INZ - 6

9.6K 735 30
                                    

Adeline kesusahan membawa beberapa tumbuh buku di tangan mungilnya. Bahkan dia sampai kesusahan melihat ke depan karena pandangannya yang terganggu oleh tumpukan buku yang tinggi itu.

Adeline terpaksa mengantar semua buku teman sekelasnya karena mereka bilang Adeline adalah seseorang yang sangat dekat dengn wali kelas mereka, dan Adeline tak punya pilihan selain menurut.

Namun, Adeline melihat sebuah tangan meraih beberapa bukunya, hingga saat ini pandangannya kembali jelas. Yang terlihat pertama kali ada Kaivan, seorang yang sangat mirip dengan Gazza.

Adeline tersenyum kikuk, dia merasa de ja vu. Bagaimana tidak, dia merasa hidup kembali sebagai Zora dan menemukan kembali Gazza. Namun, semua tidaklah terjadi. Nyatanya Gazza dan Kaivan adalah kedua orang yang berbeda.

"Makasih." Adeline tersenyum canggung, dia melangkah cukup cepat saat menyamai langkah kakinya dengan langkah kaki Kaivan yang lebar.

Adeline mengutuk dalam hati. Tubuh Adeline saat ini lebih pendek dari tubuh Zora, apa lagi sepertinya semua karakter yang berada di sini memiliki tubuh bagaikan tiang.

"Ke mana?" tanya Kaivan tanpa melihat ke arah Adeline.

"Tempat Bu Sisi." Kaivan tak menjawab. Kakinya hanya melangkah cepat semakin dekat pada kantor guru.

Adeline memperhatikan wajah Kaivan dengan saksama. Wajahnya sangat mirip dengan Gazza, tetapi satu perbedaan, rambut Kaivan berwarna coklat. Yang dapat Adeline tebak itu adalah cat.

"Makasih." Adeline kembali mengucapkan kata itu setelah keduanya berhasil mengembalikan semua buku.

Kaivan mengangguk singkat, tanpa berkata dia pergi dari sana meninggalkan Adeline yang menatap kosong punggung Kaivan yang sudah mulai menjauh.

Adeline rindu semuanya, sayangnya saat dia hidup sebagai Zora, semuanya terasa begitu melelahkan dan menyakitkan.

***

Renata membawakan beberapa bungkus roti ke arah Adeline yang sedang duduk dibangku pinggir koridor. Menatap murid-murid yang sedang asik mengobrol atau pun bercanda.

Impian dirinya sejak dulu saat menjadi Zora. Namun, bukankah tuhan sudah memberikannya teman. Renata, seseorang yang mengingatkannya kepada Dira.

"Makan nih." Renata menggeser beberapa roti semakin mendekat ke arah Adeline.

"Makasih, kamu baik deh." Renata memutar malas mendengar jawaban Adeline.

"Kenapa sih bengong terus?" Jelas Renata menyadarinya. Dia dapat melihat jelas dari mata Adeline. Tatapannya terlihat menyiratkan sebuah kesedihan.

"Lo ada masalah?" Adeline menggeleng dengan senyum tipis. Dia tak dapat memberitahu apa yang telah terjadi sebenarnya kepada Renata.

Karena jujur saja, dia masih terkejut dengan kenyataan di dunia asalnya. Bagaimana bisa dia sampai mengira memasuki tubuh seseorang antagonis, padahal dia sendiri antagonis yang sebenarnya. Antagonis yang terbuang.

Lucu bukan. Baru kali ini ada antagonis yang menyedihkan. Berakhir mati, dan hidup dalam kesakitan. Bukankah antagonis sebenarnya tidak begitu?

Bisa-bisanya dia melupakan semua kenyataan pahit itu, dan malah semakin tenggelam di dalamnya. Hingga membuatnya malah terjerumus.

Dia lelah tentu saja. Saat menjadi Zora beberapa kali dia berpikir untuk mati, sayangnya dia masih memikirkan semua orang terdekatnya. Karena Zora selalu berharap ada satu orang saja yang mendukungnya dan membawanya pergi.

Tidak, semua tidaklah sesuai dengan apa yang dia pikirkan. Nyatanya dia malah terjebak dalam imajinasi, dan berakhir di sini.

"Ih malah bengong lagi!" Renata menyenggol keras bahu Adeline.

Adeline yang kaget langsung menoleh ke arah Renata. Menatap Renata yang saat ini menatapnya tak habis pikir.

"Ada masalah?" tanya Renata lembut.

"Bukan apa-apa, cuma laper?" Untuk menutupi kegugupannya Adeline langsung membuka dan melahap roti pemberian Renata. Tanpa menghiraukan ekspresi penasaran Renata.

Adeline atau Zora tidak ingin melibatkan siapa pun. Termasuk Renata yang saat ini tidak memiliki apa pun.

"Nah gitu dong!" Renata sedikit lega saat melihat Adeline yang makan dengan lahap. Walau dia penasaran kenapa beberapa hari ini Adeline terlihat begitu murung.

"Itu Kaivan?!" Adeline tersedak saat mendengar suara teriakan Renata yang tak begitu santai.

"Lo ada hubungan ya sama Kaivan?" Adeline menggeleng dengan wajah bingung. Bagaiaman Renata berpikir sampai sejauh ini.

"Enggak, kok!" Jelas Adeline akan menyangkalnya.

"Terus?" Renata tidak menyerah. Sepertinya rasa penasaran sudah mendarah daging.

"Aku cuma ngerasa Kaivan mirip seseorang," jawab Adeline pada akhirnya.

"Siapa?" Renata balik bertanya. Jelas, dia hampir kenal seluruh orang yang Adeline kenal.

"Mamang bakso," balas Adeline asal. Namun, sepertinya Renata sangat percaya itu.

"Serius, lo?!" Adeline mengangguk pelan. Meringis dalam hati karena terlalu berlebihan berbohong.

"Hehe iya, mangkanya aku heran." Renata mendekat. Menatap Adeline penuh harap.

"Dia jualan di mana?" Adeline mendorong Renata menjauh saat tau ke arah mana pertanyaan Renata.

Dia menggeleng tak habis pikir dan tertawa melihat tingkah laku Renata yang di luar nalar. Padahal beberapa hari yang lalu Renata baru saja menceritakan gebetan barunya.

Salam kenal semuanya

Semoga suka cerita aku

Mohon maaf ya kalau masih ada yang protes tentang lo gue, aku kamu. Soalnya guys kan awalnya aku buat karakter Zora itu anak manja, dan dia terlanjur di tubuh Adeline.

Bukannya seperti orang berbeda kalau beda kata.

Yuk mohon dukungannya guys!

Guys Kaivan itu bukan Gazza ya, dia emang Kaivan yang cuma mirip wajahnya dengan Gazza.

I'm Not Zora (Transmigrasi)Where stories live. Discover now