INZ - 12

6.4K 571 49
                                    

Sebelum baca budayakan follow

Happy Reading💐

Adeline begitu senang menghabiskan waktunya bersama Kaira. Setelah makan bakso di tempat langganan Kaira dan Kaivan akhirnya mereka pulang, selain Kaivan yang kembali ke tempatnya bekerja.

Adeline menemani Kaira di rumah, dia mendengarkan begitu antusias cerita-cerita Kaira tentang teman-teman sekelasnya. Bahkan Kaira juga memberitahu siapa saja yang dia sukai di sana. Adeline menyadari satu hal, sepertinya selama ini Kaira ingin bercerita banyak hal seperti ini kepada Kaivan. Sayangnya Kaivan adalah kakak laki-laki, mungkin Kaira merasa sedikit canggung.

Dengan Adeline Kaira begitu terlihat bahagia. Seolah dia menemukan sosok kakak perempuan di dalam diri Adeline. Adeline sama sekali tak masalah, karena dia pun tak memiliki seorang adik.

Sebelumnya Adeline sudah izin dengan kedua orang tuanya. Tetapi dia tak mengaku berada di rumah Kaivan, dia hanya bilang sedang bermain di salah satu rumah teman sekelasnya. Untungnya mamanya percaya dengan kebohongan itu.

"Kalau kakak gimana, apa sama Kak Kaivan temen baik?" Kaira menunggu jawaban dari Adeline.

"Bukan," jawab Adeline apa adanya.

"Aku dan Kaivan cuma kenal, enggak begitu dekat." Kaira terlihat sedih mendengar pernyataan itu. Karena dia berharap Kaivan mempunyai teman dekat, apa lagi orang kaya seperti Adeline.

"Tapi mulai sekarang ... Aku bakal jadi teman dekat Kaivan dan juga kamu." Kaira menatap Adeline tak percaya. Dia begitu antusias langsung bangkit dan memeluk Adeline erat.

"Makasih kakak." Adeline tertawa. Ternyata memiliki seorang adik semenyenangkan ini, andai dia bisa membawa Kaira pulang.

"Kak Kaivan pasti seneng sekarang punya temen."

"Siapa bilang?!" Adeline dan Kaira menoleh ke arah pintu, menemukan Kaivan yang baru saja masuk dengan kantong kresek di tangannya.

"Gue udah pulang, mending sekarang lo pulang juga." Kaira menatap Adeline sedih. Dia merasa tak enak, takut jika Adeline tidak mau menemuinya lagi.

"Kakak." Kaivan mengangkat tangannya sebagai isyarat agar Kaira diam.

"Oke, aku pulang dulu ya." Adeline mengambil tasnya yang tergelak tak jauh dari tempatnya duduk. Dia mengelus kepala Kaira sebelum benar-benar pergi.

"Maafin sikap Kak Kaivan, Kak." Adeline tersenyum melihat raut wajah sendu milik Kaira, terasa begitu sangat bersalah.

"Tenang aja, kakak udah biasa ngadepin hal yang kayak gini. Di usir seperti ini pun bukan hal yang baru buat kakak." Kaivan mendengar itu, dia memalingkan wajah ke arah lain.

"Kaivan aku pulang dulu." Tak ada balasan, Kaivan malah langsung masuk ke dapur. Meninggalkan kedua gadis itu.

"Kakak pulang dulu, udah enggak apa-apa." Kaira mengangguk walau dia merasa tak enak dengan Adeline.

Sedangkan Kaivan dia menyesali satu hal. Dia salah mengambil keputusan, dengan bodohnya dia malah membawa Adeline ke rumahnya mengenalkan kepada adiknya, bahkan dia sampai sekarang belum tau apa motif Adeline mendekatinya.

"Kak?" Kaira masuk ke dapur, menghampiri Kaivan yang sedang meletakkan barang belajaan mereka ke dalam kulkas.

"Kakak kenapa kayak gitu sama Kak Adeline, padahal Kak Adeline udah baik." Kaivan menutup kulkas, membalikkan tubuhnya ke arah sang adik.

"Kamu belum tau dia beneran baik atau enggak, jadi stop deket-deket sama dia." Kaivan berucap serius, dia menatap sang adik dengan tatapan tak terbantahkan.

"Kak Kaivan egois!" Kaira berteriak marah.

"Lihat, baru sehari kamu bertemu Adeline udah bisa marah-marah ke kakak?" Kaivan ikut terbawa suasana. Rasa lelahnya setelah bekerja mempengaruhi kemarahannya.

"Bukan tentang aku marah atau apa pun itu kak. Aku perempuan, aku pengen curhat sama kakak tentang segala yang aku pikirin, tapi apa aku sadar kakak gaakan pernah ngerti. Lalu saat ada orang baik yang buat aku nyaman kakak malah gini?!" Kaivan menghela napas lelah, memejamkan mata berusaha menahan amarahnya.

"Kaira," panggil Kaivan. Dia menyentuh kedua pundak sang adik.

"Kamu masih kecil, kamu enggak tau siapa aja yang baik dan buruk. Tolong kali ini nurut sama kakak, kita enggak tau Adeline beneran baik atau ada niat lain." Kaira menepis tangan Kaivan, menatap sang kakak kecewa.

"Aku yakin Kak Adeline orang baik, Kak. Apa karena Kak Adeline orang kaya?" Kaivan terdiam mendengar ucapan adiknya.

"Apa karena itu Kak Kaivan takut semua orang kaya kayak mama? Enggak kak!" Kaivan meraup wajahnya, dia benar-benar kacau sekarang.

"Mama itu mama, Kak Adeline itu Kak Adeline. Bukan berarti semua orang kaya bakal sama kayak mama, tolong buka hati kakak!" Kaira masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu. Meninggalkan Kaivan yang masih diam membeku di depan kulkas dengan tangan mengepal kuat.

Kaivan benci dengan dirinya sendiri, benci saat akhirnya berhasil membuat satu-satunya adiknya merasa kecewa pada kakaknya sendiri. Kaivan duduk di kursi, dia meraup wajahnya, berusaha mengembalikan kewarasannya.

Apakah benar dia egois?
Apakah benar dia tidak pernah tau perasaan Kaira yang sebenarnya?

Satu fakta terungkap

Novel kali ini bakal berjalan lebih cepat, karena itu tolong nantikan.

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen!

I'm Not Zora (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang