmu tersayang."

"Apa?"

Perempuan itu tersenyum samar. "Mungkin aku tidak bisa menghancurkanmu, Chansel, tapi aku bisa menghancurkan July."

Mendengar nama July disebut membuat Chansel goyah sejenak. Namun, dia mencoba untuk tetap tenang. Dia tidak ingin terpengaruh konfrontasi Sarah lebih jauh lagi. "Jangan berani-berani mengancam atau menyentuhnya!"

Sarah menyeringai, ada kilatan jahat di matanya. "Oh, aku jelas berani. Kamu tahu, aku tahu semua kelemahannya, rasa insecure-nya, butiknya yang hancur, kredibilitasnya yang mulai dipertanyakan. Dan aku bisa menghancurknnya sedikit demi sedikit sampai tidak ada yang tersisa."

Tangan Chansel mengepal. "Kalau kamu tidak akan menyentuhnya, aku akan membuatmu membayarnya."

"Oh ya? Apa yang akan kamu lakukan?" Sarah melangkah lebih dekat, suaranya penuh dengan racun. "Jangan meremehkanku, Chansel karena aku bisa pastikan kalau July kan menderita."

Rahang Chansel mengencang. "Kamu tidak akan berhasil. Aku akan melindunginya apa pun yang terjadi."

Sarah tertawa getir. "Kamu boleh mencoba, tapi kamu tidak bisa berada di mana-mana sekaligus. Jadi, aku akan menemukan cara untuk mendapatkannya."

"Apa alasanmu melakukan itu? July sama sekali tidak bersalah."

"Memacarimu adalah kesalahan terbesarnya, Chansel. Makanya dia harus sehancur aku sekarang." Sarah mengangkat satu alisnya. "Atau lebih hancur dari yang dialaminya sekarang."

"Mungkin kepalamu terbentur atau apa hingga kamu jadi tidak waras. Tapi, kamulah yang menghancurkan segalanya, Sarah. Kamu yang menyebabkan ini semua terjadi pada dirimu sendiri. July sama sekali tidak ada hubungannya dengan semua ini. Jadi, kurasa kamu sudah gila kalau melampiaskan segalanya pada July."

"Gila katamu?" Ekspresi Sarah berubah menjadi dingin. "Bukan aku yang menghancurkan segalanya, Chansel. Tapi, kamu!"

"Kamu yang pergi, Sarah. Kamu yang memilih meninggalkan aku."

"Dan kamu tahu alasanku pergi, kan?" Sarah memiringkan kepala. "Aku sudah memintamu untuk menikah denganku dan kamu terus menunda dengan alasan adikmu yang sekarat itu. Tapi, sekarang kamu berkencan dan berencana menikah. Bukankah itu konyol?"

"Yang konyol itu dirimu. Kalau memang kamu sudah memutuskan untuk pergi maka jangan pernah kembali. Abaikan saja kalau aku bahagia dengan orang lain atau semacamnya. Move on, Sarah!"

"Sayangnya aku tidak bisa. Kalau aku membuangmu maka kamu harus terima. Kalau aku memintamu kembali ke sisiku, kamu harus tunduk. Dan kalau kamu melakukan semua itu maka semua itu tidak akan terjadi."

"Kamu sudah tidak waras!" ucap Chansel muak. Dia benar-benar tidak menyangka kalau alasan Sarah membuat semua kekacauan ini adalah karena obsesi konyolnya itu. Benar-benar sulit dipercaya.

Sarah mengulurkan tangan dan menarik ujung dasi yang dikenakan Chansel. Perempuan itu kemudian mencondongkan tubuhnya hingga jarak wajah hanya mereka hanya beberapa inci saja. "Sebentar lagi kamu yang akan gila. Aku ingin lihat kamu berusaha keras melindungi pacar tersayangmu itu. Saat itu terjadi, apa adikmu yang sekarat itu masih jadi prioritas utama seperti yang kamu lakukan padaku," bisik Sarah sambil mengulum senyuman.

"Sebelum itu terjadi, aku akan membuatmu membusuk di penjara."

"Oke. Nanti, jangan lupa kunjungi aku di penjara dan ceritakan soal penderitaanmu, Chansel Jadwin!" ucap Sarah sambil melepaskan dasi Chansel.

Wedding DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang