26. Demo

6.6K 542 38
                                    

Siang itu di depan gedung rektor telah ramai diisi oleh para demostran. Tentunya para anggota BEM, mahasiswa yang peduli, dan MABA yang terkena UKT tinggi padahal sudah mengajukan keringanan dua lapis.

Semuanya menggunakan jas alamamater, kecuali orang-orang di depan yang sedang melakukan tarian rasa sakit dari para MABA yang dipaksa membayar UKT di luar kesanggupan mereka. Diiringi alunan piano sedih yang dimainkan oleh seseorang dari fakultas seni.

"Berdarah-darah kami memenuhi kebutuhan hidup! Berkeringat orang tua kami mengais rezeki! Tapi kampus dengan seenak hati mematok UKT dengan nilai tinggi!"

"Kami tidak butuh kampus megah! Kami butuh belajar tanpa berdarah!"

"UKT tinggi, tapi fasilitas tidak memadai!"

Teriakan-teriakan dari Danil, Paul, dan Rony melalui pengeras suara mewakili keresahan hati maba. Sedangkan Salma dan lainnya memperlihatkan poster-poster rektor yang diedit sesarkas mungkin.

Mahasiswa datang dan pergi seiring waktu semakin sore. Namun orang-orang BEM masih setia di depan gedung rektor berteriak minta agar rektor memberikan tanggapannya.

"Tumben ngga ada media dari luar kampus?" bisik Novia pada Salma.

Salma menoleh ke sekitar, benar saja hanya ada pers dari kampus.

"Jangan-jangan ditahan di depan?" ujar Novia.

"Ngga mungkinlah, media cuy. Kalo iya, namanya bunuh diri," jawab Salma dengan nada lemas karena hampir seharian dia dijemur di bswsh terik matahari.

"Coba cek," kata Novia yang membuat Salma mengangguk dan berdiri berniat ingin pergi dari sana.

Namun Rony yang melihatnya langsung menatap Salma dengan pandangan bertanya.

Salma menunjuk gerbang, tetapi Rony tak paham maksudnya. Lelaki itu pun berjalan menuju Salma.

"Mau ke mana?" tanyanya dengan alis mengerut.

"Liat gerbang, tumben nggak ada wartawan dari luar," jawab Salma smeabri menunjuk gerbang utama kampus UJM.

"Gua aja, lu diem sini."

Salma menggeleng.

"Gua ikut," ujar Salma yang membuat Rony mengangguk.

Mereka pun berjalan bersama menuju gerbang.

Sesampainya di gerbang kampus, benar saja dugaan Novia tadi, wartawan tidak diperbolehkan masuk apalagi meliput aksi unjuk rasa di dalam.

"Kami dari wartawan, Pak. Ini kartu pers kami," ujar seorang wartawan dengan baju kerjanya.

"Tetap tidak boleh, Mas. Sudah kebijakan di sini. Kalo mau meliput, silakan tampilkan surat tugas dari perusahaan masing-masing."

Beberapa orang di sana langsung menggerutu.

"Kita hanya bertugas meliput aksi demo mahasiswa yang merupakan berita peristiwa. Kenapa harus dilarang apalagi meminta surat resmi dari redaksi? Kita juga bekerja dilindungi oleh Undang Undang Pers No. 40 Tahun 1999!" ujar seseorang dengan kesal.

"Saya tidak tahu perihal itu, saya hanya menjalankan tugas dari humas. Silakan mas-mas sekalian pulang dan meminta surat, baru kembali ke sini lagi."

Salma dan Rony mendekati mereka.

"Halo, Mas. Saya Rony presma di sini, kalau boleh tahu ada apa?" ujar Rony memperkenalkan diri dan mengulurkan tangannya.

Seseorang menyambut tangannya.

"Saya Rozi, Mas. Kami dari media mau meliput peristiwa demo hari ini, tapi kami dicegat dan tidak diperbolehkan masuk. Alasannya karena kami tidak membawa surat tugas dari perusahaan."

Kalo Suka Bilang! [END]Where stories live. Discover now