08. The Truth

20 7 0
                                    

Lalu sampai mana hubungan Aluna dan Jongkuk berlanjut? Awalnya Aluna pikir mungkin kisah mereka hanya sebatas cinta satu malam saja. Bersikap seolah tidak terjadi apa-apa setelahnya, tapi semuanya justru berbanding terbalik.

Jongkuk datang, bak pangeran yang sudah menemukan dambaan hatinya setelah sekin lama mencari ke mana-mana. Bahkan ketika bertamu dan mengaku bahwa ia adalah kekasih Aluna hari itu. Papa justru menunjukkan reaksi keras yang sangat berbeda dari watak lembut dan penyayangnya seperti biasa. Aluna pikir orang tuanya akan senang, namun papa justru menarik mama ke belakang rumah. Aluna dan Jongkuk sangat terkejut melihat reaksi yang tidak pernah mereka duga.

"Apa yang terjadi?" tanya Jongkuk kebingungan.

"Tidak apa sayang, mungkin ada sedikit kesalahpahaman."

"Kamu yakin?" Jongkuk mencium bibir Aluna sekilas. Meski berusaha menenangkannya, Jongkuk masih dapat melihat dengan jelas ada guratan gelisah pada wajah cantik kekasihnya. "Semua akan baik-baik saja. Bahkan ketika papa kamu tidak merestui hubungan kita aku akan membuatnya terpaksa merestui."

Aluna tersenyum ketika Jongkuk membawanya dalam pelukan. Sedikit mendongak ketika mendengar apa yang baru sjaa sang kekasih katakan, "caranya?"

Kejahilan terpancar jelas pada wajah Jongkuk, lantas Aluna sedikit memekik terkejut kala miliknya tiba-tiba diusap dari balik rok pendeknya. "Tumpahin cairan aku diperut kamu sampai berhasil bikin dedek bayi."

"Perut aku disini, bukan disitu," kata Aluna membawa tangan Jongkuk menuju posisi yang tepat.

Namun, Jongkuk justru menggeleng dengan senyuman jahil semakin merekah. "Ya, tetap saja ini yang memegang kunci utama. Kalau ininya tidak mengeluarkan sari bagaimana bisa berhasil jadi bayi pas cairan aku masuk."

"Sayang, stop." Jongkuk itu cukup gila.

Tida, ralat. Sangat gila. Bagaimana pria itu bisa menggeleng manja padanya sambil tersenyum ketika tangan nakalnya sudah bermain semakin berani. Ini rumah orang tua Aluna, bagaimana jika nanti mereka melihat kendati sepertinya mereka tengah bertengkar di halaman belakang.

Mengingat reaksi orang tuanya kala terakhir kali mereka bicara. Aluna menahan tangan Jongkuk dan mencium bibir sang kekasih sekilas sebagai bujukan agar dia mau berhenti untuk sesaat. "Nanti kita lanjutkan. Aku akan menemui orang tuaku sebentar."

Ketika berhasil menangkap atensi kedua irang tuanya di taman belakang. Aluna mencoba menghampiri, namun langkah kakinya berhenti dekat pintu dan mencoba bersembunyi ketika mendengar sang ayah membentak ibunya cukup keras. Sungguh Aluna tidak pernah melihat sang ayah semarah itu selama hidupnya.

"Kau memberikan gold wine pada pria itu sebelum mendiskusikannya denganku?" Aluna tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Merek wine yang baru saja disebutkan juga tidak pernah Aluna dengar sebelumnya.

"Aluna sudah dewasa, mau sampai kapan lagi kita akan menunggu semuanya." Jawab sang ibu lebih keras, "perkataan makhluk naga putih itu benar, Aluna putri yang kita dapat dari sihir dan sebagian ketidaknyataan dunia itu memang tidak
akan pernah bisa memiliki sosok pria yang mencintainya dengan tulus tanpa gold wine."
Heejon marasa pusing semakin menyentak kepalanya. Ini semua terlalu mendadak. Selama ini dia sudah sangat bahagia dan cukup dengan memiliki Aluna dan istrinya saja. Tapi, kalau sudah seperti ini, maka sesuai perkataan guru Jo hidup kedua wanita yang disayanginya itu hanya tersisa lima tahun saja dari sekarang. "Tetapi, bagaimana dengan konsekuensinya, aku belum siap berpisah dengan kalian. Lima tahun itu waktu yang singkat."

"Bagaimanapun kau juga tidak akan bisa terus mempertahankan kami, jadi mari kita beri Aluna waktu untuk bahagia bersama pria yang dia cintai."

"Apa maksudnya semua ini?"

Jantung Heejon dan Zuha seolah mencelos begitu saja mendengar suara lemah putrinya dari balik pintu, bersama Jongkuk yang juga berdiri di belakang sana dengan ekspresi tidak kalah terkejut. Seolah masih sulit mencerna semua percakapan yang baru saja ia dengarkan.

"Aluna," panggil sang ayah dengan suara yang mulai melemah. Dadanya bergemuruh takut. Sedih, hancur, dan tidak ingin kehilangan dua wanita kesayangannya.

"Jadi aku bukan putri mama dan papa?" Tanya Aluna dengan air mata yang mulai turun.

Melihat itu membuat sang ayah segera mendekat dan memeluk tubuh sang putri. Begitupun sang ibu yang lekas membantah. "Itu tidak benar, kau anak kandung kami."

Aluna melepas pelukan ayahnya, mendorong cukup kuat dengan air mata yang masih mengalir membasahi pipi. "Sekarang katakan semuanya." []

Golden Wine [End]Where stories live. Discover now