INZ - 19

3.7K 271 26
                                    

Sejak tadi Adeline hanya mampu mematung mendengar pembicaraan seseorang di seberang sana. Salah satu dari pembicaraan itu adalah seseorang yang sangat Adeline kenali.

"Selly!" teriak Kaivan saat gadis yang Adeline ketahui bernama Selly itu melangkah pergi dari sana dengan raut wajah tah bersahabat.

Adeline langsung menyembunyikan tubuhnya, tak ingin sampai Kaivan menyadari sejak tadi Adeline mendengar obrolan keduanya. Walau tidak begitu jelas, Adeline sadar jika alur novel yang dia masuki ini tetap sesuai dengan apa yang sejak awal penulis rencanakan.

Adeline menghela napas kasar, sungguh Adeline tak menyangka jika semua alur berjalan secepat ini. Apa lagi dengan keberadaan Kaivan, Adeline rasanya tak dapat menerima jika suatu saat nanti Kaivan akan menjadi seseorang yang membuat perjalanan cinta Selly dan Vion berantakan.

"Aku ketinggalan jauh," ucap Adeline pasrah.

Padahal selama ini dia berusaha memantau Kaivan, memastikan jika Kaivan tidak menjadi apa yang penulis inginkan. Namun mendengar percakapan keduanya membuat Adeline sedikit goyah. Mampukan dia membuat Kaivan tidak berurusan dengan Selly maupun Vion.

Setelah melihat Kaivan pergi dari sana, akhirnya Adeline ke luar dari persembunyiannya. Adeline langsung pergi ke kelas, berusaha tenang. Walau sebenarnya perasaannya tidak karuan.

"Adeline?" Adeline tersentak kaget. Dia berusaha tersenyum melihat Selly sudah berada di depannya.

"Mau ke mana?" tanya Selly.

"Ke kelas, aduh telat! Aku ke kelas duluan ya!" Tanpa menunggu balasan Selly, Adeline langsung berlalu pergi. Meninggalkan Selly yang menatap Adeline penuh kebingungan.

Adeline tak benar-benar pergi ke kelas. Dia memilih berdiam diri ujung koridor yang sepi, karena hanya ini tempat yang dia rasa aman karena jarang dikunjungi oleh anak-anak lainnya.

"Gimana kalau benar Kaivan tetap jadi antagonis yang udah direncanain penulis?" Adeline bimbang. Dia terlalu percaya diri ketika dapat mendekati Kaiva, karena nyatanya Kaivan tak pernah benar-benar menerimanya.

"Argh ... Aku harus gimana?" Adeline sungguh berada di pilihan yang sulit. Jika pun dia mencoba tak peduli, rasanya itu begitu jahat, dia tak mungkin membiarkan kisah cinta sepupunya kandas begitu saja. Walau Vion sedikit menyebalkaan, tapi nyatanya Vion  merupakan kakak yang baik untuk Adeline.

"Adeline?" Adeline terkesiap. Dia menoleh menatap heran melihat Vion berjalan ke arahnya. Karena walau berada di sekolah yang sama, mereka berdua sangat jarang bbertemu.

"Kamu ngapain di sini?" Vion melihat ke selilingnya yang sepi, merasa heran karena Adeline sendirian.

"Vion!" Keduanya sama-sama menoleh, melihat Selly yang berjalan cepat ke arah mereka berdua.

"Loh, Adeline?" Selly merasa heran, karena sebelumnya Adeline berkata ingin ke kelas, malah dia melihat Adeline di sini bersama Vion.

"Bukannya kamu ngomong mau ke kelas?" Adeline mengangguk kecil, merasa terintimidasi. 

"Tadi niatnya mau ke toilet, eh berhenti dulu ada telepon."

"Siapa yang nelpon?" sela Vion. Adeline menggigit pipi dalamnya, dia lupa ada Vion di sini.

"Temen aku Kak. Dia nyuruh aku cepet ke kelas mau ngerjain tugas." Adeline bersyukur dalam hati karena dapat beralibi.

"Aku mau ngomong sama kamu sebentar." Vion melirik Adeline sekilas. "Ayo," ucapnya. 

"Kamu langsung masuk ke kelas," ucap Vion kepada Adrline. 

Adeline mengangguk, dia memperhatikan kedua manusia berbeda gender itu yang semakin hilang dari pandangannya. Dia menggeleng tak habis pikir, sungguh kisah cinta yang memusingkan, walau lebih memusingkan kisah cinta saat dirinya masih menjadi Zora.

Adeline memutuskan pergi dari sana. Dia akan memikirkan ini nanti setelah di rumah dan dia akan kembali menemui Kaivan. Sekarang dia harus fokus pada satu hal, yaitu dirinya sendiri.

***


Kaivan sudah tak heran saat pertama kali membuka pintu rumah sudah ada Adeline di sana, hal ini sudah menjadi hal yang tidak mengejutkan lagi untuk Kaivan. Apa lagi saat melihat Adeline bertingkah seolah rumahnya adalah rumah gadis itu sendiri.

"Wah Kakak udah pulang. Kenapa Kak Adeline lebih dulu pulang dari pada Kakak?" tanya Kaira. Sebenarnya ini bukanlah pertanyaan pertama kalinya.

"Kakak ada tugas sekolah," jawab Kaivan seadanya. 

Dia masuk ke rumah melirik Adeline sekilas lalu bersikap seolah tak peduli. Adeline mendengkus melihat tingkah Kaivan yang masih tak pernah berubah. Tak bisakah Kaivan bersikap lebih baik pada tamu cantik sepertinya.

"Maafin Kak Kaivan ya, dia emang gitu." Adeline terkekeh dan mengangguk mendengar ucapan Kaira tenang saja Adeline sudah kebal dengan sikap seperti Kaivan. Dia terbiasa dengan sikap dingin, hingga sekarang rasanya dia hampir membeku.

"Aku yakin Kak Kaivan suatu saat nanti pasti bakal bersikap baik dengan Kakak. Lagi pula siapa sih yang enggak suka sama cewek cantik kayak Kakak."

"Banyak Kaira." ucap Aeline dalam hati. 

Dia tertawa dalam hati. Karena sebenarnya cantik tidak menjamin segalanya. Saat menjadi Zora dia juga tidak kalah cantik. Hanya saja tetap dia tak pernah beruntung dalam apa pun. Karena menurut dirinya, cantik itu adalah luka. 

"Walau misalkan Kak Kaivan masih bersikap seperti ini. Aku yakin Kak Ade bakal nemuin seseorang yang begitu menyukai Kakak lebih dari apapun itu." Adeline tersenyum lembut kepada Kaira. Inilah salah satu alasan Adeline begitu menyayangi Kaira, di luar niatnya mendekati Kaivan. Dia suka dengan gadis manis dan baik hati seperti Kaira. 

Andai saja dulu ada satu orang saja seperti Kaira, mungkin sampai hari ini dia tak akan pernah memilih keputusan bodoh itu.

Tapi Adeline tidak pernah menyesali apa pun keputusannya dulu.

tbc

Hai, apa kabar guys. Aku kembali lagi, semoga masih ada yang nunggu ya hehe. Ayo ramaikan komen kalian biar aku semangat update. Makasih buat yang sudah baca, yang belum masuk grup boleh chat pribadi aku ya.

I'm Not Zora (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang