INZ - 11

6.5K 543 59
                                    

Ternyata benar apa yang dikatakan Renata tentang Kaivan. Sejak beberapa hari ini Adeline memperhatikan Kaivan, hingga beberapa kali harus mendapat tatapan tak suka dari pemuda itu.

Kenyataan banyak orang menjauhi Kaivan karena Kaivan bukan anak orang kaya benar adanya. Semenarnya dari segi visual Kaivan benar-benar sempurna, mungkin jika kehidupannya sama seperti Gazza, Kaivan pasti menjadi incaran banyak orang.

Walau begitu tak jarang juga ada seorang gadis yang menyukai Kaivan. Karena walau pemuda itu bukan orang kaya, Kaivan seolah diberkati oleh wajahnya yang tampan.

Satu fakta lagi yang Adeline dapat, jika Kaivan bekerja sambilan setelah pulang sekolah. Bukan tanpa alasan Adeline berkata seperti itu, karena saat ini dia sedang melihat Kaivan di sebuah bengkel membantu menambalkan ban.

Adeline duduk tak jauh dari tempat Kaivan bekerja. Dia tak sengaja lewat di daerah ini karena ingin mencari makanan, kebetulan dia sedang melihat Kaivan yang sangat berbeda jika di sekolah.

Adeline terus memperhatikan Kaivan yang tampak serius. Adeline juga merasakan ada yang tak beres dengan hatinya, sepertinya hati kecilnya menganggap Kaivan sebagai Gazza. Atau bahkan, perasaan yang berbeda.

Adeline memainkan ponselnya, dia berusaha menyibukkan diri. Banyak pesan dari kakak-kakaknya yang menyuruhkan segera pulang, dan tanpa pikir panjang Adeline mengiyakan. Walau nyatanya Adeline sama sekali tak beranjak dari sana.

"Ngapain lo di sini?"

"Ya Tuhan!" Adeline hampir saja menjatuhkan ponsel keluaran terbaru miliknya karena suara seseorang yang tiba-tiba berada di sebelah telinganya.

Adeline menoleh, dia terkejut saat menemukan Kaivan duduk di sebelahnya dengan pipi terkena noda hitam. Tanpa sadar hal itu membawa tangan Adeline ke pipi pemuda itu.

"Eh maaf, kotor." Adeline menjadi salah tingkah, tentu saja. Dia terlalu ceroboh.

"Lo mata-matain gue?" Kaivan bertanya dengan nada curiga, setelah sebelumnya menetralkan wajahnya karena terkejut akibat ulah Adeline.

"Cuma lewat kok, beneran!" Adeline mengangkat kedua jemarinya.

"Apa tujuan lo sebenarnya, Adeline?" Kaivan menatap tajam Adeline. Dia jelas tak bodoh dengan tak curiga terhadap Adeline.

"Kita ga kenal sebelumnya. Gue bukan kepedean atau bagaimana, gue lihat sendiri lo benerapa hari merhatiin gue. Gue juga enggak bodoh saat menyadari sejak tadi lo berada di sini sambil terus merhatiin gue." Adeline meneguk salipanya susah payah mendengar ucapan Kaivan yang tepat sasaran.

"Sebenarnya lo niat buruk apa sama kehidupan gue yang emang udah buruk ini?" Adeline meremas tautan semarinya, merasa gugup serta bersalah. Sepertinya tingkah spontannya ini berhasil membuat Kaivan terusik.

Adeline juga merasa heran dengan dirinya. Setelah mengetahui banyak hal tentang Kaivan, entah mengapa dia menjadi penasaran, dia ingin mengenal Kaivan lebih jauh lagi. Adeline juga ingin melihat Kaivan sebagai Kaivan, bukan orang lain.

"Maaf," ucap Adeline penuh rasa bersalah. Walau nyatanya ucapannya itu sama sekali tak membuat Kaivan merasa puas.

"Aku enggak bermaksud gangguin kamu, beneran!" Adeline berusaha menjelaskan namun sulit. Tak mungkin dia berkata jika dia hanya penasaran dengan Kaivan karena pemuda itu mirip dengan lelaki dari masa lalunya.

"Aku enggak ada niatan buruk, aku cuma ngelakuin hal ini spontan dan kebetulan. Maaf kalau tingkah aku malah buat kamu merasa enggak nyaman." Kaivan luluh saat melihat mata Adeline yang menyendu, seolah merasa benar-benar bersalah.

"Oke, gue ngerti." Kaivan berucap pada akhirnya. Dia tak ingin memperbesar permasalahan sepele seperti ini.

"Ayo!" Adeline terkejut karena tanpa aba-aba Kaivan menariknya lembut hingga bangkit dari duduk.

Adeline bingung saat Kaivan membawanya ke sebuah gang tidak jauh dari bengkel. Hingga keduanya berhenti pada sebuah rumah sederhana yang terlihat begitu indah karena memiliki tanaman warna-warni dihalamannya.

"Ini ... Rumah siapa?" tanya Adeline gugup. Mau bagaimana pun dia merasa takut saat berada berdua dengan laki-laki.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!" Terdengar sahutan dari dalam rumah. Hingga tak lama pintu terbuka menampakkan seorang gadis dengan baju rumahan.

"Kakak!" Adeline memudurkan tubuhnya saat gadis itu memeluk Kaivan erat.

"Hai, Kak! Pacarnya Kak Kaivan, ya?" Adeline dengan spontak menggeleng dan melirik pada Kaivan.

"Temennya Kaivan," ucap Adeline pada akhirnya.

"Ayo masuk, Kak!" Adeline makin terkejut saat gadis yang berumur di bawahnya itu menariknya hingga masuk ke dalam rumah. Hingga mata Adeline langsung menemukan rumah sederhana namun begitu bersih di dalamnya.

"Duduk Kak, aku ambil minum dulu!" Adeline mengangguk canggung, lalu duduk di sopa kecil diikuti oleh Kaivan yang duduk di sebelahnya.

"Tadi adik kamu?" tanya Adeline dan Kaivan mengangguk membenarkan.

"Orang tua kalian mana?" Adeline meringis dalam hati ketika menyadari ekspresi berbeda dari Kaivan, sepertinya dia kembali salah bicara.

"Minum datang!" Gadis remaja itu kembali duduk di sebelah Adeline, masih dengan wajah cerianya.

"Nama kamu siapa?" Adeline bertanya, karena merasa penasaran.

"Kaira, adiknya kak Kaivan!" Adeline tersenyum mendengar jawaban antuasis dari Kaira.

"Kaira kelas berapa?" tanya Adeline.

"Kelas 2 SMP kak!" jawab Kaira.

"Kamu cantik banget, sih!" puji Adeline benar adanya.

Kaira benar-benar cantik. Tampak seperti Kaivan versi perempuan, sepertinya kedua kakak beradik ini memang ditakdirkan memiliki visual yang begitu indah.

"Aku seneng banget akhirnya Kak Kaivan bawa temennya ke sini, Kak Kaivan tumben bawa temen ke rumah?" Kaira begitu cerewet, dia bertanya tanpa jeda.

"Ketemu di jalan, kasian anak orang kaya nanti gosong." Adeline mendelik mendengar jawaban Kaivan.

"Pantes kakak cantik, kakak anak orang kaya ya?" Adeline mengigit bibirnya, bingung menjawab bagaimana. Jujur dia takut menyakiti hati orang lain.

"Bukan, kakak aja enggak punya apa-apa. Semuanya punya papa kakak." Adeline menjawab itu pada akhirnya.

"Sama, aku juga ga punya apa-apa. Semua ini punya Kak Kaivan!" Kaira menunjuk segala rumahnya.

"Karena Kak Kaivan udah berani bawa pulang teman ke rumah, ayo kita rayain dengan makan bakso!" Adeline terkekeh dengan ucapan Kaira.

"Ayo, kakak yang trakti."

"Hore!" Kaira tampak bersemangat mendengar jawaban Adeline.

"Biar gue aja." Tawa Kaira seketika berhenti mendengae ucapan sang kakak.

"Lo tamu, jadi biarin gue aja." Adeline mengangguk pasrah. Karena percuma Kaivan begitu keras kepala.

Namun walau begitu Adeline merasa bahagia. Berarti dia orang pertama yang Kaivan bawa ke rumah pemuda itu. Walau Adeline tidak tau apa alasan Kaivan membawanya ke rumah pemuda itu dan mengenalkannya dengan Kaira. Adik manis yang begitu ceria.

Adeline kadang berpikir. Kehidupan kali ini dia beruntung bertemu dengan orang-orang di sekitarnya. Setiap malam pun Adeline selalu meyakinkan dirinya "I'm Not Zora." Dirinya bukanlah Zora, sekarang dirinya Adeline yang hidup penuh dengan kasih sayang dan kebahagiaan.

Kali ini partnya lunayan panjang
Gimana menurut kalian tentang Kaivan dan Adeline.

Maaf ya jarang update. Karena itu spam komen biar aku semangat nulis!

I'm Not Zora (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang