29. Hari yang Sibuk

6.8K 533 90
                                    

Hanya fiksi. Ingat ya.
Selamat membaca.

***

Di siang hari kampus sudah ramai dengan para mahasiswa yang berbondong-bondong meminta penjelasan rektor tentang kejadian kemarin.

Itu efek dari berita yang diunggah wartawan kemarin, yang akhirnya viral sampai masuk televisi.

Apalagi sepertiga malam tadi BEM menyebarkan poster dugaan-dugaan tentang kejadian ricuh kemarin yang mem-framing bahwa kampuslah dalang dari semuanya.

Tentu saja BEM tak serta merta menyebarkan hal itu tanpa bukti. Ada tim di belakang yang bergerak mencari bukti. Termasuk Paul dan Danil yang rela tengah malam pergi ke rumah sakit untuk mewawancarai salah satu mahasiswa yang ricuh kemarin, serta anak Indi yang rela begadang semalaman untuk mengerjakan poster secara kilat.

Salma dan Rony berpencar.

Rony sendiri sedang menghadiri rapat dengan MWA alias Majelis Wali Amanat yang tentu saja membahas tentang rektor mereka yang tiba-tiba melakukan hal gegabah tanpa berdiskusi dengan wakil rektor I, II, III.

Salma sendiri sedang mengantar Fira ke Satgas PPKS untuk mengadukan hal yang menimpa Fira itu. Mereka tak berharap banyak pada kampus karena tahu kerja kampus yang lambat. Namun setidaknya mereka akan mencoba.

Setelah sampai di sana, Salma dan Fira dipersilahkan duduk dan menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan mereka.

Salma beberapa kali menbantu Fira yang terbata karena gangguan kecemasannya tiba-tiba muncul. Bukan tanpa alasan Fira begitu, tetapi karena tiga orang bapak-bapak di depannya membercandai cerita Fira.

"Ya lagian kamu ada-ada aja pake direkam segala."

"Kepala tertutup tapi terlihat terbuka ya."

"Anak-anak jaman sekarang ada-ada aja. Nggak sekalian dijadiin kaset?"

Salma mengepalkan tangannya.

"Pak jangan dibercandain dong, itu hal yang nakutin bagi kami," ujar Salma berusaha menyelipkan nada kelakar agar tak membuat suasana semakin tak nyaman.

Seorang pria dewasa yang duduk di seberang meja terkekeh.

"Ya tujuan dia rekam buat apa? Kenang-kenangan? Memang begituan harus dikenang ya? Kan bisa gitu lagi."

Salma semakin mengepalkan tangannya. Di dalam imajinasi Salma, bapak itu sudah dia sepak dengan tendangan mautnya.

Salma menampilkan senyum tipisnya.

"Pak, respect dong. Kalo bapak gitu, saya aduin ke atasan mau? Temen saya kebetulan anak pers kampus nih, Pak. Saya juga punya kenalan beberapa wartawan media besar. Terus temen kost saya kebetulan presma dan saya sendiri wakilnya."

Bapak itu hanya tersenyum tak menanggapi, tetapi setelahnya tak ada lagi celetukan yang merendahkan. Dia fokus mengetik sesuatu yang entah apa.

Ruangan hening beberapa saat sebelum akhirnya bapak di depannya kembali bersuara.

"Laporannya sudah diterima. Nanti saya kabari kelanjutannya," katanya lalu mempersilakan Salma dan Fira untuk pergi.

Tanpa mau babibu lagi, Salma mengajak Fira segera keluar dari sana. Tentu saja dengan gerutuan Salma tentang orang-orang tak punya hati nurani itu.

Fira terkekeh mendengar itu.

"Lu nggak papa? Gua anter pulang ya?" tanya Salma setelah sadar dia berjalan bersama seseorang.

Fira menggeleng. "Gue ada kelas, Kak. Sorry ya ga bisa ikut kegiatan BEM dulu hari ini."

Salma mengangguk lalu mengelus bahu Fira. "Nggak papa, lu bantu doa aja. Semangat yak. Yakin semua ada jalan keluarnya."

Kalo Suka Bilang! [END]Where stories live. Discover now