INZ - 13

6.2K 496 46
                                    

Ternyata pertemuan Kaira dan Adeline tidak berhenti di sana saja. Sejak saat itu malah Kaira begitu dekat dengan Adeline. Adeline beberapa kali ke rumah Kaivan hanya untuk menemui Kaira atau mengantarkan makanan yang sengaja dia beli untuk Kaira.

Kaivan masih sama, dia masih belum bisa menerima dengan baik kehadiran Adeline. Walau akhirnya Kaivan memilih mengalah saat melihat kebahagiaan terpancar dari wajah adiknya. Dia juga merasa lega saat Adeline menemani Kaira saat Kaivan bekerja.

Adeline sudah tau jika Kaivan tidak menyukainya, jangan ditanya siapa yang memberitahu sudah pasti Kaira. Adeline merasa tak peduli, lebih tepatnya berusaha tak peduli. Lagi pula dia sudah kebal dalam penolakan, sekarang dia hanya menjalani sesuatu kesukaannya.

Ketiga sepupunya jarang menemuinya karena urusan masing-masing. Begitu pun Andrew yang masih terus sibuk bahkan tak dapat dihubungi, karena itu Adeline hanya menjadikan Kaira temannya. Lagi pula dia suka dengan Kaira, dia merasa memiliki seorang adik. Yang sayangnya Kaira adalah adiknya dari kulkas berjalan, Kaivan.

"Udah malem," tegur Kaivan saat melihat Adeline masih berada di rumahnya.

"Emang," jawab Adeline tak peduli. Dia masih sibuk memainkan ponselnya dan menunjukkan sesuatu kepada Kaira.

"Kaira tidur, besok kamu sekolah." Kaira mencebik kesal, tetapi dia akhirnya menuruti ucapan Kaivan. Mau bagaimana Kaivan adalah kakak sekaligus orang tua untuknya saat ini.

"Kakak aku tidur ya?" Kaira tampak murung saat berpamitan kepada Adeline. Padahal mereka sudah seharian berdua, tetapi Kaira tetap tak merelakan kepergian Adeline.

"Iya, tidur yang nyenyak."

Setelah Kaira pergi Kaivan duduk tak jauh dari Adeline yang sedang memasukkan semua barangnya ke dalam tas. Adeline menoleh, menatap bertanya ke arah Kaivan yang saat ini sedang menatapnya.

"Kenapa?"

"Lo pulang sama siapa?" Adeline menaikkan sebelah alisnya. Sungguh sesuatu yang langkah Kaivan menanyainya seperti ini.

"Taksi." Adeline bangkit menepuk celananya beberapa kali.

"Gue anter." Adeline semakin mengernyit heran saat Kaivan langsung mengambil jaket serta kunci dan menarik Adeline ke luar.

"Kaira sendirian loh?"

"Gue enggak sampai sejam nganterin lo. Udah malem, mangkanya kalau di rumah orang inget waktu." Adeline semakin menyebik. Sungguh Kaivan ini benar-benar menyebalkan.

"Iya-iya," balasnya malas. Kaivan mengangguk memasang helm lalu satunya lagi dia serahkan kepada Adeline.

"Punya Kaira," jawab Kaivan setelah menyadari tatapan Adeline.

"Oke," jawab Adeline mengangguk paham. Dia memakai helm dan langsung naik ke atas motor Kaivan.

Adeline sedikit memberi jarak dari Kaivan. Tidak lucu jika pemuda itu risih dan menuruninya di tengah jalan, walau Adeline yakin Kaivan tidak sejahat itu.

Adeline tersenyum menikmati jalanan malam yang penuh dengan kerlap-kerlip lampu jalan, tampak indah dan menyegarkan. Pemandangan orang-orang berlalu lalang dengan pasangan dan teman pun terlihat. Adeline menyadari jika malam ini merupakan malam minggu.

Dia terkekeh dalam hati, bisa-bisanya dia diantar Kaivan saat malam minggu. Jika seperti ini mungkin banyak yang mengira jika mereka berdua adalah sepasang kekasih.

Adeline menikmati semuanya, kehidupan di sini, dan kedekatannya pada orang-orang sekitar. Walau dia tak tau sebenarnya alur novel masih berjalan, atau sudah berubah sejak kehadirannya.

"Udah sampai." Lamunan Adeline buyar. Dia melihat sekeliling dan ternyata benar sudah sampai di depan rumahnya. Jika ditanya mengapa Kaivan tau rumahnya? Jawabannya simpel sekali, Kaivan beberapa kali mengantarkannya tentu saja atas paksaan Kaira, anehnya malam ini pemuda itu berbaik hati dengan mengantarkannya tanpa di suruh.

"Makasih, Kaivan." Kaivan mengangguk, dia menerima uluran helm dari Adeline, awalnya dia ingin pergi hingga suara Adeline kembali terdengar.

"Makasih udah izinin aku dekat sama Kaira, aku jamin kalau aku enggak ada maksud buruk sedikit pun. Aku cuma pengen deket sama semua orang setelah sebelumnya semua orang enggak bisa dekat dengan aku." Adeline tersenyum tipis, dia melambai ke arah Kaivan lalu masuk ke dalam gerbang rumahnya. Meninggalkan Kaivan yang masih terdiam di atas motor.

Kaivan tak mengerti maksud ucapan Adeline, apa lagi tentang semua orang tidak mau berdekatan dengan gadis itu. Jelas-jelas Kaivan tau jika semua murid di sekolah berusaha mendekati Adeline walau dengan niat berbeda-beda.

"Lo mikirin apa sih?" Kaivan meraup wajahnya, lalu menyalakan motor dan pergi dari sana. Karena dia tak ingin semakin terjebak, sialnya entah mengapa dia merasa Adeline tidaklah asing di kehidupannya.

Adeline masuk ke dalam rumah, sepi yang menyambutnya. Kedua orang tuanya sedang menjalankan bisnis ke luar kota, sedangkan para pekerja di rumahnya pasti berada di dalam. Adeline langsung masuk ke dalam kamarnya, merebahkan tubuh tanpa berganti pakaian.

Adeline menatap langit-langit di kamarnya. Satu yang dia pikirkan, entah mengapa dia merasa Kaivan adalah seseorang yang dia kenal. Mungkinkan hanya karena wajah Kaivan dan Gazza begitu mirip.

Adeline memiringkan tubuhnya dia memejamkan mata, sepertinya dia memilih tidur dari pada bersih-bersih lebih dahulu, dia benar-benar mengantuk setelah menikmati angin yang begitu menyegarkan di atas motor.

Perlahan mata indah itu tertutup, meninggalkan keheningan pada kamar bercat pink itu. Seperti Adeline sudah mulai terbiasa, karena dia selalu meyakinkan diri jika dia memang Adeline bukan siapa pun.

Lama kan aku enggak update?
Maaf ya soalnya aku bener-bener enggak mood. Karena itu komen sebanyaknya biar aku update besok!

Papay!

I'm Not Zora (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang