❀ 16 - Janu dan Kucing Hitam

995 136 7
                                    

notes: 4500 words, nih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

notes: 4500 words, nih. rekor bab terpanjang selama aku nulis wkwkw. sengaja ga dibagi jadi dua bab karena feel-nya bakal beda. sooo bacanya pelan-pelan aja yaa hihi. happy reading! 🫶🏻

-

"APA sekarang lo sudah tahu, alasan kenapa adik lo putus sama Xenna?" Tanpa menyapa, tanpa berbasa-basi, Janu segera melontarkan pertanyaan tersebut pada seseorang yang kini menjadi lawan bicaranya dalam telepon. Hanya inilah tindakan pertama yang terpikirkan oleh Janu sebelum ia putuskan untuk mengambil jalan yang gegabah, setelah dirinya mendengar keseluruhan ceritanya dari Xenna perihal apa yang gadis itu alami saat di kampus tadi. Dan, Janu mendadak sedikit merasa bersalah karenanya.

Jika saja, hari itu Janu diam dan tidak bersuara seenaknya ....

"Nu? Jadi, lo telepon gue cuma mau nanyain itu? Gue kira ada apa, lo tiba-tiba mau telepon gue duluan kayak gini ...." Di seberang sana, entah mengapa Amanda terdengar seolah ia kecewa. Tarikan napasnya pun lantas tertangkap oleh rungu Janu. "Iya, gue udah tau. Arka udah bilang sama gue."

"Apa yang dia bilang sama lo?" tanya Janu, ingin memastikan terlebih dahulu.

"Hmm ... gimana ya, Nu? Sejujurnya gue bingung sekarang. Lo bilang Arka udah nyakitin Xenna dengan cara yang nggak termaafkan. Tapi, Arka bilang justru Xenna yang salah, Nu. Katanya, Xenna ternyata ada main belakang. Xenna deket sama banyak cowok waktu dia masih punya Arka, Nu."

Seketika Janu mengetatkan rahang dengan dahi yang berkerut dalam. Apa-apaan yang baru ia dengar barusan? "Terus, lo percaya sama apa yang dia bilang?" Janu tetap berusaha untuk menahan diri.

Amanda bergumam ragu, dan butuh beberapa detik sampai akhirnya ia dapat menjawab dengan tegas, "Mau bagaimana pun Arka adek gue, Nu. Gue tau dia nggak mungkin ngelakuin hal-hal di luar batas. Gue kenal Arka lebih baik daripada Xenna. Jadi, maaf, dalam masalah ini gue lebih milih buat percaya sama adek gue sendiri, Nu."

Janu geming, seolah tidak terkejut lagi mendengar itu. Ia sudah dapat menebak Amanda pasti akan berpihak pada adik laki-lakinya. Namun, tentu saja ini merupakan sebuah kesalahan besar. Sebab tidak seharusnya Amanda percaya begitu saja pada kebohongan yang telah Arka buat. "Oke, nggak masalah kalau lo ada di pihak dia. Gue sendiri akan tetap berpihak sama Xenna." Ada jeda sejenak. "Bukan karena dekat, tapi gue punya alasan yang kuat. Lo cuma sekadar mendengar, tapi gue sudah sempat lihat dengan mata kepala gue sendiri. Terserah lo mau percaya atau nggak, tapi kenyataan yang ada justru adik lo yang main belakang." Janu menarik napas dalam sebelum melanjutkan, "Dan gue mau berpesan, tolong sampaikan ke adik lo untuk bersikap layaknya seorang laki-laki. Tolong juga jaga sikap untuk nggak kasar sama perempuan. Untuk yang kali ini masih bisa gue tolerir. Tapi kalau sampai hal seperti itu terulang lagi, gue pastikan gue yang akan temui adik lo secara langsung."

Penuturan panjang tersebut membuat Amanda terdiam cukup lama, dan karenanya Janu berniat untuk menyudahi percakapan mereka. Namun, sebelum sempat Janu melakukannya, Amanda akhirnya kembali bersuara dengan berkata, "Nu, jujur, ini kayak bukan lo .... Kenapa, Nu? Lo apa sepeduli itu sama Xenna, makanya lo sampe sebegininya? Karena ... lo beneran kayak bukan Janu yang gue kenal selama ini."

Memories in the MakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang