09. The Lake

22 7 0
                                    

"Jadi disini tempatnya?" Jongkuk mengenggam erat tangan sang kekasih, memberi kekuatan lewat kehadirannya.

Setelah ayah dan ibu Aluna menceritakan segala kebenaran yang mereka simpan rapat di masa lalu. Aluna langsung pergi menuju danau yang dimaksud. Ia sudah menolak tidak perlu ditemani, tapi Jongkuk justru bersikeras mengatakan tetap ikut. Mereka sempat bertengkar hebat, menangis dan berpelukan, tetapi pada akhirnya keduanya sampai pada tempat yang dimaksud.

Danau tempat segala sihir naga putih itu tanpak tenang, diseberangnya terdapat gunung besar, Sementara disekelilingnya di selimuti hutan lebat yang sebagian besarnya belum terjemah. Entah bagaimana mereka bisa datang ke sana, mungkin keberanian sudah mengalahkan segala ketidakmungkinan dunia.

Satu-satunya yang menjadi penerang hanyalah rembulan dari atas angkasa.
Aluna menatap kosong ke danau. Ia melepas tangan Jongkuk namun pria itu kembali mengenggam tangannya hingga membuat ia mendongak dengan wajah yang semakin sendu. "Kau tidak benar-benar menyukaiku. Kau sendiri dengar bahwa semua ini hanya tipu muslihat sihir."

"Sudah berulang kali aku katakan. Itu tidak benar, Aluna." Bantah Jongkuk.

Aluna hanya tertawa, tawa yang terdengar menyakitkan. Jongkuk dapat merasakannya. Padahal Jongkuk juga sudah mendengar semua cerita dari orang tuanya. Tapi, masih saja bersikeras. Hati Aluna semakin mencelos. Dia sempat berpikir akan menikah dan bahagia dengan pria yang ia cintai. Tapi, semua justru lenyap dalam sekejap mata.

"Setidaknya kau sudah membuatku bahagia akhir-akhir ini. Terima kasih selama satu bulan ini, Jongkuk. Kurasa sudah saatnya kau kembali pada kenyataan."

Jongkuk menarik Aluna, menangkup pipinya agar mereka saling bertatapan. "Aluna, aku sudah menyukaimu bahkan sebelum aku meminum ramuan itu." Aku Jongkuk pada sang kekasih, menyakini perasaannya bukanlah karena sihir omong kosong yang dibicarakan. "Temanku memberitahuku tentangmu, saat kau jatuh di acara itu, dan semua tentangmu selalu menarik perhatianku. Aku bersumpah bahwa aku mencintaimu bukan karena ramuan sialan itu."

Sejak tadi Jongkuk merasa sudah muak melihat Aluna tidak percaya pada semua perkataannya, bahkan wanita itu terang-terangan berdecih. Jongkuk merasa geram dan marah. "Aku akan menunjukkan bahwa semua yang aku katakan itu tidak bohong."

Bagaimana caranya? Apa Jongkuk berlagak seperti dewa yang bisa mengalahkan makhluk sihir. Aluna mendorong tubuh Jongkuk menjauh namun mengejutkan prianya malah memeluk dan mencium bibirnya. Memiringkan wajah ke kiri dan kanan untuk memperdalam ciuman mereka. Tidak mengizinkan Aluna memberontak atau berusaha lepas. Jongkuk mengenggam kedua tangan sang wanita dibelakang tubuhnya.

Jongkuk berbuat demikian karena ingin menenangkan dan membuktikan pada Aluna bahwa ia tidak berbohong. Perasaan yang ia miliki tulus.

Aluna yang masih kalut kembali meneteskan air matanya, ia mencintai Jongkuk dengan tulus. Meski berulang kali menyuruh Jongkuk pergi sejujurnya jauh dalam hatinya Aluna ingin semua yang terjadi hari ini adalah mimpi semata. Maka, ia mengikuti ciuman Jongkuk, membalas dengan lumatan penuh. Memeluk pinggang Jongkuk. keduanya memejamkan mata seiring tanpa sadar air mata keduanya menetes bertepatan dengan guru Jo yang keluar dari danau.

"Kau berhasil menyintas dari sihirku ternyata, Han Aluna." Suara itu membuat Aluna melepas ciumannya dengan Jongkuk.

Mereka terkejut. Jongkuk bahkan sampai menarik tubuh sang kekasih dan menyembunyikan tubuh Aluna di belakang tubuhnya. "Siapa kau?"
Guru Jo hanya tersenyum pada Jongkuk. Dia mengenali pria itu. Keturunan Jo. Keturunannya untuk generasi ke tiga puluh enam. Guru Jo tersenyum senang.

"Dia orangnya," kata Aluna hingga membuat Jongkuk menoleh tidak paham. "Tongkat itu. Kata papa guru Jo memakai tongkat dan berpakaian jubah lusuh yang keluar dari danau."

Aluna melangkah ke depan. Jongkuk tidak bisa menghalangi sebab tujuan mereka kemari memang untuk berbicara dengan guru Jo sang pemilik sihir. "Kenapa kau membuatku hidup seperti ini?"

"Aku tidak melakukan apapun. Aku hanya mengabulkan permintaan orang tuamu yang sangat putus asa."

"Seharusnya kau cukup mengorbankanku saja. Mengapa harus melibatkan ibuku?" Tanya Aluna dengan nada membentak. Tidak ada yang berani berlaku kasar padanya selama ini.

Guru Jo memperhatikan bagaimana tangan Jongkuk kembali mengenggam tangan Aluna. Ia dapat melihat tubuh keduanya juga bergetar ketakutan sebagaimana orang-orang yang selalu takut padanya. Tetapi, keberanian mereka patut diacungi jempol.

"Kau orang pertama dari sihirku yang bisa menyintas," kata guru Jo kala melihat bayangan hitam yang selalu ada di belakang orang yang lahir dari sihirnya sebagai pengawas perlahan pergi dan kembali masuk ke dalam danau setelah memberi penghormatan pada guru Jo. Tidak ada yang bisa melihat sosok itu kecuali guru Jo sendiri.

"Apa maksudmu?" Tanya Aluna.

"Sepertinya kekasihmu tidak perlu mendengarkan pembicaraan kita. Kau ingin aku buat dia tidak sadarkan diri dulu?" Aluna melirik Jongkuk. Menanyakan lewat matanya apa yang harus ia lakukan.

"Tidak. Aku akan mendengar semuanya. Aku tidak akan meninggalkan Alunaku sendirian," jawab Jongkuk lebih lantang.

Guru Jo menghentakkan tongkatnya beberapa kali ke tanah, lalu sebuah asap mengerumuni tubuh Jongkuk sehingga ketika kepulan asap menghilang Aluna terkejut melihat sang kekasih sudah tidak sadarkan diri. Tubuhnya melayang di udara seolah tengah ditopang namun tidak ada apapun yang menahannya.

Aluna seketika merasa panik, ia mencoba membangunkan Jongkuk. Tapi, guru Jo lebih dulu berbicara. "Aluna, dengarkan perkataanku. Dia sungguh mencintaimu bahkan sebelum meminum ramuan. Dia adalah keturunan, Jo. Karena itulah dia bisa mengusir bayangan pengunci pesonamu agar tidak disukai pria lain yang sudah ku perintahkan untuk selalu bersamamu."

"La—lu apa?" Tanya Aluna gugup.

Guru Jo tersenyum, ia membalikkan tubuhnya menatap danau. Auranya gelapnya perlahan meredup, kutukan padanya mulai melemah. Guru Jo merasa sangat bahagia walau ia mati-matian berusaha tetap tenang untuk menghadapi Aluna saat ini. "Karena kau berhasil menyintas, maka akan kuberi satu kesempatan untuk memilih." Ujar guru Jo.

"Aku akan membebaskan kekasih dan ibumu dari kutukan sihir. Kau bisa hidup seperti manusia dalam lima tahun. Atau kau ingin menyelamatkan dirimu sendiri, dan dua orang yang kau sayangi lenyap saat ini juga."

Aluna dihadapkan pilihan sulit. Ia ingin hidup dengan normal. Tapi, mengingat bagaimana Jongkuk yang selalu membuatnya bahagia dan ibunya yang berkorban membuat pikiran Aluna semakin kalut dalam memilih pilihan terbaik untuknya.

"Pilihlah sekarang juga." Guru Jo kembali berbalik menatap Aluna yang berdiri di sana.

Mungkin ini saatnya bagi Aluna untuk membalas segala kebaikan orang-orang disekitarnya, Aluna memeluk tubuh Jongkuk sebelum memutuskan pilihannya. Pilihan yang tanpa Aluna sadari membuat guru Jo semakin mengembangkan senyum diwajahnya. Semakin banyak kebaikan, kutukan padanya semakin melemah. "Aku mengorbankan diriku sendiri. Tolong selamatkan mama dan Jongkuk." []

Golden Wine [End]Where stories live. Discover now