INZ - 9

7.4K 595 35
                                    

Adeline berjalan dengan riang menuju kelasnya. Hari ini dia merasa senang karena mendapat uang jajan tambahan, yang berarti dia dapat mentraktir Renata yang sejak kemarin bersikap begitu baik padanya. Menjadi Adeline dia merasa begitu hari-harinya menyenangkan, walau masih ada rasa was-was dalam hatinya.

Adeline menyipit saat matanya menemukan sesosok pemuda yang sangat dia kenali sedang berada di koridor sepi, hanya pemuda itu seorang. Adeline memajukan tubuhnya, menyembunyikan diri di samping tembok yang tidak terlihat dari arah pemuda itu berdiri.

"Kaivan," gumam Adeline saat melihat Kaivan sedang merogoh kantong serta tas seperti mencari sesuatu.

"Kaivan cari apaan ya sampai harus ke tempat sepi?" Adeline semakin memepetkan diri untuk mendengar ucapan Kaivan, yang sialnya sama sekali tak terdengar karena jarak mereka yang cukup jauh.

Sedangkan Kaivan sejak tadi mencari kotak rokok yang ingin dia sembunyikan. Karena tempat ini sepi dan bebas CCTV, karena itu Kaivan memilih menyembunyikan di sini. Karena dari berita yang beredar, hari ini akan ada rajia dadakan yang mungkin sengaja diadakan.

"Mana sih!" Kaivan kesal, seingatnya dia membawa barang itu tadi pagi.

Kaivan memang seorang perokok, Kaivan bukanlah anak taat aturan dan di siplin, sayangnya Kaivan tidaklah seperti yang orang-orang pikirkan. Termasuk Adeline.

Kaivan menoleh saat menyadari ada seseorang selain dirinya di koridor. Dia berjalan mendekat lalu bersedekap dada ke arah Adeline yang terlihat takut karena terpergok.

"Ngapain?" tanya Kaivan heran. Walau Kaivan sendiri tau jika Adeline sejak tadi mengintipinya.

"Kamu cari apa?" Adeline berucap susah payah dan mengelak dari pertanyaan Kaivan.

"Rokok." Adeline melebarkan matanya tak percaya ke arah Kaivan.

"Kamu kan masih sekolah kenapa ngerokok!" Kaivan membekap mulut Adeline, membuat gadis itu semakin dilanda kepanikan.

"Karena suara lo gue bisa ketahuan." Adeline mengangguk paham dan berusaha melepaskan diri. Setelah terbebas dari Kaivan, gadis itu memundurkan tubuhnya.

"Kamu masih sekolah, ngapain ngerokok," bisik Adeline kali ini.

"Suka-suka gue." Adeline mendelik sebal, ternyata bukan wajahnya saja yang sama. Kaivan juga sama menyebalkannya seperti Gazza.

Bukan tanpa alasan Adeline terkejut, hanya saja ketika seseorang mirip Gazza berprilaku beda itu cukup membuatnya merasa aneh. Karena selama mengenal Gazza dia tau Gazza tak boleh sampai merokok, kehidupan kaya pemuda itu malah membuat pemuda itu terkekang.

Lalu ada sosok mirip Gazza, dan mengaku merokok hal itu cukup aneh untuk Adeline.

"Lagian gue bukan bocah lagi," ucap Kaivan memecahkan lamunan Adeline.

"Tapi enggak baik untuk kesehatan!" Kaivan menghela napas lelah meladeni Adeline.

"Sana masuk kelas." Kaivan memutar tubuh Adeline, lalu mendorong tubuh mungil gadis itu pelan.

"Belajar yang bener, bocil!" Adeline memutar bola mata malas mendengar ucapan Kaivan. Kaivan tidak tau saja saat dia hidup sebagai Zora dirinya cukup tinggi, ya walau tidak begitu tinggi.

***

Satu kesalahan pahaman yang ditanggap Renata. Ketika Adeline bercerita tentang kejadian pagi tadi, Renata langsung menyimpulkan jika Adeline menyukai Kaivan dari pandangan pertama.

Walau mirip Gazza, nyatanya Adeline tau jika kedua berbeda. Karena itu perasaannya untuk Gazza dan Kaivan pun berbeda. Dia hanya penasaran saat ada orang lain yang mirip dengan seseorang di kehidupan sebelumnya.

Lagi pula tak ada alasan untuk jatuh cinta dengan Kaivan. Karena Adeline tak ingin mengenal lebih jauh Kaivan, karena nyatanya itu hanya membuka luka lama yang berusaha dia kubur dalam-dalam.

Mencintai Gazza adalah hal yang menyakitkan, karena itu Adeline tidak mau cinta itu kembali dan datang dari oramg yang salah. Tidak ada yang menjamin jika Kaivan berbeda dengan Gazza.

"Lagi pula Kaivan ganteng, kok. Malah banget loh!" Renata berkata begitu antusias. Hal itu membuat Adeline langsung menatap temannya itu horor, pasalnya saat ini mereka sedang berada di kantin, tak lucu jika semua orang sampai salah paham.

"Aku cuma penasaran aja, lagi pula gaada ya alasan aku suka sama orang kayak Kaivan."

"Ada, karena Kaivan ganteng." Adeline memutar bola mata malas. Tampan bukan berarti menjadi tolak ukur untuk bisa mencintai, walau ada benarnya juga. Rata-rata orang saling menyukai pertama karena fisik, dan Adeline tidak begitu.

Dia menyukai Gazza bukan karena itu, dia menyukai Gazza dulu karena Gazza adalah orang pertama yang selalu membuatnya merasa berharga, dan tidak merasa sendiri. Atau sebenarnya tanpa alasan.

Karena banyak sekali orang tampan bahkan lebih dari Gazza, atau baik lebih dari pemuda itu. Sayangnya hati Adeline malah jatuh kepada pemuda yang membuat luka paling besar di hatinya.

"Enggak ada alasan aku suka sama Kaivan. Karena bagi aku Kaivan atau siapa pun cuma bakal buat luka yang sama yang ditinggalkan orang sebelumnya."

Trauma masa lalu membawa Adeline kepada kenyataan, jika bisa saja Kaivan bersikap seperti Gazza. Apa lagi tak mungkin tanpa alasan mengapa wajah Kaivan dan Gazza begitu mirip, bahkan sama.

Menurut kalian Adeline sama siapa nih?

Maaf ya aku lama enggak up, soalnya ada masalah pribadi. Makasih suportnya makasih udah setia menunggu cerita aku.

Love you guys!

I'm Not Zora (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang